41| Kehilangan Paling Sakral

54.8K 7K 2.1K
                                    

Part ini dipersembahkan untuk semua pembaca #AboutForever, baik yang tergabung di Naders atau tidak.

Terima kasih sudah bertahan sejauh ini.

—————

I love her

and that's the beginning,

and end of everything.

(F. Scott Fitzgerald)

⏱️

"Nah, kalau gini kan enak dilihatnya," Lea berujar riang, seraya meletakan waslap yang sejak tadi ia gunakan untuk membasuh wajah Kenandra.

Mereka sudah kembali ke kamar perawatan, dan Kenandra dengan patuh mengikuti semua instruksi dari Azalea untuk mengganti baju. Meski Lea sudah menyadari siapa yang ada di hadapannya, namun mereka masih bersikeras untuk berpura-pura.

Kenandra tak kunjung melepas topengnya, maka dengan cermat Lea hanya mengikuti perannya.

Seperti seorang ibu yang tengah mengurus anaknya, Lea mengelap wajah Kenandra, lantas menyapu kulit pualam itu dengan ibu jarinya. Belaiannya lembut, membuat Ken tak bisa menahan lekukan bibirnya.

"Saya senang kamu membasuh wajah saya seperti ini," ujar Ken lembut. Lea terseyum seraya meletakkan waslap di pinggir nakas.

"Saya juga suka setiap—," kalimat yang telah siap meluncur dari bibirnya terhenti karena Ken  yang tiba-tiba menarik pergelangan tangannya. Pemuda itu menjatuhkan tubuh Lea di sampingnya.

"Kamu harus pulang malam ini? Nggak boleh nginep aja?" tanya Ken membuat tawa Lea langsung berderai.

"Ngaco kamu! Papa bisa ngamuk kalau tahu anak perempuannya nginap di kamar rumah sakit laki-laki."

Ken menghembuskan napas kecewa, lantas menatap Lea lamat-lamat. "Kalau gitu, di sini dulu sebentar, saya perlu ngeliat wajah kamu lebih lama."

"Kenapa begitu?"

Karena ini terakhir kalinya gue bisa lihat wajah lo. "Biar saya bisa mimpi indah nanti malam."

Lea merapatkan bibirnya, sehingga senyum getir terbentuk di sana. "Boleh, tapi ada syaratnya."

"Apa?"

"Setelah saya pergi, harus istirahat." Atau mungkin pergi selama-lamaya.

Ken bergeming, tapi Lea tahu apa jawabannya.

Lea mengulurkan tangannya, ibu jarinya bergerak menyusuri wajah Kenandra, sebaik mungkin merekam sinar mata yang pemuda itu punya.

"Jangan ditutup matanya," kata Lea parau. Karena ketika lo menutupnya, gue nggak tahu, kemana lagi sinar mata itu harus gue cari.

Ken menuruti keinginan Lea, matanya menatap lurus ke arah gadis itu. Sebagai konsekuensinya, mereka berdua harus berusaha lebih tegar. Ketika lensa Lea memantulkan wajah miliknya, Ken tahu bahwa ia sudah kalah. Ia sudah gagal berpura-pura. Kekalutan itu terlalu transparan terbentang dalam matanya. Luka dan kepedihan mencuat tak ada habisnya.

About ForeverTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang