3: Ketakutanku yang Paling Besar

337K 16.7K 2.1K
                                    

Dua anak remaja berseragam sekolah dengan satu nampan berisi makanan dan minuman penuh keluar dari pintu depan menuju smoking area. Raut wajah yang perempuan tampak tak senang pada awalnya, namun setelah ia duduk dan menusuk sedotan ke tutup pelastik, ia kembali ceria.

"Gerah tau di luar," protes Gita setelah ia meminum minumannya.

"Bawel, ntar gue kipasin."

"Oke!" jawab Gita santai sebelum ia membuka bungkus nasi.

Gellar mendengus, kemudian ia mencabut sedotan dari gelasnya dan memukul kepala Gita dengan sedotan basah itu.

"Diem Lar." Gita bergumam pelan, enggan meladeni karena ia sangat lapar.

Mereka selalu seperti ini setiap ke McDonalds sepulang sekolah. Gita selalu ingin makan di dalam karena di luar gerah. Namun karena Gellar kadang merokok, permintaannya bertolak belakang dengan Gita.

Bahkan di beberapa waktu, mereka sempat makan sendiri-sendiri karena tidak ada yang mau mengalah. Padahal mereka memesan makanannya di satu kali pembayaran, tapi setelah makanannya bisa diambil, Gita akan memilih bangku di ruang ber-AC dan Gellar akan keluar dan duduk di smoking area.

"Makan jangan kayak babi." Gellar memerhatikan Gita.

"Lo babi."

"Ssh, ngomongnya apaan sih babi-babi!" seru Gellar dengan suara yang sengaja dikencangkan sehingga beberapa orang yang duduk di luar menoleh ke arah mereka dengan tatapan menyalahkan Gita.

"Rese lo!"

Lelaki di hadapannya hanya tertawa ringan, kemudian kembali sibuk dengan makanannya tanpa bicara apa-apa lagi.

"Gue mau beli es krim lagi abis ini."

"Git? Ini masih ada! Sama punya gue, nih, dua." Gellar menyuguhkan es krim di atas meja untuk Gita. "Bilangnya nggak mau gendut, tapi makan nggak kira-kira."

Gita mencibir bercanda sebelum ia kembali bicara. "Eh, bulan depan camping tau! Mampus lo, lo kan nggak suka gituan."

"Banyak nyamuk di hutan."

"Nggak banyak kok."

"Iya kulit lo kayak badak, jadi gak kerasa."

"Ih, pantesan nggak punya pacar," desis Gita kesal.

"Kenapa?"

"Kenapa?" cibir Gita lagi.

Gellar tertawa sebelum ia mematikan rokoknya. Ia tahu yang dimaksud Gita pasti karena ia tidak pernah memuji perempuan secara terang-terangan. "Yee, banyak kali yang mau sama gue! Gue nya aja yang gak mau punya pacar."

Gita hanya manggut-manggut meledek.

"Ya terserah kalau nggak percaya."

"Coba, kapan terakhir lo puji cewek cantik?" pancing Gita.

"Lo cantik," kata Gellar. "Tuh, barusan."

"You didn't mean it."

"I meant it. Lo cantik Git."

Gita menahan sendok pelastiknya di mulut sembari memalingkan pandangannya dari Gellar. Wajahnya menghangat saat ia dengar Gellar serius dengan ucapannya. Tapi hal ini aneh, karena tidak biasanya Gita merasa begini.

"Cuma kelakuan lo aja, minus," lanjut Gellar.

"Anjing lo."

Gellar tertawa. Omongannya langsung terbukti. "Eh omong-omong, kemaren ada yang SMS gue."

Maps (SELESAI)Where stories live. Discover now