🌸 01 | Pertemuan

6K 308 12
                                    

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

.
.
.

"Pertemuan pasti sudah diatur sebagai ganti perpisahan yang pernah dilalui, karena Allah tidak pernah mengambil sesuatu melainkan menukarnya dengan yang lebih baik lagi."

---🌸---

Langkah Adam menggema di sepanjang lorong rumah sakit, sesekali matanya melirik ke arah jam di pergelangan tangan. Beberapa perawat perempuan tampak bergosip kala Adam melewati mereka, tapi Adam mencoba tetap tak acuh. Adam hanya ingin hidupnya damai tanpa pengganggu. Kalau dia tidak mengusik, Adam tidak akan berisik.

Kakinya terhenti di depan ruangan, sebelum tangannya menggeser pintu dan masuk. Adam meletakkan tas kerjanya di atas meja, melangkah mendekati brankar lalu duduk di kursi kosong. Matanya menatap wanita baya yang terbaring lemah, masih memejamkan mata dengan bantuan alat medis di tubuhnya, dia sangat tampak tidak berdaya.

Adam meraih tangannya, menggenggamnya erat-erat, lalu mengecup punggung tangan keriput itu dengan lembut. Sayangnya, kegiatan Adam mengusik ketentraman wanita itu karena dia membuka mata dan menoleh ke arah Adam. Senyum manis segera tampak di wajahnya.

"Gimana keadaan Oma?" tanya Adam hangat.

Dia memang tahu keadaan wanita itu tidak sedang baik-baik saja, tapi Adam berharap kondisinya membaik.

"Kapan kamu mau menikah, Dam?" tanya wanita tua itu parau. Adam hanya mengulum senyum sambil mengusap kepalanya lembut.

"Oma harus sembuh, ya?" Adam mengalihkan pembicaraan.

Meski terkenal dingin dengan perempuan, Adam pasti akan bersikap hangat dengan orang-orang tertentu. Terlebih lagi dengan orang yang disayanginya.

Wanita tua itu mengusap tangan Adam pelan, raut wajahnya tampak sendu dengan bibir pucat pasi dan mata yang sayu. "Oma belum bisa tenang kalau kamu belum menikah,"

Adam menunduk, mengusap punggung tangan neneknya dengan lembut, lalu matanya menatap wanita itu hangat diiringi senyum samar. "Allah belum mengizinkan saya menikah, Oma. Nanti, kalau sudah saatnya, saya pasti menikah."

"Tapi, kamu sudah cukup umur, Dam," sanggah neneknya seketika.

Adam mengangguk dengan senyum kecil yang lebih tampak. "Kalau sudah saatnya, saya akan langsung minta restu sama Oma, ya?" balas Adam tenang dan berwibawa.

Wanita itu terdiam sesaat. "Oma punya janji sama orang tua kamu."

"Janji?" Adam terlihat nggak mengerti maksud neneknya.

Kepala wanita itu mengangguk samar. "Iya, janji untuk menikahkan kamu dengan anak dokter Shidiq. Karena sebelum Ibumu meninggal, Ayahmu merasa hutang budi padanya karena dokter Shidiq sudah banyak membantu Ayahmu sebelum dia menyusul Ibumu ke surga."

Until JannahWhere stories live. Discover now