Chapter 14

35.5K 2.2K 11
                                    

Up lagi.. selamat membaca 😊😊

***

Satriya pov

Dengan tergesa aku sedikit memaksa Shafira untuk masuk mobil, hampir satu detik aku duduk di kursi kemudi Shafira berusaha membuka pintu. Tidak kalah cepat, tangan kanannya kembali aku pegang seperti tadi waktu kami berada di shalter. Sedangkan tangan satunya aku gunakan untuk mengemudi.

"Lepas pak." Katanya marah. Yang benar saja masak mau aku lepas. Oh.. kenapa aku menjadi pemaksa.

"Segitu kotornya tangan saya sampai kamu nggak mau dipegang. Atau kamu maunya dipegang lelaki tadi." Kataku dengan mata tetap fokus kejalan tanpa melihatnya.

"Bukan bapak, bukan Rafa, atau bukan lelaki manapun kecuali suami saya kelak pak. Lepas!" Bentaknya. Dan seketika itu juga tangannya aku lepaskan, tidak aku sangka dia yang selalu diam dan cuek bisa membentakku seperti itu.

"Oke kalo gitu kita menikah saja."

"Bapak aneh, mengatakan cinta atau suka saja tidak pernah malah mau menikah."

"Saya suka sama kamu." Kataku lagi sambil melihat ekspresi wajahnya.

"Nggak, saya nggak percaya. Bahkan bapak berciuman dengan perempuan didepan mata saya."

"Dia yang mencium saya, tapi saya tidak mencintainya."

"Tapi bapak menikmatinya." Ucapnya semakin memojokanku.

"Suatu saat saya akan buat kamu mengerti perasaan saya." Kataku tapi Shafira hanya diam.

"Siapa lelaki tadi Sha?" Tanyaku lagi dengan mencoba menurunkan intonasi suara.

"Bapak tidak berhak tau." Katanya pelan matanya menatap kosong jalanan.

Segitu sakitnya kah Sha, apa yang diperbuat lelaki itu hingga kamu terluka seperti ini. Mengingatnya saja tatapan matamu menjadi kosong seperti ini. Atau kamu masih mengharapkannya?

Mobil aku arahkan menuju alamat rumah Shafira, yang tentu saja sudah aku ketahui dari profil pribadinya. Tapi baru sampai didepan gerbang perumahan, Shafira kembali minta diturunkan. Kali ini aku mengalah, aku tidak ingin membuatnya lebih terluka.

***

Afra pov

Hari ini semakin kacau, kenapa sih dokter Satriya menjadi pemaksa seperti itu. Melelahkan lagi dia bertanya soal Rafa. Memang semudah itu menceritakan luka kepada orang lain.

Sengaja aku minta diturunkan di gerbang perumahan. Kalau dia tau dimana rumahku bisa bahaya. Dengan sikapnya yang suka memaksa bisa-bisa hidupku yang mulai tenang ini bisa jadi kacau.

Sampainya dirumah ternyata bapak dan kak Alma sedang bersiap​ akan makan malam. Bau khas masakan Padang tercium, aku langsung bersemangat. Sejenak melupakan apa yang telah terjadi.

"Lembur dek, pulangnya telat banget?" Tanya kak Alma.

"Habis rapat akreditasi kak." Kataku sambil menyalami mereka berdua.

"Ya sudah mandi sana, kita makan bareng. Tadi kak Alma sudah beli lauk Padang kesukaanmu." Kata bapak.

Aku tersenyum senang sekali akhirnya hari ini ditutup dengan makanan istimewa.

Seusai mencuci piring bekas makan malam aku pamit masuk kamar. Rasanya tubuhku perlu diistirahatkan, meski otakku kembali memikirkan kejadian hari ini.

Semakin malam tapi aku belum juga bisa tidur, aku mengambil handphone berusaha menghubungi Ervika sahabatku yang sangat mengetahui aku luar dalam.

"Assalamu'alaikum, Ka. Apotek Lo udah tutup?" Tanyaku.

dr. Satriya (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang