Chapter 13.5

2.8K 374 62
                                    

Mingyu akan menikmati setiap takdir yang ia tulis, baik senang ataupun sedih. Tapi, bersama Jeonghan, hanya ada senang dalam takdir yang dituliskannya.

Hal itu adalah sebuah harapan, dalam artian perasaan berupa ekspektasi dan keinginan atas sebuah hal untuk terjadi. Atau justru yang terjadi padanya adalah mimpi semata? Di mana Mingyu mencita-citakan sesuatu yang sulit atau bahkan tidak mungkin untuk dicapai. Rasa-rasanya, pengertian kedua berlaku pada hidupnya kini.

Senang yang dirasakannya bersama Jeonghan nyatanya bersifat temporer semata. Laki-laki tercantik di matanya itu mulai terlepas dari genggamannya. Mingyu harusnya menyadari sejak awal bahwa usaha untuk mencintai Jeonghan adalah percuma. Bagaimanapun rasa benci yang diutarakan Jeonghan untuk soulmate-nya, ia akan selalu kembali pada laki-laki itu, apapun yang terjadi. Adalah takdir, mereka tercipta untuk satu sama lain, Mingyu tak akan pernah bisa menggantikan posisi soulmate bagi Jeonghan.

Waktu Jeonghan untuknya tak lagi seperti dulu, Mingyu tak dapat menemuinya tiap akhir pekan. Ia hanya dapat menganggu Jeonghan di café, sekedar duduk di pojok ruangan dengan kopi ataupun cokelat hangat sembari memandangi senyuman Jeonghan di balik counter. Kekasihnya itu akan duduk di hadapannya selama beberapa menit, membahas hal remeh, dan meninggalkannya kembali untuk berkutat di dapur.

Pelukan yang diberikan Jeonghan tak lagi sehangat dulu. Kini, hanya sepersekian detik tubuh yang dulu kerap berada di bawah kungkungannya berada dalam dekapan. Tangannya akan memberikan tepukan di punggung Mingyu sebelum melepaskan diri dari kehangatan tubuhnya. Pelukan itu, kini dialamatkan Jeonghan pada laki-laki yang bukan dirinya.

Mingyu tak bermaksud membuntuti Jeonghan, sungguh. Hanya saja, Mingyu mendapati mobil Jeonghan keluar dari komplek apartemen ketika ia akan berkunjung di Sabtu pagi. Rumah dua lantai yang menjadi tujuan Jeonghan terletak cukup jauh dari apartemen. Rumah itu berukuran cukup besar dengan halaman dan tempat parkir untuk dua mobil. Jeonghan memarkirkan mobilnya di sebelah mobil SUV mahal berwarna hitam, seolah telah berulangkali meninggalkan mobilnya di sana.

Seorang laki-laki telah terlebih dahulu menghampirinya dari dalam rumah sebelum Jeonghan sempat melangkah turun dari mobil. Laki-laki yang mengenakan kaus dan celana training berwarna hitam itu melebarkan tangannya, kemudian Jeonghan masuk dalam pelukannya sepersekian detik setelah keluar dari mobil. Senyum yang diberikan Jeonghan adalah murni kebahagiaan, begitu pula yang terpancar dari wajah laki-laki yang dipeluknya.

Merupakan soulmate Jeonghan, status laki-laki itu diyakini Mingyu. Tak terbantahkan, kekasihya itu tak mungkin bermain api, karena pada akhirnya semua orang akan berkasta sama dengannya. Hanya soulmate seorang yang berarti, sementara yang lain hanyalah sosok-sosok tak memiliki andil dalam hidup Jeonghan. Dari awal Mingyu sadar akan hal itu, ia tak akan penah memenangi sosok soulmate bagi kekasihnya.

Ada sedikit rasa sakit dalam hatinya kala itu, seperti dikhianati, meski pada kenyataannya, justru dirinyalah yang membawa Jeonghan pada posisi itu. Mingyu menutup mulutnya rapat-rapat, takut kehilangan adalah perasaan tulus yang diberikannya pada Jeonghan. Bahkan ia menutupi kenyataan, melindungi kekasihnya dari amukan sosok kakak dalam diri Lee Jihoon.

Menawarkan diri untuk menemani Jeonghan menjalani pengobatan di Jepang adalah salah satu cara menghabiskan waktu sebelum kekasihnya benar-benar terlepas dari genggaman tangannya. Ekspresi lega dan terimakasih yang dipancarkan Jihoon telah diduganya, namun rasa terkejut yang diberikan Jeonghan tak pernah sekalipun terbayangkan olehnya.

Kecewa, namun Mingyu tetap memanfaatkan keadaan yang diberikan kepadanya. Ia memeluk Jeonghan dalam tidurnya, memberikan kecupan sayang di kening. Mingyu tak lagi dapat mengecup bibirnya, laki-laki berambut panjang itu selalu menghindar, dan bibirnya akan bersentuhan dengan pipi sebagai gantinya. Jeonghan memang tak pernah berkata apapun, namun tanpa melakukan hal itupun, Mingyu sadar bahwa rasa cinta milik Jeonghan tak lagi dialamatkan padanya.

Kata TakdirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang