Dentuman musik terdengar sangat jelas keseluruh penjuru ruangan ini. Bau asap rokok dimana - mana. Botol - botol kaca berisi minuman dengan merek berbeda-beda menandakan seberapa mahalnya minuman itu, tetapi tetap saja sangat laku disini. Seorang pria kembali meneguk minuman beralkohol itu, sesekali ia mengerutkan keningnya merasakan rasa pahit dari minuman itu.
Tak lama seorang perempuan datang dan bergelayut manja di lengan pria itu. Tapi pria itu masih melanjutkan meneguk minumannya tanpa memperdulikan perilaku gadis itu. Merasa ditolak, gadis itu perlahan mulai menjauh.
"Aku tidak menyukai gadis murahan," ucap pria itu dengan senyuman sinis. Ia mengedarkan pandangannya kepenjuru club. Matanya seakan penasaran dengan kegaduhan didekat pintu masuk . Tetapi tubuhnya menolak untuk mencari tau, ia kembali meneguk lagi minumannya hingga habis.
"Hei adik manis. Apa kau salah masuk, ini bukan perpustakaan, " samar - samar ia mendengar suara seorang pria. Dan dilanjutkan dengan suara wanita .
"Tentu saja tidak, aku sedang mencari seseorang. Menyingkirlah!! "
Bian menengok kebelakang, kearah kegaduhan itu .Matanya mencoba menangkap seseorang yang tadi berbicara lantang itu, matanya menangkap seorang gadis dengan balutan seragam SMA tengah di kelilingi oleh pria disini. Mata mereka bertemu, tetapi langsung di putus oleh Bian . Ia lebih memilih untuk tidak ikut campur.
"Hei.. Tuan!!, " teriak gadis itu. Bian mengikuti sumber suara , matanya membelalak ketika melihat gadis itu tengah mencengkeram kemeja seorang pria . Bian menyipitkan matanya tak percaya ketika gadis itu mulai mencaci maki pria itu. Ia memfokuskan pandangannya untuk melihat seragam sekolah Mana yang gadis itu kenakan.
"Bayar lah pesanan anda pelanggan, " kata gadis itu. Pria itu menepis tangan gadis didepannya dengan kasar membuat gadis itu sedikit terpental tapi tidak jatuh. Pria itu menyentil kepala gadis berkuncir kuda itu.
"Sopan sedikit dengan yang lebih tua," ucap pria itu.
"Maaf Tuan. Anda yang tidak memiliki kesopanan, anda memesan ayam ditengah malam seperti ini, dan sudah diantar. Tetapi anda mengatakan meminta minuman , tetapi saat tadi memesan anda tidak mengatakan meminta minuman itu. Dan anda sengaja menjatuhkan ayam yang saya bawa untuk anda, pelanggan terhormat. " Kata gadis itu dengan sekali tarikan nafas.Pria didepannya hanya menatap remeh.
"Lalu, sekarang kau meminta apa ha ?"
Gadis itu menggertakkan giginya
"Bayar pesanan anda, semuanya 220.000,-. "Pria itu tertawa nyaring, "Heh anak kecil. Aku bahkan tidak memakan ayam itu. Lalu kau menyuruhku membayarnya?"
"Tapi anda telah menjatuhkan ayam itu dengan sengaja, jadi anda harus membayarnya, " ucap gadis itu dengan mengepalkan kedua tangannya disamping tubuhnya.Pria itu melipat kedua tangannya didepan dada.
"Jika aku tidak mau membayar, apa yang akan kau lakukan? Menangis disini?" Tanya pria itu. Gadis itu tersenyum simpul, ia menggertakkan giginya lagi—sejurus kemudian ia memelintir tangan pria itu kebelakang hingga berbunyi kretek—seolah tulangnya patah. Pria itu berteriak meminta maaf dan mengulurkan kartu atm kepada gadis itu."Lain kali tolong bayar pesananmu pelanggan, " ucap gadis itu . Ia mengulurkan kartu atm kembali ke pemiliknya dan membungkuk ke penghuni club lainnya untuk meminta maaf. Ia melewati pria itu dan tersenyum sinis, "Kau perlu CT scan, aku jamin itu terjadi retak sedikit ," ucapnya lalu berlalu.
Bian dari tadi masih terus menyaksikan drama itu, cukup menarik baginya.
"Gadis aneh, " ucapnya. Sudut bibirnya berkedut membentuk sebuah senyuman singkat.
"Tolong beri aku satu botol lagi, " ucap Bian pada bartender.***
Lisa, gadis yang dengan berani menerobos masuk hanya untuk sebuah bayaran dari hasil kerjanya itu. Gadis berumur delapan belas tahun itu bekerja di restoran ayam milik sang nenek. Tentu saja, uang Rp. 220.000,- itu sangat besar baginya. Hidup di Jakarta memerlukan uang yang cukup besar bukan.
Lalisa Narata Putri, begitulah lengkahnya nama gadis itu. Ia mengendarai motor yang belakangnya terdapat sebuah kotak untuk menyimpan ayam dari restoran milik neneknya. 'Ayam Lucy' begitulah tulisan yang ada pada kotak itu.
Gadis itu mengendari motornya dengan sedikit bersenandung. Dengan telinga yang ia sumpal dengan headset yang full dengan musik. Ia bahkan tidak menyadari sebuah mobil yang tiba - tiba menyalip dirinya motornya. Hingga membuat ia oleng dan berakhir terjatuh.
"Woii.. Berhenti lo disitu. Gue bakal kasih perhitungan buat lo! " Teriak Lisa masih dengan keadaan tersungkur diaspal.
Gadis itu bangkit dan menggebrak kaca mobil tersebut. Hingga keluarlah seorang pria tampan dengan jaket jeans warna birunya. Lisa sempat terpesona karena ketampanan pria tersebut, tapu segera ia tepis. Bisa - bisa ia gagal marah karena terlalu terpesona dengan ketampanan pria itu.
Lisa menarik nafasnya, "tanggung jawab! "
Pria itu memicingkan matanya, "bukan salah gue. Kenapa lo gak menghindar jika tau gue akan menyalip, " jawab pria itu enteng.
Lisa membelalakkan matanya, ia bahkan tidak percaya dengan apa yang diucapkan pria itu."Maksud lo! Udah jelas - jelas lo itu nabrak motor gue. Masih gak mau tanggung jawab lagi! " Omel Lisa tak terima.
"Bukan salah gue, " balas pria itu dan hendak berbalik menuju mobilnya namun tertahan oleh Lisa."Mau lo apasih!" Teriak pria itu.
"Gue mau lo tanggung jawab! " Balas Lisa tak kalah.
"Haha.. Lo itu oknum orang yang pura - pura tertabrak supaya gue kasih uang ya?" Pria itu terkekeh. Lisa membelalakan matanya tak percaya dengan apa yang barusan keluar dari bibir pria itu. "Tapi sorry ya. Gue gak mempan sama begituan. Lebih baik lo pergi deh! "Amarah Lisa sudah memuncak, gadis itu berjalan lebih dekat kearah pria didepannya. Menyudutkan pria itu kearah mobilnya. Menatapnya dengan tatapan bengisnya. Tidak ada yang berubah dari wajah pria itu. Masih terlihat datar seperti biasanya. Lisa semakin melangkah maju. Wajahnya ia dekatkan kearah pria itu.
Tangannya terulur untuk menyentuh kerah kemeja pria itu. Tidak menggenggamnya tidak pula menariknya. Menyentuhnya dengan pelan tanpa menyakiti. Senyumnya terukir, bukan senyuman manis. Melainkan senyuman bengis.
"Ingatkan gue kalau kita ketemu lagi. Dan saat itu juga, lo akan dapet hukuman buat lo! " Ucap Lisa. Atau bahkan lebih tepatnya adalah sebuah ancaman.
Pria itu mendorong bahu Lisa, hingga membuat gadis itu sedikit menjauh kebelakang.
"Gue gak peduli! Minggir, gue mau lewat."Lisa menarik senyumannya, "ternyata lo itu bukan cuma gak punya otak ya. Tapi lo itu ternyata lebih buruk dari yang gue kira. Lo habis kobam kan! "
"Bukan urusan lo! " Jawab pria itu kemudian ia masuk ke mobil mewah miliknya.Mobil itu melewati Lisa begitu saja. Pria yang sangat sombong dan tidak punya hati, begitulah yang ada difikiran Lisa selama tadi. Bersalah, tapi tidak berasa bersalah.
***
Lisa memarkirkan motornya didepan sebuah restoran ayam yang sudah mulai tutup. Ia melihat seorang wanita paruh baya yang tengah mengelap meja - meja didalam restoran kecil itu.
Lucy, seorang yang telah membesarkan Lisa sejak ibunya meninggal, sepuluh tahun yang lalu. Ayahnya? Jangan tanyakan itu. Orang tuanya bercerai sejak ia masih berumur tiga tahun.
Sebuah kecelakaan bus yang berhasil merenggut nyawa ibunya itu. Hingga sekarang, Lisa merasakan ketakutan yang teramat dalam ketika menaiki bus. Atau orang menyebutnya, trauma.
KAMU SEDANG MEMBACA
REFLECTION [ Selesai ]
Teen Fiction"Ini gak masuk akal. " Gue sayang sama dua orang yang memiliki hubungan darah. Bahkan kembar.