9. Sah

34.6K 2.2K 125
                                    

Aku memeluk tubuh Ayah yang sedang santai membaca koran di kursi kayu yang berada di depan teras rumah.

"Kenapa, Kak?" Ayah menghentikan aktivitas membaca korannya. Dia mengusap-usap kepalaku yang tertutup hijab navy.

"Kakak sedih..."

"Sedih kenapa? Coba cerita sama Ayah. Siapa tahu Ayah bisa menghibur kamu."

Aku melepaskan pelukanku. Lalu menatap wajah Ayah yang sudah tak muda lagi. Tapi jujur, wajah Ayah masih tampan menurutku. Hehe.

"Yah, gimana cara menghadapi orang yang membenci kita? Kakak sedih saat ada orang yang terang-terangan bilang tak suka sama Kakak."

"Yang pertama sabar."

"Lalu?"

Ayah menatapku dengan tatapan tenangnya. "Tergantung apa sebab awalnya dia tak suka.. bisa saja ada kesalahan dari diri kita, maka sudah seharusnya meminta maaf.. koreksilah diri pribadi kita dulu..."

"Karena sejatinya yang namanya hidup pasti ada yang suka dan ada yang tidak suka. Lebih baik di benci dalam kebenaran daripada disukai dalam keburukan. Husnudzon terus, karena dibalik masalah apapun Allah akan memberikan hikmah pembelajaran dalam kehidupan."

"Tapi Kakak gak tahu salah Kakak apa, Yah. Dan Kakak merasa bahwa Kakak tak memiliki masalah apapun sama dia."

"Coba tanya salah Kakak apa. Mengapa dia bisa tak suka sama Kakak. Jangan Kakak diam saja, karena itu tak akan menyelesaikan apa yang terjadi di antara Kakak dan dia. Jagalah silaturahmi..." Ayah memberi jeda. "Meskipun kita tidak salah, tapi ukhuwah hubungan baik antar manusia harus tetap dijaga. Paham?"

Aku mengangguk. Kupeluk tubuh Ayah yang selalu membuatku merasa nyaman. Aku sangat bersyukur memiliki pria hebat seperti Ayah.

"Kakak sangat sayang Ayah," ucapku.

"Ayah pun sangat-sangat menyayangi Kakak." Ayah mencium puncak kepalaku. Rasanya aku tak mau berpisah dengannya, mengingat sebentar lagi aku akan menikah dengan Mas Haikal.

***

Hari yang ditunggu Halinka dan Haikal akhirnya tiba juga. Di mana Haikal akan mengucapkan ikrar suci dengan menggenggam tangan ayah Halinka.

Tepat pada pukul 8 pagi, Haikal sudah berada di masjid al-falah. Bahkan sekarang dia sedang menggenggam tangan ayah Halinka. Yang datang ke masjid tidak terlalu banyak, hanya sanak keluarga dan tetangga dekat saja.

Rasa gugup tiba-tiba menyelimuti Haikal, saat kalimat ijab sudah diucapkan ayah Halinka.

"Saya terima nikah dan kawinnya Halinka Nazmin Mahveen binti Latif Mahveen dengan mas kawin tersebut di bayar tunai." Haikal mengucapkan akad qobul itu dengan satu tarikan napas.

"Sah?"

"Sah!"

Sahutan alhamdulillah terdengar jelas di telinga Haikal, membuat rasa gugup yang sedari tadi Haikal rasakan tergantikan dengan perasaan lega. Dia benar-benar tidak menyangka, bahwa sekarang statusnya sudah berubah. Sudah menjadi suami dari Halinka Nazmim Mahveen, gadis yang selalu mencuri perhatiannya sejak pertama kali berjumpa.

"Aku percayakan putriku padamu, Nak," ucap ayah Halinka dengan perasaan penuh haru.

Siapa yang tak terharu, ketika putri kesayangannya akan berpindah tanggung jawab kepada pria lain. Tapi itu membuatnya lega, karena tugasnya telah selesai.

"Terima kasih, Om. Saya akan menjaga dan mencintai Halinka dengan setulus hati saya."

"Ayah. Jangan panggil Om!" tegas ayah Halinka.

Pendamping HidupkuWhere stories live. Discover now