Chapter 2

50.6K 2.8K 30
                                    


Assalamu'alaikum
Ternyata menulis banyak kendala ya 😅
Gak bisa bayangin penulis yang udah punya banyak karya..
Hari ini aku coba lanjutkan, semoga kalian suka 😀

***

Selepas magrib seperti biasa Afra menghabiskan waktu dengan mengaji, membaca untaian kalimat suci penenang hati. Semakin engkau banyak membaca dan memahaminya maka semakin terasa kau dekat dengan Nya.

Bapak masuk kamar Afra dan duduk mendengarkan suara merdu sang putri dalam diam. Hingga lembar kelima akhirnya Afra menutup bacaan dengan doa.

Afra mencium punggung tangan Bapak, dan beliau pun tersenyum teduh.

"Bapak ada apa? Sudah makan?" Tanya Afra.

"Belum, nunggu kamu dek sama kakak. Di kerjaan tadi kamu gimana?"

"Alhamdulillah pak, hari pertama lancar."

"Bapak sempat kuatir, rumah sakit kamu bolehin pake jilbab dek?"

"Boleh pak, orang disana juga banyak yang pakai hijab tapi harus pakai seragam dan rapi."

"Alhamdulillah.. pasti yang punya orangnya baik ya dek. Nggak pilih-pilih karyawan padahal taraf internasional."

"Sapa bilang pak ga pilih-pilih, kalo nggak gitu berarti Afra bukan pilihan terbaik dong." Kata Afra dengan senyum percaya diri.

"Kamu tuh ya pede banget dek, ketemu jodoh baru mati kutu nanti."

"Ih.. bapak doanya yang baik napa. Tapi bapak nanti jangan kesepian ya kalo Afra dan kakak semakin sibuk kerja." Sejenak nafas Afra seperti ada yang mengganjal, karena ia sangat tau bagaimana akan kesepiannya bapak seorang diri di rumah.

"Dek bapak butuh bantuan. Adek mau bantuin bapak?"

"Bantu apa pak?"

"Bapak bingung gimana ngomongnya sama kakak. Dulu delapan tahun yang lalu teman bapak pernah datang kesini melamar kakak untuk anaknya. Tapi karena waktu itu kakak belum mau akhirnya bapak tolak halus. Ternyata kemarin teman bapak itu kesini lagi dan menanyakan ulang."

"Wah ajaib pak, jaman sekarang nunggu lamaran sampai delapan tahun? Orangnya kayak apa pak?"

"Yang jelas teman bapak keluarga baik."

"Baik juga rumahnya, mobilnya, rekeningnya nggak pak." Kata Afra sambil nyengir kuda.

Bapak berdiri dengan tersenyum, berlalu dengan mengacak rambut Afra.

"Iya lah.. Ayo sudah dek kita makan dulu, mungkin kakak sudah menunggu."

Ternyata memang benar kak Alma sudah duduk di meja makan. Sedangkan makanan sudah tersaji dengan rapi setelah Afra menyelesaikan masakan sepulang dari rumah sakit.

"Ada apa dek? Kamu kok senyum nggak jelas." Tanya kak Alma.

"Nggak ada apa apa kak, baru aja dapat wangsit. Ada pangeran bermobil mau ambil kakakku yang cantik." Kata Afra.

"Ish.. waktunya makan ayo jangan ngelantur dek."

Hampir satu jam waktu mereka habiskan makan malam dengan ngobrol santai.

***

Keesokan pagi dirumah sakit Afra langsung mendapat tugas untuk mengunjungi pasien kebangsal, dia harus membuat pemantauan terapi obat pasien selama rawat inap.

Apakah mudah, oh.. tidak sulit sekali ketika engkau harus membaca perkembangan pasien dari catatan perawat, menelaah advice dokter, lalu membandingkannya dengan hasil laboratorium, radiologi atau pemeriksaan penunjang lain.

Tapi ini dunia Afra, ini pilihannya dan ia sangat mencintai dunia farmasi. Karena melalui pengetahuan obat ia bisa membantu banyak pasien. Ia bisa memberikan informasi kepada tenaga kesehatan lain terkait obat.

Kadang sering terlintas pertanyaan mengapa apoteker tidak se familiar profesi dokter dan perawat? Karena dulu apoteker berada dibelakang layar untuk memastikan pasien mendapat obat dengan tepat.

Paradigma sekarang beralih apoteker juga harus berpartisipasi dan bekerja sama dengan tenaga kesehatan lain, untuk meningkatkan keamanan dan keselamatan pasien.

Saat berkutat dengan catatan medis pasien yang menumpuk, Afra dikejutkan oleh mbak Ranti.

"Afra nanti siang dipanggil keruangan pak Mikha." Kata mbak Ranti.

"Ada apa ya mbak?"

"Yah dengerin aja nanti yang disampaikan pak Mikha. Oke!" Jawab mbak Ranti.

"Oke mbak ini kerjaan juga kurang dikit kok."

***

Tok tok.
Suara pintu ruangan pak Mikha diketuk Afra.

"Masuk." Kata pak Mikha dari dalam.

Afra masuk ruangan sambil bibirnya komat kamit beristigfar, meredam gemuruh jantung karena belum mengetahui apa gerangan yang membuat ia dipanggil oleh kepala instalasi nya.

"Sudah santai saja, duduk lah." Kata pak Mikha setelah tau kegugupan diwajah Afra.

"Bapak panggil saya ada apa pak? Ada yang bisa saya bantu?" Tanya Afra.

"Saya sudah membicarakan ini dengan bagian HRD dan dokter Satriya." Penjelasan pak Mikha berhenti saat alis Afra semakin bertaut.

"Dokter Satriya.. kamu tau kan? Owner rumah sakit ini?"

"Belum tau pak?" senyum Afra kikuk.

"Oke.. nanti juga kita bakal ketemu. Saya kenalkan kamu ke beliau, setiap pegawai baru sebenarnya harus menemui beliau tapi akhir-akhir ini sedang sibuk untuk mengambil subspesialis nya."

"Saya lanjutkan ya menurut kami dari hasil tes kemarin nilai kamu tinggi sekali dan kamu memiliki beberapa kemampuan yang lebih misalnya kepemimpinan dan timwork​. Maka kami memutuskan memasukkan kamu ke tim Akreditasi Rumah Sakit."

Afra ternganga tak percaya sambil menunjuk mukanya sendiri dengan jari telunjuk, ekspresi bengongnya seperti orang bodoh. Membuat pak Mikha tertawa.

"Jangan pasang muka seperti itu Afra, kita tim. Tidak bekerja sendiri."

"Saya pantas gitu pak?"

"Ini sudah pertimbangan masak Afra, ayo jangan kecewakan kami. Nanti sore jam tiga kita ada rapat pertama pengesahan tim. Dan kita harus hadir. Sekarang kamu boleh ishoma dulu."

Secara tidak sadar saking paniknya Afra berlari tanpa berpamitan dengan atasannya itu. Sekarang gantian pak Mikha yang ternganga, dia sadar ternyata bawahannya ini ajaib.

dr. Satriya (Completed)Where stories live. Discover now