Saat aku tiba di rumah, aku langsung saja berlari masuk untuk mencari mama dan papa. Aku harus meyakinkan diriku sendiri bahwa kedua orang tuaku baik-baik saja, dengan cara segera bertemu langsung dengan mereka. Bukannya aku tidak mempercayai perkataan mama saat di telepon tadi. Aku hanya ingin menghilangkan debaran jantung yang menggila karena rasa cemas.
"Ma! Pa!" Teriakanku segera berkumandang setibanya aku di ruang tengah.
"Apa sih, nak? Kok teriak-teriak sih?" Mama tiba-tiba muncul dari dapur. Wajah mama terlihat baik-baik saja. Tidak sedikit pun ada rona pucat karena sakit. Mama bahkan terlihat sedang berseri-seri. Tapi kenapa tadi suaranya terdengar begitu panik? batinku bingung.
"Papa mana, ma?" Kali ini kecemasanku tertuju kepada papa. Mungkin saja hipertensi papa kembali kambuh, hingga membuat mama memintaku pulang dengan segera.
"Papa ada di halaman belakang," jawab mama sambil melangkah mendekatiku.
"Kok di belakang? Kenapa nggak istirahat di kamar aja sih? Mama udah panggil dokter Budi?" Aku langsung memberondong mama dengan pertanyaan bernada cemas. Mama terlihat sedang memandangiku dengan tatapan heran.
"Kok pakai panggil dokter Budi segala sih? Memangnya papa kenapa?" Mama menatapku tak mengerti. Dahiku seketika berkerut.
"Ya buat periksa keadaan papa dong, ma. Mama nyuruh Dhimas pulang karena sakit papa kambuh kan?" Mama tersenyum simpul setelah mendengar dugaan yang baru saja keluar dari bibirku.
"Aduh! Maafin mama ya, sayang. Mama tadi pasti sudah bikin kamu cemas ya? Papa baik-baik saja, Dhim. Nggak perlu panggil dokter Budi segala," ujar mama sambil menepuk-nepuk bahuku.
"Terus mama telepon Dhimas tadi buat apa? Kok Dhimas disuruh pulang siang-siang begini?" Mendengar penjelasan mama tadi, jujur aku sedikit kesal. Tapi aku bersyukur karena kedua orang tuaku baik-baik saja.
"Ada tamu penting buat kamu, nak. Makanya mama suruh kamu pulang," jawab mama lembut. Senyumnya yang penuh kasih membuat rasa kesalku pun dengan mudah menguap.
"Tamu penting? Siapa, ma?" tanyaku penasaran. Jika mama sampai menyuruhku pulang ke rumah, pasti tamu ini benar-benar penting.
"Ayo kita susul papamu di halaman belakang, Dhim! Tamu kamu ada di sana. Lagi asyik ngobrol sama papa kamu," ajak mama sambil menggamit tanganku. Rupanya mama tadi di dapur sedang menyuruh Bi Darti untuk menyiapkan suguhan untuk tamu mereka.
Aku mengikuti langkah mama, menuju ke halaman belakang. Halaman belakang rumahku termasuk sangat luas. Dan oleh papa halaman yang semula kosong dan hanya dihuni semak belukar - saat pertama kali kami pindah ke rumah ini, kini disulap menjadi taman bunga yang indah. Ada kolam besar buatan yang diisi dengan banyak spesies ikan hias dan juga sebuah rumah kaca yang digunakan untuk menanam sayuran secara hidroponik. Tentu saja papa menunjuk para ahli untuk mewujudkan halaman belakang impiannya.
Biasanya saat merasa penat dengan dunia pekerjaan, aku sering menggunakan tempat ini untuk mengembalikan mood dan juga semangatku. Di halaman belakang rumah juga ada gazebo yang terbuat dari bambu, yang dibangun tepat di samping kolam. Gazebo itu biasanya kami gunakan sebagai tempat bersantai, saat ingin menghabiskan waktu di halaman belakang ini. Aku sedikit penasaran pada sosok yang dimaksud mama dengan tamu penting itu. Aku menebak, tamunya adalah salah satu dari saudara papa atau pun mama. Karena hanya orang-orang terdekat saja yang akan dijamu sampai ke halaman belakang. Papa terlalu mencintai halaman belakangnya, hingga tidak sembarang orang akan dipersilahkan untuk menikmati keindahannya. Papa memang sedikit paranoid jika menyangkut semua hal yang dicintainya.
Nyanyian riang seorang gadis kecil yang ditimpali dengan suara seorang wanita, sayup-sayup terdengar saat aku dan mama hampir sampai di gazebo. Aku juga mendengar suara papa yang sedang berbincang dengan seorang pria. Siapa ya? Hati kecilku bertanya-tanya, gerangan siapa tamu penting untukku yang dimaksudkan oleh mama tadi. Dan ketika langkahku sampai di penghujung jalan setapak - yang tersusun dari batu kali tepat di tengah-tengah halaman, akhirnya aku bisa melihat sosok tamu misteriusku.

YOU ARE READING
Istri...365 Hari
General FictionAthaya Anggraini tidak pernah menyangka jika sang bos akan tertarik padanya. Padahal Athaya merasa jika penampilannya hanya sederhana dan jauh dari kata cantik ataupun seksi, serta tidak akan pernah membuat bos besar melirikkan matanya - bahkan untu...