Sisters Tell No Tales

594 34 0
                                    

"Sudah berapa kali aku bilang, kalau cowok itu brengsek, Nala!"

Nala diam, menundukkan kepalanya dalam-dalam. Ini bukan pertama kalinya kembarannya itu memarahi dan melarangnya dekat dengan lawan jenis. Omongan sedikit kasar itu memang selalu benar dan selalu ia patuhi. Tapi sekarang, entah kenapa ia menolak keras ucapan kembarannya.

Kepala Nala mendongak lalu menatap kembarannya. "Tapi aku mencintainya."

"Omong kosong soal cinta." Nara berdecih lalu tertawa remeh. "Cinta itu cuma alasan klasik mendatangi kematian dan berakhir kebencian."

Nala menggeleng lalu membuka mulut tapi kemudian menutupnya kembali saat melihat Nara dengan acuh pergi meninggalkannya.

Terdengar helaan napas panjang dari Nala. Tidak ada rasa kesal atau benci terhadap kembarannya, karena ia tahu kalau cewek yang mirip dengannya itu selalu menjaganya dibalik sifat kasarnya. Beda dengan sekarang, Nala kesal dengan Nara karena cewek itu melarangnya dekat dengan Gara, cowok yang selama ini di dekatnya.

"Dia tak baik untukmu," ucap Nara. Setelahnya ia melangkahkan kaki meninggalkan Nala.

Nala emosi, cowok bernama Gara itu tidak seperti yang dibilang Nara. Ia menyusul Nara yang hendak memasuki kamarnya.

"Gara tak seperti yang kamu bilang. Gara baik, dia selalu bisa ngertiin aku, dan aku nyaman sama dia. Dia tidak seperti cowok-cowok lain, dia beda. Dia tidak seperti yang kamu pikirkan!" Nara sedikit mengeraskan suaranya. Sebelumnya ia tak pernah seperti ini, tak pernah membantah apa yang dikatakan kembarannya. Tapi kali ini berbeda, semuanya berbeda.

Nara tersenyum sinis. "Biar kutanya, apa perbedaan dia dengan cowok lain?"

"Dia berbeda. Disaat cowok lain yang mendekatiku menyerah karena kau selalu menjadi penghalang, dia tidak. Bahkan dia sama sekali tidak menunjukkan tanda-tanda menyerah. Bahkan dia berjanji padaku untuk meyakinkanmu kalau ia benar-benar tulus padaku."

Nala tersenyum sambil mengatakan beberapa kalimat itu. Ia jadi mengingat perkataan Gara yang ingin meyakinkan Nara kalau ia benar-benar tulus padanya. Cowok lain yang biasanya mendekati Nala, akan mundur satu langkah karena bentakan dan ancaman yang diberikan Nara, tapi Gara berbeda. Maka dari itu, bukan hanya Gara yang akan meyakinkan Nara, tapi ia juga akan meyakinkan kembarannya itu.

Nara menghela napasnya berat. "Baiklah, kalau begitu tunjukkan padaku dan yakinlah aku. Supaya aku bisa menyetujui kalian. Ingatlah Nala, aku melakukan semua ini karena aku menyayangimu. Kau kembaranku, saudaraku, sahabatku, kita berbagi rahim saat di rahim Ibu. Karenanya aku tak ingin melihat kau tersakiti karena cinta. Aku tidak ingin semua itu terjadi. Mangkannya aku selalu menjauhkanmu dari cowok brengsek yang mencoba mendekatimu."

Nala terdiam setelah mendengar kalimat panjang yang diucapkan Nara. Bahkan ia baru menyadari kalau kembarannya itu sudah masuk ke dalam kamar saat ia mendengar suara pintu yang tertutup.

Nala terdiam setelah mendengar kalimat panjang yang diucapkan Nara. Bahkan ia baru menyadari kalau kembarannya itu sudah masuk ke dalam kamar saat ia mendengar suara pintu yang tertutup.

Rasa ketakutan dan bersalah kembali merasuki dirinya. Sekuat apapun dirinya menyembunyikan, nyatanya akan muncul tanpa diduga. Walaupun ia berlari sekencang mungkin, rasa itu tetap bersamanya menjadi bayangan yang pasti ada tapi tidak terlihat.

Diambilnya sebuah foto yang disembunyikan dalam selipan buku tebal. Diusapnya lembut sesekali tangannya bergantian menyeka air matanya. "Kenapa kau bodoh!?" Desis Nara pada seseorang yang tersenyum lebar didalam foto itu.

Nara merebahkan tubuhnya ke ranjang. Tatapan menerawangnya jauh ke langit-langit. Pikirannya melayang pada cowok yang memakinya ditempat umum. Berbagai macam makian kasar tertuju padanya dan dirinya hanya bisa menangis melihat sosok yang dicintainya terbujur kaku. Dah setelah itu Nara pergi menjauh, menghilang dari cowok yang membenci dirinya.

One ShotTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang