8

4K 566 38
                                    

Irene tiba di galleri itu dengan raut wajah mengernyit aneh, terbersit dipikirannya gallery ini tak tampak seperti bangunan milik pemerintah, tidak seperti galleri seni kebanyakan yang terlihat modern dan artistik , gallery ini bernuansa postmodern sedikit klasik dengan sentuhan kuning cerah dan hitam pada bis kayu dan gentengnya,

lebih mirip sebuah masalalu yang samar samar menyentil benak Irene, jika saja tak ada kaca kaca besar berkontur minimalis yang dapat menampakkan karya karya artistik si seniman dari luar,

si penyewa rupanya rela merogoh uang yang sangat besar demi merubah bangunan ini menjadi yang ia inginkan, nuansa ketika melangkahkan kaki di halaman gallery yang luas itu sungguh berbeda,

ia berhenti sejenak, memendar pandangannya kesekeliling bangunan, seperti merasa ditarik kesuatu masa yang lain, perasaan meremang yang aneh membuat kakinya mendadak lemas, dia menjadi khawatir melangkah masuk, sudut yang tak terlalu terpencil dengan pohon rindang yang besar itu sangat kental dengan kenangan masa lalunya, kayu kayu entah disusun secara sengaja atau sudah seperti itu bentuknya membuat ia seperti melompati waktu ketika degupan dijantungnya selalu berdentum menyenangkan, bersama seseorang di bawah pohon itu.

irene memejamkan mata dengan cemas, kenyataannya degupan jantung yang menyenangkan waktu itu kini berubah menjadi ngilu yang menusuk dadanya tiba tiba, dengan langkah berat ia menyusuri halaman yang agak luas itu untuk masuk ke gallery, mengatur deru nafasnya yang mulai tak beraturan.

pandangannya mendongak pada isi gallery yang diisi oleh beberapa pengunjung, ia tak menyangka gallery ini sangat luas ketika dari luar tidak lebih seperti rumah postmodern yang antik, suasana dalam gallery itu banyak banyak membawa ingatannya pada kenangan masa sekolahnya,

susunan meja meja di buat imajinatif di salah satu sudut yang tertangkap matanya, mengingatkannya pada kelas seni yang sering ia ikuti untuk sekedar menemani seseorang disana,  gorden gorden coklat jatuh menjutai menutupi jendela jendela yang tinggi,  persis saat ia dengan suasana menggalaukan kekasihnya jendela,

karya detil 3 dimensi benar benar menipu optik matanya, tapi fokusnya tidak disitu, ia bahkan lupa tujuan utamanya kemari, ia jadi takut untuk melangkah menyusuri gallery ini lebih dalam, ia bahkan baru beberapa langkah memasuki pintu,

dengan rasa pusing karena mendapati de javu yang dahsyat, ia bergegas pulang memperbaiki perasaannya yang tak nyaman sama sekali, siapa pemilik gallery ini????
...

...

...

irene datang lagi besoknya, ia datang sendiri sebagai pengunjung, ia tak menemukan apapun setelah semalam suntuk mencari profil gallery tersebut dan siapa seniman pemilik imajinasi itu, memperhatikan dengan seksama karya karya prestisius yang terpajang,

Ia mengambil booklet yang secara sengaja di taruh di tiap sudut gallery, membolak balikkan booklet tersebut dan tetap tak menemukan petunjuk apapun tentang gallery ini, semua karya di gallery ini adalah hasil tangan dingin beberapa seniman muda dari jepang, begitulah booklet itu menjelaskan, tak ada foto, lebih lebih nama, tiap bulan sekali pameran di laksanakan dan ada karya karya baru dari seniman seniman itu di pajang, mungkin saja irene akan bertemu dengan seniman itu beberapa hari lagi, menurut tanggal yang tertera dalam booklet.

Konyol sekali gallery ini!

Irene menggumam kesal tak menemukan apa yang ia cari, ia berniat akan mencari office room untuk menemui pengelola, sekalian menanyakan rasa penasarannya,

"Office roomnya ada di lantai dua",

sedikit berbincang pada pengamanan karena akses terbatas di lantai dua itu membuatnya sedikit membuka identitas tentang pekerjaan dan tujuannya kemari, Irene mendongakkan wajahnya sepanjang menyusuri tangga kayu menuju lantai dua, karya karya yang lebih bagus dengan goresan yang lebih menakjubkan tertata rapih dan sangat artsy disini, ya lantai dua hanya akan di buka tiap kali pameran berlangsung, mata Irene benar benar di manjakan dengan karya karya unik dan detil ini, sangat imajinatif,

"Office room ada di ujung koridor ini, silahkan.."

