(s a t u)

144 19 0
                                    

"Kamu tau harus sampe di kampus jam berapa?" Tanya seorang kakak tingkat sambil menatap Alfie dengan sinis.

Dengan tenang Alfie menjawab, "jam setengah 6, kak."

"Sekarang jam berapa? Gak punya jam ya kamu dirumah?!" Tanyanya lagi dengan suara yang meninggi.

Alfie hanya terdiam karena dia tau kalau dia menjawab maka kakak tingkat ini akan semakin membabi buta.

"Keluarin perlengkapan kamu."

Alfie pun menuruti, ia menurunkan tasnya lalu mengeluarkan semua barang-barang yang diintruksikan. Si kakak tingkat pun mulai mendata barang-barang Alfie sambil menggeledah tasnya.

"Bawa hape?"

"Enggak, kak."

"Dompet?"

"Enggak juga."

Si kakak tingkat pun memasukkan lagi barang bawaan Alfie, "kamu liat kating disana?" Ucapnya sambil menunjuk salah satu kakak tingkat cowok yang berdiri didepan pintu gerbang. "Kamu bilang ke dia 'siap lengkap, bang.' Abis itu nanti dia bakal nunjukkin jalan." Alfie mengangguk patuh lalu mengikuti intruksinya.

Dengan langkah gontai Alfie menghampiri kakak tingkat yang dimaksud. Sesampainya disana, Alfie hampir saja teriak kegirangan jika tidak ingat sedang ada dimana dia sekarang.

Kating yang dimaksud itu, adalah Fachri.

Ekspetasinya adalah Fachri akan menyapanya dengan senyum sesendu lembayung senja seperti terakhir kali mereka bertemu. Tapi, semua itu hanya ekspetasinya.

Kenyataannya sangat pahit.

"Kenapa kamu diam aja di situ?" Fachri bicara padanya dengan nada ketus yang berbeda 180° dengan Fachri yang ia temui terakhir kali.

Dia yang ketemu gue kemarin itu ilusi atau nyata sih? Batin Alfie keheranan.
Sadar dengan apa yang ia lakukan sekarang akan memancing kemarahan orang di depannya, lebih baik ia diam dan mengikuti tata tertib yang sudah ditetapkan.

"Siap bang, lengkap."

Yang diajak bicara hanya melirik tanpa minat, "baris disitu." Dan itu adalah kalimat terakhir yang Alfie dengan dari seorang Fachri di hari pertamanya.

Tanpa Alfie tau, didalam hati Fachri merasa semangat karena bertemu Alfie disini. Dia kira akan sangat susah menemukan Alfie diantara ribuan mahasiswa baru, tapi ternyata takdir sedang berpihak padanya hari ini. Fachri harus menahan untuk menyapa dan memberikan semangat pada Alfie saat ini sampai hari terakhir orientasi mahasiswa.

Iya, Fachri memang sengaja memberitau semua alat dan bahan untuk kebutuhan OSPEK kepada Alfie dengan alibi barang-barangnya sama persis seperti saat dia menjadi calon mahasiswa baru, padahal semuanya jauh berbeda. Entah apa yang ada di pikiran Fachri saat itu, dan jika teman-temannya tau Fachri membocorkannya mungkin saat ini dia tidak akan berdiri didepan Alfie dengan ekspresi garangnya.

®®®

Kesal.

Moodnya benar-benar hancur hari ini.

Semuanya karena Fachri.

Apa sih maksudnya dia? Kemarin bersikap baik sampai Alfie enggan memalingkan wajahnya dari senyuman indah itu. Tapi hari ini? Fachri seperti bukan Fachri.

Apa itu kembarannya ya?

"Apa sih, Fie. Dia bukan siapa-siapa lo. Dia baru kenal sama lo kemarin, jadi gak usah lebay." Ucapnya pada diri sendiri sambil mengikat tali sepatunya setelah menunaikan sholat dzuhur.

Alfie pun berdiri bergegas menuju kelompoknya lagi. Namun tiba-tiba seseorang menghampirinya, "dari FIP juga ya?" Tanyanya ramah.

Alfie yang kebingungan pun hanya menganggukkan kepalanya pelan.

"Gue Amel. Oh iya, lo jurusan apa?" Tanyanya sambil mengulurkan tangannya pada Alfie. Mau tidak mau Alfie pun membalas uluran tangan itu, "gue bahasa inggris."

Amel membelalakkan matanya lebar, "wah sama dong. Gue juga bahasa inggris. Btw nama lo siapa?"

"Gue Alfie."

"Oh Alfie, gue dari kelompok 4 nih, kalo lo?"

"Gue 8."

Dan percakapan itu terus berlanjut hingga para panitia memberikan intruksi peserta untuk segera berbaris bersama kelompoknya.

"Oh iya Alfie, nanti gue minta line lo ya!" Ucap Amel kelewat bersemangat. Alfie pun membalasnya dengan anggukan pelan.

Alfie pergi menuju lapangan dimana kelompoknya berbaris. Disana sudah banyak panitia yang berkumpul untuk menertibkan para peserta salah satunya adalah Fachri. Dia berdiri di pinggir lapangan dengan tangan bersedekap didepan dada. Seseorang yang berpakaian sama dengannya menghampiri dan membisikkan sesuatu. Dan tiba-tiba Fachri melihat kearahnya dengan tatapan itu lagi.

Tatapan saat pertama kali mereka bertemu.

Tatapan yang membuat Alfie tak bisa melupakannya sampai hari ini.

Mereka sempat bertemu mata sebelum akhirnya Fachri harus pergi dari lapangan dan Alfie yang menuju kelompoknya.

Sampai saat ini Alfie masih bertanya-tanya, apakah Fachri memang selalu seteduh itu saat menatap seseorang? Ataukah hanya Alfie yang ditatap seperti itu?

Alfie menggelengkan kepalanya kuat-kuat berusaha menghilangkan Fachri dari pikirannya.

Lagian belum tentu dia mikirin gue. Batin Alfie dalam hati.

O-oh. Alfie tidak tau saja.

Fachri sedang memikirkannya saat ini, sambil melihatnya dari sudut lapangan yang berbeda dengan tatapan seteduh lembayung senja.

®®®

Mr. Ngantuk [On Hold]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang