•°*~JIMIN~*°•

40 6 7
                                    

"Aku bukannya ingin mengakhiri, aku hanya memulainya. Memulai dari awal sebelum aku merasakan lagi apa itu kehilangan"

|
|
|

Sebenarnya Jimin ingin ikut dalam pemakaman Hyung kesayangnya, Hoseok. Tapi dia benar-benar tidak sanggup untuk lebih mendekat ke sana. Benar, Jimin sedari tadi sudah berada di sekitar kuil penyimpanan abu untuk orang yang sudah meninggal tapi tidak memiliki keberanian untuk masuk ke dalam. Jadi dia memilih menatap ketiga sahabatnya dari kejauhan yang sedang menangis di depan abu milik Hoseok.

Sakit, perih dan kecewa yang semakin besar membuat Jimin tak sanggup lagi menahan air matanya lebih lama. Sebelum tangisnya pecah, dia memilih untuk segera pergi saja dari tempat ini.

"Hyung, itu Jimin Hyung!" pekik Jungkook tiba-tiba sambil menunjuk kearah Jimin yang tampak terkejut lalu langsung lari dari posisinya tadi secepat mungkin.

"Sudah jangan kejar dia Kook, kau tahu dia lah yang paling terpuruk saat ini," cegah Jin dengan menarik cepat tangan kanan Jungkook. Jungkook yang mendengar penjelasan Hyung tertuanya itu pun hanya bisa menurut saat ini. Walau hatinya terus bergejolak memintanya untuk segera mengejar Jimin Hyungnya.

"Kuharap kau terus kuat, Hyung" batin Jungkook mengingat kejadian kemarin.

Ternyata Jimin berlari ke rumahnya dan langsung menerobos masuk ke dalamnya, lalu menutup rapat pintunya dengan dentuman yang begitu keras. Terlihat nafasnya yang memburu akibat dia yang terus berlarian tadi. Namun dia bersyukur Jungkook tak mengejarnya seperti semalam atau rasa bersalah itu akan semakin menghantuinya lagi nanti.

Saat merasa nafasnya kembali normal, dilangkahkannya kakinya menuju ruang tamu yang luas dan hanya ditinggalinya seorang diri kini. Membuat perasaan sepi langsung menerpanya. Tak ada lagi orang baik seperti Hoseok yang akan sering-sering menemaninya di sini.

Rasa lelah membuatnya langsung menjatuhkan tubuhnya ke atas sofa panjang berwarna gading itu. Dan tanpa dapat ditahan, air mata yang beranak sungai mengalir deras dari kedua mata sipitnya. Tangisnya pun pecah seketika tanpa ada niat untuk menahanya lagi. Dia memilih menangis kencang saat ini.

Masih dalam posisi yang sama dengan isak tangis yang mulai mereda, Jimin mengalihkan tatapannya kearah dinding yang berada tepat di depan sofa tempat dia berbaring saat ini. Terlihat begitu banyak tulisan-tulisan tangan di atas setiap kertas persegi warna-warni yang tertempel di sana. Berisikan pesan-pesan yang ditulis oleh Hoseok Hyungnya sendiri untuknya. Jimin pun memutuskan untuk bangkit dari rebahannya. Berjalan dengan langkah gontar, mendekati kertas-kertas yang masih tertempel kuat di sana. Kembali dibacanya satu persatu tiap tulisan pada kertas itu.

"Jimin~ah jangan lupa sarapan, makan siang dan juga malam mu ne? Hyung menyayangimu😘."

"Jangan lupa bersihkan sendiri kamarmu yang bau itu, rasa-rasanya aku selalu ingin muntah jika tidur di sana😒"

"Kau harus mencuci piring dan pakaianmu sendiri ne? Dan berhentilah untuk manja bayi besar😑"

"Berhentilah untuk minum-minum dan kau harus makan sayurmu Jiminie😣"

"Ingat lipat pakaian mu dengan rapi, aku tidak bisa selalu melakukannya untukmu. Aku itu Hyungmu bukan pembantu atau istrimu Jiminie pabbo~😤"

"Lagipula kau tahu kan aku ini benci yang kotor-kotor😇" Dan masih banyak lagi pesan-pesan lainnya. Tanda disadarinya, segaris senyum tipis terukir di bibirnya untuk pertama kalinya sejak berita kepergian sahabatnya itu.

•°*~BUTTERFLY~*°•Where stories live. Discover now