🌸02 | Mengenal

5.7K 299 11
                                    

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

.
.

.

"Mengenal untuk berusaha mendekatkan diri, bukan karena ingin menduakan cinta kepada Allah, tapi karena ingin menyempurnakan agama bersamamu dengan ridha-Nya."

---🌸---

Alif keluar dari ruang rawat, lalu memasukkan kedua tangan ke saku jas putihnya dengan raut sendu. Dia menatap adiknya sebelum menerbitkan senyum kecil di wajah tampannya. Tapi seolah hapal kebiasaan Alif, perempuan itu malah menunduk sambil meremas jari jemari di depan tubuhnya, ekspresi sedih tercetak jelas di wajah cantiknya.

"Abi pasti sembuh," Alif menepuk lengan Adiba beberapa kali sebelum mengusapnya lembut. "Nggak usah cemas berlebihan," imbuhnya kemudian.

Kondisi Abinya yang sempat kritis, kini kembali stabil. Sekarang mungkin Adiba bisa bernapas lega mendengarnya, tapi dia tidak tahu waktu Abinya akan mengembuskan napas terakhirnya. Mengingat hal itu, dirinya semakin dirundung kesedihan. Bahkan meski Alif sudah mengatakan Abinya akan baik-baik saja, Adiba masih belum bisa menghilangkan perasaan cemas berpadu sedih yang melandanya.

"Mau lihat Abi?" tanya Alif begitu melihat ekspresi sendu masih tampak di wajah adik tersayangnya. "Tapi Abi betulan lagi istirahat. Katanya capek, pingin tidur sebentar. Lagian ada Ummi di dalam, jagain Abi tidur."

Adiba mengangguk kecil mendengarnya. Tentu saja, Adiba akan membiarkan Ummi menemani Abi di saat-saat seperti ini. Ummi yang selalu kelihatan kuat, padahal hatinya paling menderita melihat orang paling disayangnya berbaring lemah dengan bantuan alat medis.

"Daripada sedih sendirian di sini, mending kamu temuin calon imam kamu. Tadi Mas lihat Adam masih di sini, di ruang tunggu tuh kayaknya. Tadi kalau nggak salah malah lagi ngobrol berdua sama Idrish." Alif buka suara lagi, masih terdengar lembur dan hangat.

"Idrish?" Adiba kebingungan.

Alif mengusap kepala Adiba lembut. "Anak kecil yang kamu tolong tadi,"

"Ohh ... jadi namanya Idrish?" Kali ini Alif mengangguk membalasnya. "Yaudah, kalau begitu aku ke sana ya, Mas?"

Alif mengangguk lagi. "Oke," katanya. "Kalau butuh apa-apa, kabarin Mas saja, Dib,"

"Iya," Adiba langsung bergegas meninggalkan Alif yang ikut melangkah berlawanan arah dengannya.

Adiba menghentkan langkah di ujung lorong, matanya tertuju pada sosok laki-laki yang sekarang tampak sibuk memperhatikan anak kecil tampan sedang menyantap kwetiau goreng dengan nikmat. Bahkan sesekali tangan lelaki itu ikut terulur mengusap sudut bibir anak itu, menyingkirkan bekas-bekas makanan sisa yang belepotan.

"Pelan-pelan," suara maskulinnya terdengar lembut di telinga.

Melihat wajah tampan calon imamnya, Adiba seperti tidak asing, seperti pernah melihat dia di suatu tempat. Tapi di mana dia pernah melihatnya? Atau mungkin karena wajah tampan itu, jadi Adiba merasa kalau lelaki ini populer dan fotonya bertaburan di mana-mana termasuk di internet, televisi dan surat kabar?

Until JannahWhere stories live. Discover now