Janji

25 1 0
                                    


"Kau sakit apa?" tanya Raya sambil membelai kepala Satria.

"Hanya demam, kepalaku pusing," jawab Satria cemberut sambil menatap Raya. Posisi kepala Satria yang berada diatas paha Raya memudahkan Satria membaca perbedaan raut wajah gadis yang dicintainya itu.

Raya mengangguk. "Lain kali, jangan paksa tante Delima untuk menyuruhku kemari," ucap Raya pelan.

"Kenapa, kamu ga suka ketemu aku?" tanya Satria protes.

Raya menggeleng. "Bukan, kamu kan tahu jika tante ga suka aku," jawab Raya.

"Mama pasti akan suka kamu, dia hanya belum tahu betapa baiknya kamu. Aku sakit karena kangen sama kamu."

Raya terdiam. Satria begitu mencintainya, bahkan menolak makan kalau tidak bertemu Raya.

"Ayo, kamu harus makan."

Raya membantu Satria untuk duduk bersandar pada kepala ranjang, beberapa bantal ditaruhnya dibelakang Satria. Lalu dia mengambil makanan yang ada diatas nakas.

"Ayo, buka mulutnya!" perintah Raya sambil menaikan sendok didepan mulut Satria.

Satria menuruti perintah itu. Baginya Raya adalah satu-satunya gadis yang dimimpikan untuk menjadi istrinya.

"Satria jangan sakit lagi ya."

"Tidak akan, tapi janji jangan tinggalkan aku."

Raya tersenyum tipis. "Aku janji."

***

Raya masih ingat pertemuan pertamanya dengan Satria. Pria yang suka bertindak egois, sombong dan tempramental. Satria datang ke sebuah kafe untuk bertemu dengan salah satu temannya. Namun salah satu pelayan kafe menumpahkan kopi tepat di kemeja mahalnya.

"Apa-apaan ini, kamu tidak punya mata. Kemeja saya kotor gara-gara kamu," tuding Satria pada pelayan perempuan yang menumpahkan kopi ke kemejanya.

"Maaf," ucap pelayan itu dengan takut-takut.

"Mana manajer kamu?" tanya Satria mencari-cari sang manajer. Banyak pengunjung yang memperhatikan mereka.

"Pak, jangan kasih tahu manajer saya"mohon pelayan itu.

"Kamu tahu ga berapa harga kemaja saya? Satu bulan gaji kamu aja ga bakalan bisa beli," hardik Satria kesal.

Raya jengah melihat pria itu marah-marah. Dia menghampiri mereka. "Maaf, mas tolong jangan membentak mbak ini. Tadi saya lihat sendiri kok jika mas yang nabrak mbak ini."

Satria menatap Raya tajam. "Anda jangan ikut campur ya. Ini bukan urusan Anda."

"Jika Anda tidak mempermalukan mbak ini, saya pasti tidak akan ikut campur."

Satria memperhatikan gadis didepannya. Berani sekali gadis itu, melawannya. "Anda harusnya minta maaf pada mbak ini," ucap Raya lantang.

"Aku tak perduli, kemeja saya kotor karena mbak itu." Tunjuk Satria pada pelayan itu.

"Berapa harga kemeja itu, sebutkan saya yang akan membayarnya."

Satria merasa jika gadis itu menghinanya. "Tidak perlu," ucap Satria memilih meninggalkan kafe itu.

Siapa sangka kejadian itu hanya menjadi awal dari pertemuan mereka. Raya bertemu dengan Satria lagi di sebuah toko bunga. Raya berkeliling sambil mencari bunga yang tepat untuk ibunya yang sedang berulang tahun.

Tangannya melihat-lihat koleksi bunga dengan cermat, memilih bunga terbaik. Dia menemukan bunga yang diinginkannya, sampai sebuah tangan juga memegang bunga yang sama.

"Anda," ucap mereka berdua.

Aura permusuhan yang kental menguar dari tatapan mata mereka. "Ini milik saya," ucap Satria.

"Saya yang memegangnya duluan," jawab Raya tak mau kalah.

"Mbak, mas mau beli yang mana?" tanya penjaga floris yang mendatangi mereka berdua.

"Bunga ini," jawab mereka bersamaan.

Mereka saling melotot.

Penjaga itu tersenyum formal. "Kalian beruntung, bunga ini stok terakhir floris kami."

"Saya yang beli duluan," ucap Satria.

"Tidak saya duluan," ucap Raya tak mau kalah.

Penjaga floris kebingungan. "Bagaimana ini, saya bingung. Jadi siapa yang mau beli?"

"Saya," ucap mereka bersamaan lagi.

Penjaga itu mengambil bunga itu untuk mengamankan bunga itu. "Saya akan hias bunga itu, kalian berdiskusilah siapa yang mau membelinya."

Penjaga itu memilih membungkus bunga itu dan membiarkan dua orang itu bertengkar.

"Kau harus mengalah." Pernyataan Satria membuat Raya terbelalak.

Ada ya pria egois macam pria itu.

"Kau saja yang mengalah," balas Raya kesal.

Satria menggeleng. "Tidak, tidak Satria Wirata Mandala tidak akan pernah mengalah."

Raya mendengus. "Namamu sangat tidak satria, tak pantas," cibir Raya.

Satria menunjuk Raya. "Anda."

"Namaku Raya, bukan Anda, Anda."

"Ini bunganya, siapa yang akan membelinya?" tanya penjaga floris itu mengacungkan bunga kearah mereka.

Mereka berdua berpandangan. Kejadian sangat cepat ketika Satria mengambil bunga itu sambil memberikan beberapa lembar uang pada penjaga floris itu.

Raya tersadar. "Satria, kembalikan bunga saya," teriaknya pada Satria yang berlari meninggalkan toko itu.

***

"Satria, sudah tidur?" tanya Delima pada Raya yang sedang menuruni tangga.

"Sudah tante," jawab Raya.

Delima menatap Raya. "Bisa kita bicara sebentar."

Raya mengangguk.

Mereka berbicara diruang tamu. "Dengar Raya, saya membiarkan kamu didekat Satria hanya sampai dia sembuh."

"Saya tahu tante."

"Menghilanglah dari hidup Satria," permintaan Delima yang penuh perintah.

Raya meremas celananya, permintaan yang sebenarnya sudah diperkirakan ."Saya tak bisa tante," ucap Raya.

"Katakan pada saya berapa uang yang kamu inginkan?" tanya Delima merendahkan.

"Ini bukan soal uang, saya sudah berjanji tidak akan meninggalkan Satria."

"Harusnya kamu sadar status kamu dan Satria?"

"Saya sadar, kami adalah dua sisi mata uang yang berlawanan. Saya menghindar selama seminggu saja Satria bisa sakit. Bagaimana kalau saya meninggalkannya selamanya?" tanya Raya dengan nada datar tapi menusuk.

Delima tak mampu membalas perkataan Raya.

"Caranya tidak seperti ini tante. Hanya satu cara memisahkan kami, Satria harus membenci saya. Saya bisa hidup tanpa Satria tapi Satria tidak akan dapat hidup tanpa saya. Jika saya pergi, tante akan menjadi orang yang paling dibenci Satria. Satria tahu hanya tante yang tak merestui kami."

"Apa maksudmu?"

"Biarkan kami bersama, maka saya akan buat Satria membenci saya."

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Mar 22, 2018 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Love Between UsWhere stories live. Discover now