Through The Night [ 4 ]

2.5K 364 36
                                    

Yerim berjalan pelan memasuki butik pakaian anak-anak. Jungkook kembali bertugas ke luar kota. Karena hari hujan, ia memutuskan untuk mengunjungi butik pakaian anak-anak di sebuah pusat perbelanjaan bersama sang ibu. Jungkook selalu meminta Ibu Kim menemani Yerim ketika istrinya itu sendiri di rumah, dan sepertinya ibu dan ayah tidak menolak permintaan menantu yang perlahan berhasil merebut hati keduanya. Namun tidak dengan Yerim, atau belum tepatnya.

"Permisi, bisakah anda mencarikan model ini dengan warna lain?" Pinta Yerim pada salah seorang pelayan.

"Baik. Silakan menunggu, Nyonya."

Yerim duduk perlahan, tangan kanannya memegang pinggang. Satu minggu menjelang persalinan, ia semakin sering merasakan tendangan dari dalam perut. Dokter menyarankan Yerim untuk beristirahat dan sama sekali tidak mengkonsumsi garam untuk menghindari kakinya yang bengkak dan tekanan darah yang tidak kunjung normal.

"Setelah ini kita pulang sayang, ibu tidak ingin kau capai."

Yerim mengangguk pasrah. Sejak mereka menginjakkan kaki di tempat parkir pusat perbelanjaan, kepalanya mulai pening, keringat dingin mengucur dengan sendirinya melewati pelipis padahal suhu udara cukup dingin di dalam butik.

"Jihoon-ssi?" Sayup-sayup Yerim mendengar suara sang ayah menyapa seseorang di luar butik.

Jihoon oppa?

Seketika itu juga dada Yerim berdetak lebih kencang, menatap dalam diam kehadiran Jihoon yang merupakan staf marketing tempat ia berada saat ini. Jihoon masih terlihat sopan menyambut sapaan Ayah Kim.

Yerim mengeram kecil tatkala melihat Jihoon tersenyum. Senyuman yang tidak pernah ia lihat semenjak dirinya memutuskan hubungan mereka tujuh bulan yang lalu tatkala ia menyadari ia hamil. Kembali rasa bersalah menyeruak tatkala Jihoon menghampiri Yerim, laki-laki itu mengulurkan tangan kanan dan memberi selamat atas kehadiran bayi yang sebentar lagi akan terlahir.

Demi Tuhan, Yerim sangat ingin memeluk Jihoon. Melepaskan segala keluh kesahnya selama ia hidup bersama Jungkook. Perasaan kecewa, menyesal, terkungkung dalam rasa bersalah, serta perasaan lainnya yang ia tidak dapat artikan, tidak terceritakan.

Yerim sangat ingin terlepas dari semua ini. Terlepas dari perhatian Jungkook, terlepas dari rasa bersalahnya pada Rinna dan Jihoon, terlepas dari keterikatannya akan pernikahan. Namun di balik itu semua, ia masih bertahan hingga bom waktu itu akhirnya meledak.

"Kau tampak pucat, Yerim-ssi?"

Jujur, Yerim ingin menangis ketika Jihoon memanggilnya dengan panggilan formal, membuatnya tersadar jika Jihoon telah membangun dinding tinggi diantara mereka.

"Aku tidak enak badan." Yerim berusaha tersenyum, berkebalikan dengan hatinya yang remuk redam.

"Jaga kesehatanmu, tidak baik ibu hamil kelelahan menjelang persalinan."

Yerim mengangguk lagi, menerima dengan rasa pedih kelapangan Jihoon.

"Baiklah, saya tinggal, Tuan Kim, Nyonya Kim."

"Jaga diri, anak muda. Sampai ketemu lagi." Ayah Yerim sangat tahu bagaimana bersikap. Baginya, melihat mantan calon menantu yang bertemu dengannya tampak baik-baik saja sudah cukup. Setidaknya sang putri tidak perlu merasa bersalah. Jihoon tampak bahagia. Ditambah, laki-laki itu ternyata berjalan bersama seorang wanita elegan yang menunggunya di luar butik.

"Kau baik-baik saja, Rim?" Ibu Kim peka, ia melihat sesuatu terjadi pada putrinya.

Yerim mengangguk, perlahan ia mengambil baju yang sedari tadi dipegangnya. Aku baik-baik saja. Pikirnya. Tapi sayang tidak sejalan dengan tubuh yang kian berpeluh.

Them - A Short StoriesWhere stories live. Discover now