Ost Village

431 18 4
                                    

Hari terlihat gelap, menandakan akan turun hujan deras. Layla yang tadinya sedang bersantai di sebuah cafe segera pergi dan memasukkan kembali laptopnya ke dalam tas lalu menuju mobil.

Dalam perjalanan pulang, tiba-tiba mobilnya mogok. Sial sekali, karena hujan yang lebat membuat sekelilingnya menjadi
sepi.

Akhirnya, Layla terpaksa keluar mobil untuk mencoba membenarkan 'carnavan' miliknya. Tentu saja hal itu akan membuat tubuh mungilnya menjadi basah kuyup dan kedinginan.

Alhasil, ia tetap saja tidak bisa membetulkannya. Malah membuat mobilnya semakin rusak hingga mengeluarkan asap hitam pekat yang mengebul dan akhirnya malah membuat wajahnya menghitam. Huffft!

Layla kembali masuk ke dalam mobil sambil menepuk setir dengan amarah. Mengambil sehelai kain untuk membersihkan wajahnya yang imut.

"Sial, apa yang harus aku  lakukan?!"

Kemudian bola mata Layla tertuju pada sebuah tempat yang terlihat misterius dan menakutkan. Ia memandanginya sambil menelan ludah. Saat ini yang dibutuhkannya hanyalah tempat peristirahatan terakhir. Tunggu, Layla belum mau mati!

Tanpa pikir panjang, Layla mengambil tas yang berisi laptop dan berlari mendatangi tempat layaknya asrama.  Ia berdiri tepat di depan pagar besar dengan tulisan "Ost Villa."

"Not bad," gumam Layla.

Layla mendorong pagar besar yang berkarat itu dan mencoba untuk segera masuk. Di depan pintu terdapat bel klasik yang dengan ciri khasnya adalah dipukul.

Tanpa babibu, ia langsung memukul bel klasik tersebut. Hening. Tidak ada jawaban. Dengan mengumpulkan sedikit keberanian, Layla mendorong pintu tua yang terbuat dari kayu tersebut.

'Krekkk...' suara pintu tua berdecit membuat tangan Layla menjadi gemetaran.

Kemudian ia melangkahkan kakinya masuk ke dalam villa. Baru beberapa langkah, beberapa kelelawar besar beterbangan di atas kepalanya menuju pintu tua, mungkin terganggu dengan kehadirannya. Lagi-lagi Layla menjadi semakin takut. Ia kembali berjalan sambil memegangi tubuhnya yang basah, melewati beberapa ruangan hingga sampailah ia diruang perapian.

Layla duduk di karpet dan melepaskan jaketnya yang basah. Mengulurkan tangannya kearah perapian, dan sesekali mengusapkan kedua telapak tangannya.

Ini sangat nyaman dan hangat. Layla merangkul tubuhnya sendiri dengan memegang kedua lututnya, tiba-tiba seseorang dari belakang mengagetkannya.

"Halo," sapa seorang wanita paruh baya, yang usianya kira-kira sekitar 40 tahun.

"Eh, monyet gelantungan di salon!" ucap Layla latah.

"Apa? Coba katakan sekali lagi! Remaja jaman sekarang memang benar-benar tidak tahu sopan santun," ucap wanita itu.

"Anda yang tidak sopan! Saya sedang asyik bersantai tapi anda malah mengejutkan saya!"

"Tunggu, kau siapa? Beraninya kau melawanku. Dengar, ini villa milikku. Dan kau masuk tanpa izin!"

"Hah, apa? Villa ini milik anda?! Pantas saja terlihat tua dan kuno, pemiliknya saja seperti ini! Hahahaha, ups."

"Kau-"

Belum sempat wanita itu menyelesaikan ucapannya, pria paruh baya datang melerai keduanya.

"Hei, ada apa, Rose?" tanya pria paruh baya itu sambil menatap dua perempuan yang sedang berdiri di hadapannya dengan wajah penasaran.

"Oh, jadi wanita di hadapanku ini bernama Rose. Namanya tidak seindah fisiknya." pikir Layla.

"Jadi, ini villa 'kan? Saya ingin menginap di sini. Soal biaya ? Mudah. Ini, ambil saja kembaliannya," ucap Layla sambil mengeluarkan segepok uang dari tas dan meraih tangan pria paruh baya itu untuk ia berikan uang.

One ShotTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang