Tujuhbelas

229 36 4
                                    

Ketika seseorang dimasa lalu datang. Saat itu lah kita diharuskan untuk memilih. Memilih untuk memulai yang baru. Atau memilih untuk kembali pada lubang yang sama yang sudah tau akhirnya akan menyakitkan.

———

Lisa pov

Untuk kedua kalinya, ini adalah rasa sakit yang pernah aku rasakan dua tahun lalu. Dan kenapa harus pada saat yang seperti ini. Selalu seperti ini, aku benci hal ini. Aku semakin meremas ujung jaket denim yang aku kenakan. Gadis itu, gadis berambut pirang yang tiba - tiba memeluk pria didepan ku itu kini mencium pipi kanan pria itu.

Perasaan apa ini, mataku mulai memanas. Tenggorokan ku tercekat, ia menyakitkan. Aku bahkan tidak paham dengan keadaan ini. Baru saja aku merasa nyaman ketika bersama seorang pria, setelah aku kehilangan traumaku pada pria. Tapi selalu berakhir menyakitkan. Ucapanku tentang semua pria itu sama. Itu memang benar. Semua pria selalu menyakiti wanita. Itu adalah fakta sebenarnya. Semua yang diutarakannya hanya sebuah dusta.

Aku mencerbikkan bibirku, ckk.. Mencintaiku? Persetan untuk cinta palsumu itu! Umpatku dalam hati. Aku memundurkan kursiku dan berlalu dari tempat itu. Ia bahkan tidak mencegahku. Double shit!

Aku menhentak - hentakkan kakiku diaspal yang panas itu. Jika saja aku tidak memakai topi ini, mungkin mereka dapat melihat air mataku yang perlahan mulai menetes. Jika saja cairan mening itu jatuh keaspal, mungkin akan menimbulkan asap.

Aku menepis semua air mata yang tersisa dipipi.
"Kenapa juga gue nangis! " Ucapku menyadarkan diri.
Baru beberapa langkah lagi, kakiku tidak mampu lagi untuk menopang tubuh. Aku berjongkok di tepi jalan. Biarlah mereka melihatku seperti orang gila.

Tangisku semakin kencang. Aku bahkan malu untuk melihat wajahku sekarang. Menutup wajahku dengan telapak tangan. Mencegah seseorang melihat wajahku yang mengenaskan ini.

"Bian brengsek! " Teriakku frustasi.
Tangisku semakin kencang. Tanpa mengeluarkan suara tentunya. Hanya air mata yang turun dengan derasnya. Berhasil membasahi pipiku. Hingga sebuah tepukan di pundakku menyadarkanku. Aku menepis semua air mata itu sebelum mengangkat wajah.

Hal pertama yang aku lihat adalah raut wajah kecemasan dari Bryan. Selalu ada pria itu disaat aku sedang menangis. Aibku berada padanya. Setelah ini dia akan mengolokku. Tidak peduli dengan itu, aku langsung memeluk tubuh kekar itu. Melanjutkan tangisku yang tertunda. Tangannya terulur untuk mengusap rambutku dengan lembut. Aku suka dia yang memperlakukan ku seperti ini.

Aku menarik tubuhku darinya. Masih dengan posisi berjongkok itu, aku merasakan tangan besarnya menghapus jejak air mata dipipiku. Senyumnya muncul dibalik bibir itu. Senyuman yang selalu membuat hatiku menghangat ketika melihatnya. Tanpa suara, ia mencoba untuk menguatkanku dengan senyumannya.

Ia menarik tubuhku untuk berdiri dari posisi semua. Meletakkan tangannya dipundakku. Menggiringku untuk pergi dari tempat itu. Ia membawaku menuju motornya. Motor yang selalu menemaninya itu. Dengan hati - hati ia melepas topi ku dan menggantikannya dengan helm berwarna hitam yang selalu aku gunakan.

Aku menarik senyum terpaksa, "terimakasih. "
Ia tersenyum sekilas kemudian mengusap pucuk kepalaku. Aku menyukai sikap hangatnya padaku. Aku mengetahui perasaannya terhadapku selama ini. Tapi aku mencoba untuk menutupinya. Aku harap kita hanya menjadi sahabat. Aku tidak ingin menjadikannya sebagai kekasih, meskipun aku mempunyai perasaan yang sama dengannya. Aku hanya tidak ingin kehilangannya. Aku tidak ingin kehilangan tempatku bersandar ketika aku terluka. Aku tidak ingin kehilangan sosok Bryan dari kehidupanku. Aku rela kehilangan pria yang aku cintai, asal aku tidak kehilanan Bryan dihidupku.

Aku meletakkan tangaku dipinggangnya. Memeluknya dengan erat. Menyenderkan kepalaku dipunggungnya yang lebar. Senyumanku kembali terukir, "makasih. " Bisik ku padanya dibalik punggung tegap miliknya.

Lisa pov off

***

Bryan menepikan motornya ketika sudah sampai tempat tujuannya. Pantai, tempat biasa mereka menghabiskan waktu. Lisa turun dari motor itu, membuka helm dan memberikannya pada Bryan. Langkahnya menggiringnya untuk lebih dekat kearah pantai. Kakinya yang sudah bertelanjang menyentuh pasir basah dibawahnya.

"Kapam cerita? " Tanya Bryan yang kini sudah ada disamping Lisa.
Gadis itu menoleh, ia menunjukkan senyumnya.
"Bukan masalah yang besar, " balasnya.

Bryan menghela nafasnya, "kalau bukan masalah besar. Kenapa lo nangis sampai kayak gitu? Nathan lagi? " Tanyanya memastikan.
Lisa menggeleng dengan senyumannya. Bryan kembali menghela nafas. Tangannya terulur untuk mengusap rambut Lisa yang tertutupi topi.
"Kalau ada apa - apa cerita sama gue. Kita udah kenal lama. Jadi gue tau kalau lo lagi ada masalah kali ini, " Bryan menarik Lisa kedalam pelukannya. "Tolong jangan sakitin diri lo lagi, Lis. Gue sayang sama lo. "
"Gue juga sayang sama lo, Bry. "

Gue lebih sayang sama lo, Lis.

Mereka terduduk di salah satu restoran didekat pantai itu. Sejak kejadian siang tadi, ia bahkan belum makan sama sekali. Sungguh Lisa yang malang.
"Udah gak usah dipikirin lagi. Nih makan, " Bryan menyodorkan daging yang sudah ia potong kecil - kecil tadi kearah Lisa.
Gadis itu tersenyum, "makasih Bry. Makasih buat semua yang udah lo lakuin selama ini buat gue. "

***

Ini sudah panggilan keseratus sekian yang sudah Bian lakukan untuk menghubungi gadis itu. Ia bahkan tidak menyadari jika Lisa meninggalkannya tadi siang direstoran. Ia masih terkejut dengan kedatangan Cinta yang tiba - tiba. Meskipun gadis itu sudah mengirimi pesan kemarin malam. Kedatangan gadis itu membuatnya lupa akan keberadaan Lisa.

Bian meremas rambutnya frustasi.
"Sial!  Jawab telfon gue Lis! " Ia mematikan telfonnya ketika mendengar suara operator.  Mencoba menghubungi ponsel gadis itu lagi. Dan masih sama, hanya terdengar suara dari operator.

"I miss you so much, Bi! " Ucap Cinta dengan mencium pipi kanan Bian.
Pria itu terkejut dengan perlakuan mantan kekasihnya itu. Darahnya mendesir, ingatan pahit masa lalunya kembali. Ia mendorong gadis itu, sedikit menjauhkan dirinya dari tubuh gadis itu.

Alis gadis itu menaut, "kamu kenapa, Bi?  Kamu nolak pelukan aku? "
Mata Bian menajam, "lo masih nanya?  Gue harap lo pergi sekarang. Gue gak mau lagi lihat muka lo! "
Mata gadis itu memanas, bahkan berubah menjadi sedikit merah. Hingga sebuah isakan keluar dari bibirnya.
"Kamu kok jahat sih Bi sama aku. Aku salah apa? "

Bian menyeringai, ia bangkit dari duduknya.
"Lo masih nanya salah lo apa?  Tanyain sama diri lo sendiri! " Ia pergi meninggalkan mantan kekasihnya itu sendiri.

Bian meremas rambutnya frustasi.
"Maafin gue, Lis. " Lirihnya fruatasi.

———

Hai... Selamat siang menjelas sore. Jangan lupa vote + comment ya..
Kasih saran dong. Siapa yang cocok buat jadi pemerannya Cinta.

Kudus, 25 Juni 2018

Wlnd0511

REFLECTION [ Selesai ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang