Part 5 The Sorrow

5.8K 475 1
                                    

Sudah hampir satu minggu Elisa ada di penjara. Dirinya sudah merasa tidak kuat dengan beban yang dihadapinya. Tubuhnya serasa hancur. Luka yang ada di sekujur tubuhnya terasa sangat menyakitkan. Belum lagi rasa lapar dan haus akibat tidak adanya asupan nutrisi yang mencukupi.

Ia tidak ingin selalu menjadi beban dengan merepotkan kucing kecilnya. Dirinya merasa sangat sedih saat memakan makanan yang sengaja disisakan oleh kucing mungil itu.
Tentunya kucing itu adalah kucing yang beberapa waktu lalu ia tolong. Mungkin apabila tidak ada kucing itu, dirinya akan mati kelaparan.

Hari berganti hari Elisa selalu berdoa kepada Tuhan. Dirinya berdoa agar Tuhan mau memberikan keajaiban untuknya. Ia ingin sekali menyusul ayah, ibu, dan kakaknya. Hidup yang dijalaninya terasa sangat berat.
Namun setiap kali dirinya ingin bunuh diri, ia selalu teringat pesan mendiang orang tuanya.

"Sayang.. Kamu adalah anak ibu yang kuat. Jagalah dirimu.. Kelak kamu akan menjadi orang yang hebat"

Kalimat ibunya seakan menjadi penyemangat tersendiri bagi Elisa. Ia selalu merapalkan kalimat itu dalam benaknya disaat dirinya jatuh terpuruk.

Suara pintu penjara yang berdenting menghentikan Elisa dari lamunannya.
Empat penjaga masuk disertai dengan cambuk ditangan mereka.

"A.. Aapa mau kalian?" Elisa bicara terbata saat pandangannya menangkap cambuk yang dibawa keempat penjaga itu.

"Ha dasar gadis bodoh, tentu saja kami mau menghukummu" ucap penjaga yang paling dekat dengannya.

"Tapi kalian sudah menghukumku kemarin, aku tidak melakukan kesalahan apapun" elak Elisa dengan suara cukup keras.

"Diam kau!! Alpha menyuruh kami menghukummu karena kau tidak tau malu" bentak penjaga kedua dengan lantang.

"Alpha? Tapi aku tidak melakukan apa pun" ucap Elisa sambil menangis.

"Diam jalang...!!! Terima saja hukumanmu" Bentak salah satu penjaga yang sudah muak.

Tanpa butuh waktu lama mereka mulai menarik Elisa ke tengah ruang penjara. Tangan dan kakinya diikat dengan kuat sehingga menimbulkan bekas kemerahan pada kulitnya.

Mereka mulai mencambuki Elisa tanpa ampun. Tangisan, teriakan dan rengekan Elisa seolah tak ada artinya bagi mereka. Mereka mencambuk Elisa secara bergantian dengan bengis.

Satu jam telah berlalu, kondisi Elisa bisa dibilang sangat mengenaskan. Baju dan celananya sudah lusuh dan robek di beberapa bagian akibat cambukan. Rambutnya sudah kusut dan berantakan. Matanya sudah bengkak akibat menangis terlalu lama. Bekas ikatannya sudah menjadi warna biru keunguan akibat dirinya yang tak bisa diam. Luka pada kulit punggung dan kakinya tentu saja nampak sangat mengerikan.

"Buka ikatannya.. " ucap salah satu penjaga senior kepada rekannya.

Penjaga yang lainnya segera membuka ikatan Elisa. Setelah ikatannya terlepas, Elisa hanya bisa mengerang kesakitan.

"Hah.. Masih untung kami masih berbaik hati untuk membuka ikatanmu. Ayo kita tinggalkan dia" Ucap salah satu penjaga itu sambil melenggang pergi diikuti oleh rekan-rekannya.

Setelah pintu penjara tertutup hanya terdengar suara isakan. Isakan kepedihan yang dikeluarkan oleh Elisa. Siapa saja yang mendengarkannya akan terasa miris dan kasihan.
Elisa mengerang kesakitan sambil terisak. Hatinya terasa sangat sakit dan tubuhnya terasa hancur.

Ia tidak tau dosa apa yang sudah ia perbuat sampai mendapat hukuman seperti ini.
Ia hanya berharap suatu saat nanti akan ada waktu dimana dirinya bisa bebas.

#Di tempat yang berbeda
Dua orang wanita paruh baya nampak menangis tersedu-sedu. Mereka merasa bersalah atas semua yang terjadi kepada Elisa. Mereka tak bisa menolong ataupun berbuat apapun sampai waktu yang ditetapkan tiba.

"Barjuanglah sebentar lagi sayang, kami pasti akan datang dan membebaskan penderitaanmu" ucap salah seorang wanita itu dengan pandangan penuh tekad dan mata merah penuh air mata.

The Little Lunaحيث تعيش القصص. اكتشف الآن