Part 7 - Amaya, Ini Isi Hati Saya.

6.1K 520 67
                                    


Amaya uring-uringan di tempat tidurnya sejak dia pulang dari sekolah. Ia ngambek berat. Bahkan kakinya menendang-nendang guling yang sedaritadi dipeluk Amaya. Teriakan ibunya yang menyuruhnya turun ke bawah untuk makan malam pun tak digubris. 

Jadi, karena risau perihal hubungannya dengan Keenan, saat dirinya masih di sekolah tadi Amaya mendapat ide-- mengapa ia tidak bertemu Keenan sepulang sekolah saja? Keenan bilang pesawatnya takeoff pukul 10 malam, sedangkan saat pulang sekolah tadi baru pukul setengah empat sore. Bisa, dong, Amaya bertemu Keenan untuk sebentaaaaar saja?

Ah, pintarnya Amaya.

Begitulah pikirnya, sebelum...

Amaya menelpon Keenan, guna untuk menanyakan di mana pria itu berada.

Dan ternyata... Keenan memang menjawab telpon Amaya-- tapi ia tak berada di apartemennya, ataupun di kampusnya. Rupanya Keenan sedang ada di rumah sahabatnya di Daan Mogot. 

"Maaf, Amaya..." kata Keenan di sambungan telepon, dengan suaranya yang bernada rendah.

"Saya gak ngasih tau kamu sebelumnya. Sekarang saya lagi di Daan Mogot, di rumah teman, karena lebih deket ke Soekarno-Hatta daripada saya berangkat dari apartemen..."

"Maafin saya, Amaya. Saya janji, waktu saya pulang dari Vietnam, kamu adalah orang pertama yang saya temuin. Kamu mau oleh-oleh apa, hm?"

Amaya mendecak kesal mendengar ucapan Keenan yang terkesan enteng. Amaya tak peduli kalau dia sedang ada di trotoar depan sekolahnya--mencak-mencak sudah seperti anak kecil yang telat dijemput, sambil melipat tangannya di depan dada. Ia makin kesal lagi saat mendengar Keenan menawarkan oleh-oleh dari Vietnam. Amaya gak tau apa oleh-oleh yang bagus dari Vietnam! Jadi dia gak bisa minta apa-apa.

"Ya udah! Gak apa-apalah!" jawab Amaya ketus. Ia langsung mematikan sambungan telponnya dengan Keenan secara sepihak. Akhirnya ia berjalan dengan langkah berat ke parkiran motor sekolahnya. Motor Amaya sudah pulang dari bengkel, jadi ia sudah bisa memakainya. Amaya langsung pulang ke rumah lantaran bete.

Sebetulnya, dibanding marah, Amaya lebih merasa kecewa. Amaya sudah berharap besar untuk bisa manja-manjaan dengan Keenan sebelum keberangkatannya ke Saigon, Vietnam. Tentunya, sambil membicarakan soal hubungannya yang tak jelas ini. 

Amaya ngotot untuk membicarakan soal itu karena ia benar-benar tak ingin tubuhnya dijamah tanpa ikatan-- yang jelas-jelas ia dan Keenan lakukan selama 2 bulan terakhir ini, dan Amaya baru menyadari itu. Menurut Amaya, dilihat dari mana pun juga kalau tubuhnya dipakai oleh orang yang tak punya status dengannya itu buruk. 

Memikirkannya, Amaya jadi sedih dan bingung. Ia memeluk gulingnya erat-erat, sambil bergelung di balutan selimutnya. Bahkan Amaya tak mengacuhkan ponselnya yang bergetar berkali-kali karena pesan Line yang masuk dari Keenan.

"Amaya, sebentar lagi saya boarding. Ini lagi nunggu sama teman-teman saya"

"Kamu lagi apa? Peer sudah dikerjakan? Udah makan malam, kan?"

"Jangan mentang-mentang saya nggak ada, kamu jadi nggak belajar. Ulang materi yang dibahas di PM tadi, ya"

"Atau kamu udah tidur?"

"Amaya, saya boarding, ya. Nanti saya kabarin kalau saya udah sampai. Good night"

Begitulah isi pesan-pesan Line dari Keenan yang muncul di pop-up layar ponsel Amaya. Amaya hanya menatap pesan pop-up yang muncul satu persatu, namun tak ia buka. Sebab Amaya belum mau membalasnya. Ia melirik jam di sudut kanan atas layar ponselnya. Pukul 21.43 malam. Pantas saja Keenan sudah boarding ke pesawatnya.

Mr. Tutor !!Hikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin