Chapter 3 : Leonora's Sides

93 9 0
                                    

Everything happens for a reason.

Aku pernah sendiri. Berada dalam kotakan gelap tak berujung. Sesak dipenuhi memori kosong. Membutakan arah, dunia yang kulihat hanya sebatas fatamorgana.

Aku pernah berada pada titik terlemahku. Merasakan tak ada lagi alasan untuk melanjutkan hidup. Seperti jalan buntu yang sudah berakhir. Saat itulah aku berpikir "Apa dunia sekejam ini?" "Haruskah aku berjalan mundur?" "Atau haruskah aku mengakhirinya sampai disini?"

Seperti tersungkur ke dalam jurang, aku tak bisa menegakkan kembali kepalaku. Seseorang pernah berkata "Tegakkan kepalamu, nanti mahkotamu jatuh." Hey, siapa peduli. Kalian hanya bisa menilaiku, tak mengerti dengan perasaanku.

Saat kita terjatuh, kita membutuhkan tangan untuk kembali bangkit. Tapi bagaimana jika tak ada tangan yang terulur? Bahkan dirimu sendiri menolak untuk dikendalikan, merasa nyaman bersama tanah. Bosan dengan langit yang selalu tinggi.

Saat matahari terbenam, saat itu juga aku ikut tenggelam. Merasa tak pantas dengan dunia. Mengubur diri bersama bayangan.

Hingga cahaya itu datang, mengulurkan tangannya. Mengajakku bangkit dari keterpurukan, keluar dari kotakan hitam. Ia membawaku pergi. Bukan berlari, tapi berjalan beriringan. Bersamanya, aku mulai mengenal dunia. Melupakan memori kelam dalam hidupku. Menggantikannya dengan sesuatu yang lebih berarti.

Dia adalah Kent. Malaikat sekaligus rumah bagiku. Tempatku untuk kembali ketika menjelajah dunia. Tempatku bersandar ketika dunia menolakku.

Dia bagaikan lentera diantara tebalnya kabut, memberiku petunjuk kemana seharusnya aku pergi. Bahkan aku tak butuh mata angin lagi. Seperti terlahir kembali, darinya ada banyak hal yang bisa aku pelajari.

Bukan sebuah kebetulan bertemu dengan malaikat tanpa sayap seperti Kent. Ada orang yang menyebutnya "keajaiban". Namun bagiku, itu adalah "takdir". Sebuah takdir yang memang sudah tertulis.

Apakah mencintaimu juga sebuah takdir? Jika bukan, biarkan aku sendiri yang menulis takdir itu.

**

Lets go somewhere; where the stars kiss the ocean.

Kent pernah mengajakku pergi ke suatu tempat, mungkin terlihat biasa saja tapi menurutku sangat berarti.

Tempat itu menjadi saksi, ketika jantungku berdebar tak logis. Aku seperti melayang diantara bintang-bintang, seakan akulah yang paling terang. Aku tak pernah merasa sebahagia ini, seolah dunia hanyalah milikku dan Kent.

Sedetik kemudian, sepojok hatiku merasakan keraguan. Bagaimana jika Kent hanyalah seseorang yang sementara singgah? Saat ia sudah menemukan tujuan, ia akan pergi, melupakanku, melupakan tempat dimana ia pernah singgah.

Menepis semua keraguan, aku lebih mempercayai Kent.

**


Aku dan Kent duduk bersebelahan disebuah batu besar, menikmati jutaan bintang penghias langit malam. Jika saja waktu dapat ku hentikan, aku ingin menjadi bintang yang bisa melindungi Kent, sekalipun aku tak terlihat. Kent mengacungkan jari telunjuknya ke angkasa.

"Kau lihat bintang yang sinarnya redup disana Leonora?'' sembari Kent masih menujukkan telunjuknya ke langit malam.

''Ya, aku melihatnya."

"Aku takut kau sama sepertinya, Leonora. Dia memang masih bersinar, tapi lama kelamaan sinarnya akan hilang tanpa jejak."

"........."

"Tetaplah bersamaku. Aku tak bisa berdiri ditengah hujan sendirian. Aku tak mau basah bersama hujan."

"Sejauh manapun jarak menarikku, aku akan memotongnya. Aku akan berlari, kembali ke rumahku." Aku menatap Kent. Tak terasa air mataku jatuh.

"Maaf..." ucapnya lirih.

"Untuk?"

"Maaf karena membuatmu menangis." Kent mengusap air mataku. "Jangan menangis." Ucapnya sembari tersenyum.

Kent sudah menganggapku sebagai teman hidupnya. Teman hidup bukan berarti sepasang kekasih, bukan?

Aku memang egois, berani menyimpan perasaan padanya. Terlalu lama hingga terbawa suasana. Tapi aku sadar, aku belum bisa memantaskan diri untuk memilikinya. Aku lebih memilih mencintainya dalam diam.

"Aku hanyalah rumput liar, yang tumbuh diantara bunga-bunga yang bermekaran."

–Leonora.



























to be continued

Last DimensionWhere stories live. Discover now