3. Ada Apa Dengan Masa Lalumu?

42 4 0
                                    

Bab 3

Ada Apa di Masa Lalumu?

Leo bertanya-tanya. Beberapa kali dia melihat Wahyu menatap Ana dari bangkunya. Dia curiga dan mulai berpikir kalau Wahyu tertarik dengan Ana. Namun, Wahyu sendiri bilang dengan Leo kalau dia… benci sekali dengan Ana!

Kenapa Wahyu membenci Ana?

Leo menggaruk kepalanya yang tak gatal. Tak mampu memikirkan jawaban dari pertanyaan yang menggema di benaknya. Untungnya karena jam istirahat tiba, jadi tak terlalu lama merasakan kebingungan itu.

Leo mengikuti Ana yang memilih menghabiskan istirahat di halaman samping. Halaman asri dengan banyak pepohonan di sekitarnya. Di kursi yang sama seperti beberapa hari lalu Leo menegurnya. Tak ada suara di antara mereka. Dan setiap tiga detik sekali Leo melirik Ana.

Seperti merasa diperhatikan, Ana pun menatap Leo. “Ada apa?” tanyanya dengan lembut.

“Ah, nggak…” sahut Leo salah tingkah. Wajahnya memanas gara-gara Ana menegurnya.

Ana masih menatapnya. Menuntut jawaban.

Leo menggaruk kepalanya lalu berkata, “Tadi aku lihat Wahyu memperhatikanmu.”

Raut wajah Ana sedikit berubah. Leo melihat dengan jelas perubahan itu. Ada apa di antara mereka? Benak Leo kembali bertanya-tanya. Aneh rasanya jika membandingkan tingkah dua remaja itu. Wahyu yang membenci Ana tapi memperhatikan gadis itu diam-diam. Ana yang tidak terlalu terkejut dengan kebencian Wahyu dan memasang wajah bersalah.

“Lalu?” pertanyaan Ana membuat Leo tersadar dari pemikirannya.

“Ng-nggak,” sahut Leo panik. “Hanya...” dia mengantung kalimatnya selama beberapa saat, “kupikir mungkin… dia tertarik padamu.” Dia mengutarakan kesimpulan yang begitu saja muncul di benaknya.

Ana tersenyum sedih. “Dia sangat membenciku…” lirih gadis itu.

Kening Leo mengeryit. Mencerna maksud perkataan Ana dan mengaitkannya dengan perkataan Wahyu beberapa hari lalu kalau dia sangat membenci Ana. Apa yang terjadi di antara mereka sih? Hatinya kembali curiga.

“Wahyu pernah bilang begitu padaku,” kata Leo akhirnya. Dia mendesah panjang. Sementara Ana, dia tak menjawab. Dan memilih menatap langit.

Leo bersandar di sandaran kursi sambil memandangi Ana. Ada rasa hangat memenuhi dadanya setiap kali melihat wajah gadis itu. Tapi, juga ada rasa sedih yang menyusup di hatinya, mengusik ketenangannya, setiap kali didapatinya kemurungan menyelimuti wajah Ana.

Leo menghela napas panjang lalu menengadah ke langit. Apa kalian saling akrab dulu? batinnya gundah. “Kalau mau, kamu bisa cerita bebanmu padaku,” katanya pelan beberapa menit kemudian.

“Beban?” ulang Ana. “Apa aku terlihat punya beban?” tanyanya sambil tertawa kecil dan mengalihkan pandangannya ke rumput di depannya.

Leo mengangguk. “Kelihatan jelas di mukamu.”

Ana menoleh dan tersenyum. “Jangan sok tahu,” kilahnya. Tapi Leo bisa melihat dengan jelas bahwa hati Ana sedang merintih.

“Kalau nanti kamu ingin cerita, aku siap dengerin,” ucap Leo mantap sambil memandang Ana dengan lembut.

Ana hanya tertawa pelan sebagai jawaban.

***

Esok hari, saat jam olah raga, Leo dan siswa lainnya memilih main bola sedangkan para siswinya memilih main volly. Beberapa ada yang main basket.

Leo semkain bersemangat saat melihat Ana menonton permainannya di sebelah kanan. Di pinggir lapangan. Maka dengan sekuat tenaga Leo menunjukan permainan bola terbaiknya. Dan hasilnya, timnya berhasil menang. Walau cuma selisih tipis. 3-2.

“Kamu lihat?” tanya Leo sambil duduk di dekat Ana. “Kami memang, hehehe…” ujarnya bangga.

Ana ikut tersenyum senang. “Selamat ya!” ucapnya tulus.

Sosok Wahyu melintas dan sekilas menatap Ana dengan dingin. Leo memandang heran.

“Hei, kenapa dia begitu padamu?” tegur Leo setelah Wahyu berjalan cukup jauh dari mereka.

“Ah?” Ana memilih memandang ke lain. Leo sedikit merengut melihat Ana berusaha menghindari pertanyaannya itu.

Keduanya diam di tempat tanpa suara beberapa waktu. Sementara siswa-siswa lain berhambur ke ruang ganti dan siap ke kantin, mengganti energi yang hilang barusan.

Ana membuang napas. Tanpa memandang Leo, dia berkata, “Menurutmu… apa masa lalu itu harus selalu diingat?”

Deg!

Leo memandang Ana sesaat. Apa Wahyu bagian dari masa lalunya? pikirnya. “Umm… Entahlah…” sahutnya enggan. “Memangnya, ada apa dengan masa lalumu?” tanyanya hati-hati. Diperhatikannya wajah Ana. Kesedihan itu tampak nyata.

Ana memandang langit lagi. “Kadang-kadang… masa lalu seperti bercanda padaku. Dia muncul di mimpiku, lalu menghilang. Saat aku sudah mulai lupa lagi, dia hadir lagi. Berebut menguasai pikiranku,” tuturnya. Dia mengalihkan pandanganya ke Leo lalu tersenyum pedih. “Masa lalu itu… sepertinya terukir di sini…” sambungnya sambil menunjuk dadanya. “Dalam…”

Leo merasa perih menelusup di hatinya. Dia tak suka melihat Ana bersedih seperti ini. “Apakah masa lalu itu yang selalu membuatmu merenung sendirian?”

Ana tersenyum tipis mendengar pertanyaan Leo itu. Hanya tersenyum. Tak ada lagi suara setelah itu.

Apa ada yang bisa kulakukan agar sedihmu sirna, An?Apa aku bisa buat senyuman menghiasi wajahmu? batin Leo sambil memandangi Ana dengan lekat.

[Aku harusnya memberi tahumu soal ini Ana. Jika masa lalu membuatmu tak bisa tersenyum, biarkan aku jadi masa kini yang bisa membuatmu tersenyum…]

~*~

Apakah kalian juga punya masa lalu yang bikin sedih?

Memeluk Asa Karya Orina Fazrina (Imah_HyunAe)Where stories live. Discover now