5. Bara, Bara dan Bara

14.3K 1.1K 15
                                    

Sorry nih baru bisa update lagi. Setelah berhasil melawan rasa malas buat nulis, akhirnya aku berhasil ngebuat chapter ini. butuh waktu sekitar 3 minggu buat nulis bab ini. padahal Cuma 3000 an kata loh, tapi malesnya itu kebangetan. Ide ngalir gitu aja sih, tapi ya itu, malesnya nggak nahan.

Pulang kuliah udah sore, ngerjain tugas, nonton drama, dan pada akhirnya males buat nulis. Maaf banget ini loh yang udah nunggu. Diusahain kedepannya bakalan rajin deh. Tapi nggak janji juga.

Apalagi ini lagi masuk midterm season, aku nggak bisa buat fokus nulis.

Maaf ya...

Makasih juga loh yang udah ngevote cerita aku. Kalian luar biasa banget. Vote kalian juga merupakan salah satu penyemangat aku buat ngelanjutin cerita ini. thank you so muccchhhhh loh yaaaa...

Happy reading guys... enjoy my story

**** 

Sore itu kondisi rumah Raina lumayan kondusif. Tak ada kehebohan aneh yang disebabkan oleh keponakan kembarnya. Kejahilan menyebalkan yang selalu Elang berikan. Bahkan Raina tak harus merasa iri dengan kemesraan Bagas dan Tiara yang hampir-hampir membuatnya terkena serangan jantung mendadak.

Intinya, sore itu Raina merasa nyaman. Bahkan Bunda dan Ayah yang biasanya selalu berada dirumah, mendadak pergi entah kemana. Meninggalkan sebuah kesunyian yang sudah lama Raina rindukan.

Setelah sesi curhat dengan Tyas di taman sekolah siang tadi. Raina semakin merasa ketar-ketir. Ucapan seorang Tyas berhasil membuatnya duduk bisu didalam mobil saat Bara menjemputnya sebelum kemudian pria itu pergi untuk melakukan hobi fotografi miliknya.

Dimobil, Bara sempat membuka beberapa percakapan dengan Raina. Yang hanya dijawab Raina dengan anggukan, gelengan, atau bahkan keheningan. Membuat Bara bertanya-tanya tentang kesalahan apa yang mungkin dia lakukan pagi ini. dan hanya diberi respon gelengan pelan bagi Raina. Hingga akhirnya Bara berpikir jika gadis disebelahnya itu sedang dalam mood jelek.

Raina duduk santai di kursi panjang yang diletakkan Ayah dekat kebun sayuran miliknya. Mata Raina menelusuri kebun mungil kesayangan ayahnya itu. tersenyum geli saat mengingat tingkahnya saat Masih kecil.

Dulu, Ayah hobi sekali menyuruh Raina dan Ray untuk berkebun. Merawat dengan baik tanaman penuh manfaat itu. tapi Raina tak menyukai sesuatu yang berbau kotor. Menggali tanah bukanlah hobi Raina. Apalagi saat Ayah menyuruhnya memberi pupuk kandang pada sayuran hijau itu. Raina menyerah. Berlari menjauh hingga membuat Ray terpaksa menangkapnya. Mengangis tersedu agar jangan dipaksa untuk mengambil benda menjijikan itu.

Saat mengetahui sayuran yang sering dimakannya tumbuh dengan dibantu pupuk kandang, Raina kecil mendadak berhenti memakan sayuran. Raina bahkan menolak buah mangga manis yang tumbuh dipojok halaman belakang. Itu semua berkat pupuk kandang menyebalkan itu.

Tapi itu dulu. Saat ketika otak kecil Raina belum mampu menyerap ilmu dengan baik. Semua berubah ketika Raina sudah meMasuki usia 9 tahun. Ketika ia mulai mempelajari dengan baik bagaimana alam yang sebenarnya.

Raina menghembuskan nafas pelan. Merasa konyol dengan masa kecilnya.

Dengan penuh kesadaran, Raina bergegas masuk kedalam rumah. Saat diruang tengah, Raina dapat melihat Elang yang terlihat sibuk. Mulutnya sesekali bergumam. Tak lama kemudian, pria itu melompat kesal sebelum akhirnya kembali duduk di sofa. Remot tv yang digenggamnya mendadak jadi pelampiasan kekesalan pria itu.

" itu bakalan rusak kalo lo teken-teken kayak gitu. ", tegur Raina.

" ntar gue ganti kalo sampe rusak ", balas Elang cepat. Pria itu menatap layar tv dengan datar. Mengganti channel setiap satu detik.

Just MarriedWhere stories live. Discover now