Security hanya mengantarkan hinggga ujung tangga, sebelah kirinya adalah balkon dengan pintu berwarna kuning cerah, sedikit bergidik, Irene selalu tak bisa melupakan bagaiaman ia berciuman dengan kekasihnya waktu itu, dimana pun ketika ia melihat balkon yang pintunya terbuka,

Ia menggelengkan kepalanya berusaha tak terlena dengan apapun yang tersuguhkan di gallery ini selama dua hari, sedikit belokan kekanan ia akan menemukan office room sesuai penjelasan security tadi, belum beberapa langkah setelah dari belokan, langkah dari kakinya terpaku disitu, sesuatu dihadapannya membuat ia berkali kali di hujam pilu, sesuatu tak kasat mata menumbuk tepat dalam dadanya, tatapannya tiba tiba nyalang menyorot sesuatu tepat tak jauh dihadapannya, air di pelupuk matanya semakin mengaburkan pandangannya, semakin dekat ia, semakin sesak seluruh udara yang ia hirup,

Irene berdiri di hadapan wajahnya sendiri, berapa meter dari lukisan itu terpajang, lukisan wajah dinginnya, lukisan wajah yang sempurna dari kopian wajahnya, wajah lugu yang dingin saat ia masih sekolah, wajahnya karya dari seseorang yang sangat dirindukannya

"Kang Seulgi"

Di ujung lukisan itu tertulis akronim nama senimannya

Nama itu akhirnya ia eja lagi dengan samar, tetesan air matanya lolos bersamaan dengan betapa pedih nama itu ia panggil lagi pada akhirnya, dadanya kembali dirajam rindu yang tak berkesudahan

Kang Seulgi...

Kekasihnya yang pergi,

...

...

...

Supir Irene menatap takut takut lewat spion tengah, mata Irene sembab sejak keluar dari gallery padahal baru setengah jam yang lalu ia memakirkan mobilnya, segala macam pikiran pikiran buruk berusaha di halaunya, sesekali Irene memicing perih dan air matanya keluar lagi dan itu terlihat pedih, sebenarnya tangis yang tak bersuara jauh lebih menyakitkan daripada tangisan dengan meraung raung,

"Apa nona baik baik saja??"

Si supir yang tak tahan dengan pandangan pedih itu akhirnya berani mengajukan pertanyaan, meski ia tahu tak akan mendapatkan jawaban,

"yya..."

Irene menjawab lirih dengan getaran suara yang ia tahan dari isakannya, si supir tak berkomentar lagi, dan Irene masih dengan air mata yang terus mengalir,
...

...

...

"Mungkin ini tidak sesuai prosedur, aku berniat melepas kasus ini, aku tidak bisa,"

Irene akhirnya berbicara di telepon setelah merasa dirinya sudah membaik, ia berniat mundur untuk tidak lagi menangani sengketa gallery_bangunan milik pemerintah itu, ia seperti merasa lelah yang taramat sangat, dua hari di gallery itu menguras tanaga dan batinnya,

Pikiran pikiran ingin menghilang saja seperti beberapa tahun silam mulai membayanginya lagi, ia benar benar tak bisa pergi dari masa lalunya,

"Jika karena kasus ini yang membuatku kehilangan pekerjaanku aku rela, aku benar benar tak bisa, aku minta maaf"

Flip!

Irene menjatuhkan tubuhnya yang lelah di tempat tidur, padangannya menengok bingkai foto di meja nakas, lukisan yang diberikan kekasihnya terpajang dengan ukuran 100 kali lipat di gallery itu, Irene mendesau gusar,

Seniman dan pemilik gallery itu sudah pasti kang seulgi!

...

...

...
Tbc

Ehehehe

Maaf ya.. aku simpan seulgi dulu :D

Please panggil gue Dinn aja, seperti perkenalan gue di akhir cerita SEULRENE DESTINY ^^

Author, thor, dan sgala macammnya janganlah di gunakan, itu kaku banget dan gue kayk memikul tanggung jawab besar dengan panggilan itu,

Coba deh panggil gue Dinn, kan akrab :D

[SEULGI x IRENE ] STUCK ON YOU 2 ||ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang