BATAVIA 2. 23

4.7K 527 3
                                    


1940
Tahun yang kelam bagiku.

Kalian tak akan pernah tahu menyesalnya aku terlahir di dunia. Bahkan kalau aku bisa, aku ingin terlahir di masa depan. Tapi entahlah, mungkin saja masa depan sama kejamnya dengan yang sekarang.

***

"Como o preço?"
(Berapa harganya?) Bahasa Portugis

"Se é gratuito. Dar a menina com você!"
(Itu gratis. Berikan pada gadis yang bersamamu)

String menatap penjual laki-laki Portugis itu dengan matanya yang biru. Tangannya dengan ragu menyaut benda yang disodorkan sang penjual. Dia mendekat ke arahku yang bak kambing peliharaan.

"Dit is voor jou"
(Ini untukmu)

Dia menyodorkan sebuah jaket ke arahku. Aku hanya menatapnya sekilas dan membuang jauh-jauh tatapanku.

String menggeram. "U mag mij haten, maar op zijn minst waarderen de gunning van de verkoper!"
(Kau boleh membenciku, tapi setidaknya kau bisa menghargai pemberian penjual itu)

String menarik tangan kananku dan menaruh jaket panjang selutut seperti miliknya tersebut di tangan.

"Dank u"
(Terima kasih)

Aku berbisik lirih. Mata String terpincing, dia menatapku dengan lirikan di ujung mata.

"Kukira kau akan berterima kasih pada penjual itu" senyum simpul tergambar di sudut bibirnya sebelum dia beranjak pergi.

Mataku membulat untuk beberapa detik, lalu detik berikutnya wajahku berubah menjadi kusut.

"Aku tidak bisa Bahasa Portugis"

String berhenti tak jauh dariku. Dia berbalik dan memutar bola matanya.

"Obrigado por bens"
(Terima kasih atas barangnya)

Dia sedikit berteriak, penjual itu melambaikan tangan sembari tersenyum.

Kini String menatap ke arahku, tanpa diperintah aku mengekor di belakangnya.

Kami berdua melewati pasar itu dengan susah payah, sedangkan hujan dengan derasnya mengguyur kami semua. Jalanan berbatu itu melicin seiring tetes demi tetes air yang turun.

String menggandeng tanganku saat beberapa orang dari India menabrak diriku. Spontan saja aku terjengkang, dan disitulah dia mulai tampak perduli dengan 'mantan' temannya.

Kami lontang-lantung di dalam pasar. Sedangkan String nampak kebingungan mencari jalan keluar karena saking sesaknya pasar dihari itu. Rambutnya yang pirang kini mulai basah, sedangkan tangannya mulai mendingin.

"Kau harus bilang permisi!" dari belakang aku menasehati. Namun String hanya membalas dengan lirikan jahat.

Beberapa saat bergelut dengan sesaknya pasar. Keras kepalanya mungkin mulai luluh.

"Per-permisi!" suaranya yang serak mendengus lirih.

Beberapa orang yang bisa berbahasa Melayu menyingkir. Sedangkan yang lain hanya acuh tak acuh.

Menit kemudian kami berdua bisa menyingkir dari keramaian. Ke sisi pasar yang menghadap langsung ke gedung VOC.

"Lain kali aku tak akan pergi ke pasar" String bergumam sendiri.

Tangannya semakin dingin dan wajahnya memucat..

String menoleh ke arahku yang mengambil nafas panjang-panjang. Air hujan masih membasahi kami berdua.

"Siwi!" pekik String.

"Ha?" aku mendongak.

Wajah String nampak berubah terkejut. Tangannya meremas tanganku dengan lebih keras, dia memelukku dalam dekapannya.

Aku tersentak, bahkan hampir saja aku berteriak.

"Kau pucat sekali" lanjut String berikutnya.

Bukan. Bukan kepedulian String yang kumasalahkan. Tapi sepedulikah aku padanya sampai aku tak menyadari bahwa aku sama pucatnya.

🚧🚧🚧

BATAVIA[Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang