4: Apa yang Sebenarnya Terjadi pada Malam Itu

242K 14.7K 760
                                    

Waktu menunjukan pukul lima pagi saat Gellar datang ke perkemahan sambil membopong tubuh Gita di punggungnya. Keputusannya untuk menyusuri area MCK untuk yang kedua kali merupakan keputusan yang tepat. Gellar berjalan lebih ke pinggir hingga ia melihat Gita tersangkut di pinggir tebing oleh akar belukar yang cukup lebat. Ia tak dengar suara Gita sama sekali, namun nalurinya menyuruh ia untuk menoleh lebih jauh ke bawah.

Gellar berseru kencang meminta tolong Benny dan yang lain untuk mengangkat Gita ke atas. Asumsinya, Gita terjatuh saat hendak ke toilet. Bodohnya Gita, ia tidak memakai jaketnya dan barangkali senter yang ia bawa sudah terjun bebas ke jurang. Gellar hampir menitihkan air mata saat membayangkan jika Gita tak tersangkut. Ia hampir kehilangan seseorang yang sangat berharga untuknya.

Semua orang yang menunggu kehadiran Gellar dan yang lain langsung berdiri. Mata Tere sembab dan sekarang ia kembali menangis saat melihat Gita tidak berdaya di atas punggung Gellar. Gita hanya mengenakan selapis kaos lengan panjang yang sudah robek di beberapa sisi dan celana panjang berwarna hitam di saat mereka semua kedingingan. Kakinya menggantung tanpa alas kaki dan kotor, ikat rambutnya longgar sehingga beberapa helai rambut yang terlepas menutupi wajahnya.

Fia buru-buru membuka tenda dan merapikan isinya agar Gellar bisa meletakkan Gita di sana. Anak-anak mulai ribut, tapi Faqih segera menyuruh yang lain untuk bersiap-siap subuh.

"Gita, ya ampun." Sarah mengikuti Gellar dan Benny ke dalam tenda, disusul Tere, Faqih, Afaf dan Hana selaku tim medis dari kelas 12.

Air mata Gellar sudah tidak terbendung lagi. Ia menghapus tangisnya berkali-kali saat Afaf dan Hana mulai merapikan rambut Gita. Beberapa memar dan lecet di tubuhnya mulai tampak. Hati Gellar tersayat. Ia menggenggam erat tangan Gita.

"Gue mau bersihin badannya dulu, yang cowok please keluar sebentar ya?" pinta Afaf.

Faqih dan Benny mengangguk, lalu keluar dari tenda.

"Lar?" panggil Hana.

"Gue mau di sini–"

"Tapi dia harus ganti baju, Gellar," potong Hana lebih tegas kepada adik kelasnya itu.

Gellar tidak punya pilihan lain. Ia berjalan gontai sampai menjatuhkan diri, duduk di sebelah Faqih. Benny merangkul Gellar dan menariknya supaya Gellar bersandar.

Beberapa jam terakhir terasa begitu berat. Ini pengalaman yang tidak akan dilupakan oleh Gellar. Kejadian ini membuatnya tambah membenci camping. Ia bersumpah tidak akan mau ikut tahun depan meskipun guru-guru memilihnya dan Gita untuk menjadi panitia.

***

Matahari mulai menampakkan diri, sinarnya menjalarkan kehangatan dan ketenangan karena akhirnya hutan tidak gelap lagi. Anak-anak mulai membuat sarapan dan beberapa ada yang membersihkan diri. Gita masih berbaring di dalam tenda, ditemani Sarah dan Gellar. Teman sebangkunya itu berkali-kali mengusap air mata yang mengalir karena sedih melihat kondisi Gita yang memar-memar. Belum ada yang berani bertanya apa yang sebenarnya terjadi, termasuk Gellar.

Lelaki itu berbaring menghadap Gita di sebelahnya, memerhatikan luka di dekat bibir Gita yang tadi subuh dibersihkan Hana.

"Gue keluar dulu ya? Mau bantuin anak-anak," ucap Sarah yang dijawab anggukan oleh Gellar dan Gita.

Setelah tinggal mereka berdua di tenda, Gellar bergeser dari tempatnya dan merekatkan jaket yang ia pakai.

"Gue takut banget Git," katanya memecah keheningan dengan suara serak. "Anjir, gue nggak pernah setakut tadi."

"Udah nggak apa-apa," jawab Gita pelan sekali, nyaris seperti bisikan. "Kan udah ketemu."

Gellar refleks menjitak kepala Gita dengan tangannya sendiri. "Gak apa-apa pala lo! Lo gak mikir sih perasaan gue! Gue takut lo mati ya!"

Maps (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang