6. Berakhirnya Ujian Nasional

29K 2K 102
                                    

Ujian Nasional sudah berakhir. Semua siswa dan siswi kelas 12 keluar dari ruangan dan berhamburan ke lapangan sekolah. Setelah beberapa hari dipusingkan dengan soal ujian, sekarang kita semua bisa mengembuskan napas lega. Tapi, tentu saja kita semua masih deg-degan karena kita belum dinyatakan lulus. Pengumuman kelulusan akan di umumkan dua minggu lagi.

Hari ini, aku dan teman-teman sekelasku sepakat untuk menghabiskan waktu bersama sampai sore nanti. Dimulai makan-makan terlebih dahulu di Kafe Mawar. Kami semua tidak perlu ribet mengeluarkan uang, karena kami menggunakan uang khas kelas yang tersisa kurang lebih 300 ribu, dan jika kurang ada Bambang yang siap menanggung kekurangannya itu. Bambang memang anak yang terlahir dari keluarga konglomerat. Tak jarang juga dia suka mentraktir teman sekelasnya jika ada uang lebih. Pokoknya dia baik banget deh.

Seperti biasa, aku selalu duduk di dekat jendela besar. Sekarang tidak hanya berdua dengan Widi. Ada Meli, Cica dan juga Citra. Satu meja di sini memang cukup untuk 5 orang.

"Si Bambang memang the best lah. Dia sering banget traktir kita. Nanti mah kalo kita udah keluar bakal kangen sama tuh anak," ujar Meli sebelum meminum strawberry milkshake-nya.

Aku setuju dengan ucapannya. Selain Bambang suka traktir, dia juga suka menolong temannya. Misalnya ketika aku kehilangan pulpen, dia memberi pinjam pulpen miliknya, dan ketika aku akan mengembalikan pulpennya dia bilang tidak usah, katanya buat aku saja.

"Btw, kamu udah daftar kuliah, Lin?" tanya Cica padaku.

"Sudah, Ca," jawabku.

Obrolan itu berlangsung lama. Seperti Meli dan Widi yang akan kuliah di Universitas Negeri yang sama. Kalau Citra dan Cica katanya akan mencari kerja dulu, lalu mereka akan kuliah tahun depan.

"Aahhhh." Aku menjerit saat Fiolyn tak sengaja menumpahkan hot milk chocolate-nya ke jasku. Oh, bukan hanya ke jasku saja, tapi hijab putihku pun terkena minuman coklat itu.

Fiolyn menatapku dengan tatapan bersalah. Ah, entah benar-benar bersalah atau memang drama saja. Aku tak tahu. Tapi aku mencoba berbaik sangka saja, siapa tahu memang Fiolyn tak sengaja dan merasa bersalah.

"Sorry, Lin. Gue bener-bener gak sengaja," sesalnya.

Aku hanya tersenyum. Kemudian aku permisi ke toilet untuk membersihkan noda yang mungkin tak bisa hilang kalau tidak segera dicuci.

Sesampainya di toilet, aku membuka jas almamaterku. Kukira hot milk chocolate-nya tidak akan menembus sampai ke seragam putihku, tapi nyatanya minuman itu tembus ke seragam putihku yang kini sudah berubah warna menjadi coklat.

Aku menatap diriku di cermin. Hijab putihku pun sudah berubah warna menjadi coklat. Memang tidak banyak, hanya di sebelah kiri saja, tapi tetap saja warna coklat itu dapat terlihat dengan jelas.

"Sabar, Lin.. Sabar..."

Sepertinya hari ini aku takkan bisa menghabiskan waktu bersama teman-teman sekelasku. Lebih baik aku langsung pulang saja. Tapi bagaimana mau pulang? Pakaianku saja kotor semua.

Tok! Tok! Tok!

Terdengar suara pintu toilet diketuk. Aku membuka pintu itu. Ketika pintu dibuka, ternyata itu Haikal yang sedang menggendong gadis kecil yang mungkin usinya baru 4 tahun. Oh, jangan bilang kalau dia sudah menikah?! Eh, lagian kenapa kalau dia sudah menikah? Toh, itu kan haknya. Apa urusanku coba?

Pria itu menyodorkan kantong belajaan ke arahku, membuat dahiku mengernyit bingung. "Ini apa?"

"Ini isinya jaket sama hijab. Kamu pakai! Kamu itu memang hobi ya ditumpahi minuman sama orang," katanya.

Pendamping HidupkuTahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon