Wattpad Original
Há mais 4 capítulos gratuitos

Bab 3 - Decision

128K 7.1K 41
                                    

"Barusan kakak bilang apa?" tanya Artana. Tubuhnya bergetar ketika mendegar kalimat yang dilontarkan kakaknya kepada perawat. Dia berharap dia salah mendengar.

Luna mendekat kepada adiknya, berusaha meraihnya. "Dengerin kakak—"

"Kita baru ditinggal Ayah!" jerit Artana. Air matanya berjatuhan. Dia tidak peduli semua orang di bangsal yang sama menyuruhnya untuk tidak berisik.

"Tana—"

Artana melepaskan cengkeraman tangan kakaknya di bahunya dan berlari menuju ranjang ibunya. Irham baru saja akan berdiri menyusul ketika mendengar kakak keduanya menjerit. "Kenapa kak?"

"Kak Luna mau bunuh ibu!"

"Tana!"

"Apa?" Irham menatap Luna dengan gusar. "Kakak jangan bercanda!" bentak adik bungsunya.

"Dengerin Kakak dulu," ucap Luna pelan. Dia mulai menangis lagi. "Kakak tau ini sulit, tapi kita udah ngasih ibu kesempatan terlalu lama, sampai kita bahkan kehilangan ayah. Kalian ngerti nggak, sih?"

"Jadi maksud kakak, Ayah meninggal karena mertahanin ibu di rumah sakit ini? Iya?"

Luna tidak menjawab. Dia tidak seharusnya berpikir seperti itu, tapi dia tidak ingin kehilangan lagi. Sejak awal, ibunya lah yang semestinya pergi. Maka mungkin sekarang ayahnya akan tetap bersama mereka, bukan?

Sekarang, mereka sudah kehilangan ayah. Dan mereka juga tidak tahu apa ibu mereka akan kembali.

"Lebih baik kita kehilangan mereka sekaligus," kata Luna, lupa diri, terlalu putus asa.

"Kakak!" Irham memukul pundak kakaknya.

"Kakak udah nggak bisa kehilangan siapa pun setelah ini, Kakak juga sedih, tapi kita bakal ngulang lagi kematian ayah kalau terus mertahanin Ibu!" katanya frustrasi.

"Oh, jadi Kakak takut? Kakak takut Kakak harus kerja keras kayak Ayah demi ibu dan akhirnya mati kelelahan? Gitu?" Artana selalu tahu cara untuk menohok hatinya.

"Jaga bicara kamu, Tana," bentak Luna. "Kamu itu masih kecil, kamu nggak ngerti apa-apa soal hidup ini. Bukan berarti kakak nggak mau berjuang buat Ibu, kalau aja Ibu punya tanda-tanda bakal balik sama kita, Kakak gak usah pikir dua kali buat berjuang. Kakak cuma nggak mau ngelakuin hal yang sia-sia, paham?" Air matanya terus mengalir ketika dia harus memberitahu adiknya.

Artana menatapnya nanar. "Kakak nggak percaya Ibu bakalan balik sama kita? Kalau gitu, aku aja—"

"Jangan naif kamu, Tan!" sergah Luna lagi. Artana berhenti berbicara. Irham bahkan sama sekali tidak ingin bicara, dia takut, dia baru saja memukul kakak sulungnya tanpa sengaja.

"Kalau Kakak nggak mau berjuang buat Ibu kayak ayah, biar aku, Kak. Aku bakal berhenti sekolah demi ibu. Karena aku percaya ibu akan kembali ke kita." Artana berkata final.

---

Arluna Prastika.

Luna membaca namanya sendiri di tanda pengenal sebuah pub tempatnya bekerja sebagai pelayan. Dia memang lulusan SMK, dia punya keahlian di bidang administrasi. Tapi, sekolahnya bukan sekolah bagus, melamar pun, dia akan tertendang oleh lulusan sekolah lain atau yang lebih tinggi, dia terlempar dari para sarjana muda.

Dia bisa apa dengan gaji pas-pasan sebagai pelayan bar? Sementara dirinya juga telah dihantui rasa takut kalau harus bekerja seperti ayahnya, lalu mati meninggalkan adik-adiknya. Dia takut bahwa pada akhirnya ternyata dia harus menjual ginjalnya, dan belum tentu ibunya akan kembali.

Luna meraba tasnya, tempat uang sisa pemakaman yang tadinya akan ayah bayarkan untuk ibu. Dia bahkan tidak ingin menggunakan uang itu sepeser pun dan dia tidak tahu untuk apa uang itu sekarang. Dia masih bimbang antara mempertahankan ibunya atau melepaskannya.

Surrogate WifeOnde as histórias ganham vida. Descobre agora