Part 34

3.7K 144 22
                                    

Senin pagi yang cukup ruwet dibanding senin-senin pagi biasanya, bagaimana tidak, pagi ini salah satu beban berhasil memberatkan pikiran Ayara.

Gadis itu tengah termenung di meja nya hingga ia tidak menyadari kehadiran kedua sahabatnya. "Heh! Bengong aja pagi-pagi." ujar Sesil sedikit keras hingga mengangetkan gadis itu.

Yara mengelus dadanya dan menepuk lengan Sesil sedikit keras, kesal karena sudah di kagetkan tadi. "Astaghfirullah bisa nggak sih lo nggak usah buat gue kaget kayak tadi." seru Ayara sedikit kesal.

"Makanya pagi-pagi itu jangan bengong." timpal Aul, "mikirin apaan sih sampe bengong begitu?" lanjut Aul.

"Nggak mikirin apa-apa." kilah gadis itu.

"Nggak usah bohong deh, lo itu nggak bisa bohongin kita berdua, ya kan Ul."

"Tau, cerita aja siii siapa tau kita bisa bantu."

"Apaan yang mau diceritain, orang kagak ada apa-apaan." kembali gadis itu berkilah kepada dua sahabatnya.

"Halah kang boong, oiya kemaren Bang Akram jadi ke rumah lo?" Aul bertanya, mengingat waktu kemarin Ayara bercerita bahwa hari minggu Akram akan berkunjung ke rumah nya.

"Jadi." jawab gadis itu singkat, padat, dan jelas.

"Terus.. Terus.. Bang Akram ngapain ke rumah lo?" Sesil ikut bertanya, mulai penasaran dengan tujuan Akram ke rumah Yara.

Gadis itu menatap kedua sahabatnya bergantian, ia bingung harus bercerita dari mana.

Ayara menghela nafas lelah, "Dia dateng mau ngelamar gue."

"Ngelamar?!" pekik Sesil, sedangkan Aul tampak biasa saja mendengar jawaban Yara.

"Sssttt... Berisik ih Sil, nanti kalo ada yang denger gimana?" tegur Yara, bersyukur saat itu kondisi kelas masih sepi karena masih pagi.

"Oiya lupa hehehe."

"Trus lamarannya Bang Akram lo terima apa lo tolak?" Aul bertanya lagi.

"Jadi gini..."

Flashback On

Mendengar tidak ada keraguan sedikit pun dalam nada bicara Akram membuat ayah Yara merasa kagum terhadap keyakinan keseriusan laki-laki itu, "Kalau om sih, terserah Yara nya. Karena kan kalian yang akan menjalani nya nanti, om sama tante hanya bisa memberi saran." kata ayah Yara sebelum beralih menatap putri semata wayangnya, "Gimana Yara, apa kamu mau nerima lamaran dari Akram?" ayahnya bertanya dengan lembut.

Mendapat pertanyaan seperti ini dan dihadapkan dalam situasi seperti ini berada jauh dari dugaan Yara, gadis itu mengira kedatangan Akram kerumahnya adalah untuk membahas bisnis, bukan perilah lamaran. Apalagi lamaran untuk dirinya, sama sekali tidak terbesit dalam pikiran gadis itu.

Memang benar, Akram itu tipe laki-laki idaman wanita. Dia sholeh, sopan, pintar, dan mapan. Perempuan mana yang akan berfikir dua kali untuk menjawab lamaran laki-laki itu, namun ini Ayara. Ia berbeda, ia memang ingin memiliki sosok suami seperti Akram, namun saat ini ia sendiri tengah menjalin hubungan dengan laki-laki yang dicintainya.

Bagaimana mungkin ia mengorbankan cintanya untuk laki-laki yang tidak ia cintai bahkan ia kenal, Yara masih belum terlalu kenal dengan Akram sehingga ia sedikit ragu untuk menerima lamaran dari laki-laki itu.

Lagi pula, dirinya masih sekolah. Masih kelas 12, menghadapi Ujian Nasional saja belum, masa iya dirinya sudah dihadapkan pada sebuah lamaran.

"Gimana Yar, kamu terima atau enggak lamaran dari nak Akram?" kini ibu nya yang bertanya mengenai keputusan anak gadis nya, karena sejak tadi Ayara hanya terdiam.

DILAMAR(?) [TAMAT]Where stories live. Discover now