Through The Night [ 2 ]

2.6K 375 32
                                    

Jungkook menatap lekat wajah perempuan di hadapannya yang terlihat resah. Tampak cekungan di bawah mata Yerim, pertanda jika insomnia menyerang setiap malam.

"Apa kekasihmu tahu?"

Yerim menggeleng pelan. Sudah cukup ia menangis berhari-hari meratapi dosa besar yang telah ia lakukan bersama Jungkook.

"Kita akan ke dokter, memastikan jika kau benar-benar hamil."

Yerim menegakkan kepalanya, menatap wajah Jungkook yang juga tampak sama bingungnya.

"Aku tahu posisi ini sulit, tapi aku ingin memastikan jika janin yang kau kandung benar adanya."

"Kau tidak percaya?" Sela Yerim.

"Bukan itu," Jungkook mengusap wajahnya, kasar.

"Bagaimana kita mengatakan ini pada orang lain? Kekasihmu, kekasihku, keluarga kita?" Jungkook bergumam kecil, sesekali menggigit bibir.

Yerim terdiam menatap Lelaki Jeon di hadapannya, ia telah mengantisipasi jika ini terjadi. Ketidaksiapan Jungkook menerima kehadiran janin di dalam perutnya.

"Kau tidak menginginkannya?" Suara Yerim memelan.

Jungkook masih terdiam, pikirannya kalut. Pernikahan lima bulan lagi yang harus ia jalankan terancam pupus.

"Aku tahu ini akan sia-sia...," Yerim berdiri, mengambil tas, kemudian berjalan menjauh dari Jungkook yang masih terdiam kaku.

"Aish!!" Pekikkan Jungkook yang mampu didengar Yerim tatkala ia keluar dari apartemen lelaki itu.

------

Yerim menatap rintikan hujan yang semakin deras. Tidak berniat sedikitpun untuk beranjak dari bangku taman yang ia duduki sejak tiga jam yang lalu. Berharap buliran hujan membantunya menghapus rasa sakit, rasa bersalah, perasaan terabaikan yang telah Jungkook berikan padanya.

Yerim rela menerima kemarahan kekasihnya yang tiba-tiba ia putuskan tanpa alasan jelas, karena tidak mungkin dirinya memaksa Jihoon menikahi ketika ia mengandung janin lelaki lain.

Akhirnya yang bisa Yerim lakukan hanya meraba perutnya perlahan. "Nak, sekarang hanya akan ada kita berdua. Bertahanlah sayang."

------

"Kulihat Kim Yerim tampak semakin tirus akhir-akhir ini."

"Hem, apakah dia sakit, Kook?"

Jungkook menghentikan jemarinya yang menari-nari di atas kertas desain, konsentrasi yang ia pertahankan mati-matian pupus seketika. Ia sangat amat menyadari perubahan sikap perempuan itu. Sikap diam yang dipertahankan ketika bersamanya.

Jungkook bukan seorang lelaki yang tidak bertanggung jawab, ia masih memerlukan waktu untuk memikirkan bagaimana menyelesaikan yang harus diselesaikan. Hubungannya yang terhitung bulan harus ia pertanggungjawabkan. Bagaimanapun ia telah bersama Shim Rinna lebih lama daripada bersama Yerim. Dirinya tidak bisa begitu saja melepas Rinna dengan rasa sakit hati jika gadis itu mengetahui dirinya telah menghamili Yerim.

"Eh, Kook. Lihat!" Hyeri menyenggol lengan Jungkook tatkala Yerim berjalan melewati ruangan mereka, terlihat sedikit limbung.

"Kudengar ia tidak lagi bersama Jihoon."

Jungkook bergeming, bibirnya kelu melihat kenyataan jika Yerim juga menderita. Egois memang jika ia hanya mementingkan perasaan Rinna tanpa mempedulikan jika Yerim jauh lebih menderita dengan kondisi ini. Perut perempuan tersebut akan semakin besar nantinya, kehamilan yang tidak akan bisa disembunyikan.

"Hei, mau ke mana?" Hyeri menatap tubuh Jungkook yang tiba-tiba beranjak dan meninggalkannya.

"Tolong rapikan mejaku." Jungkook seperti tergesa, tubuhnya menghilang tanpa sempat Hyeri menjawab.

Them - A Short StoriesWhere stories live. Discover now