SAME | 2

131 3 0
                                    

Arya terus memainkan handphone miliknya sambil memikirkan apa yang baru saja ia lihat. Iya, gadis yang tadi ia lihat sangat mirip dengannya.

"Ah yang benar saja, emangnya gua punya saudara kembar? Hidup gua aja gajelas kaya ini" gumam Arya.


"Sesaat lagi, kereta anda akan tiba di Stasiun Tebet."


Arya segera turun dari kereta dan berjalan menuju kost yang letaknya tidak begitu jauh dari Stasiun Tebet. Saat sampai di kost, ia langsung melempar tas kemana saja dan berbaring di atas kasur.

"Kenapa hari ini capek banget? Padahal gua aja gamasuk kelas tapi malah ke kantin. Haha" ucap Arya sambil tertawa.


Ia mengambil handphone dan membuka aplikasi LINE. Tidak sengaja ia melihat menu LINE TODAY dan ia pun tidak sadar sedang membaca berita yang tadi ia perselisihkan dengan teman-temannya.

"Eh? Kok gua jadi baca berita ini? Ah Arya oon" umpat Arya.

"Mending telfon Ibu ah, kangen"


Arya menekan angka 1 pada layar handphone nya. Ia selalu berharap jika ibu nya mau berbicara cukup lama dengannya.


Tuut

Tuut

Tuut


"Halo Bu?"

"Halo Arya, kenapa?"

"Tidak apa-apa. Ibu lagi sibuk ya?"

"Ah iya nih, abang mu sedang meminta bantuan pada ibu"

"Oh begitu, yaudah bu aku tutup telefon nya. Dadah"

"Baiklah"


Tuut


"Pasti selalu tentang abang, terlihat sekali perbedaannya" ucap Arya sambil bergetar.


Ya, memang selalu seperti ini jika Arya sedang menelfon Ibu nya. Bukan, beliau bukan lah Ibu kandung Arya. Ia adalah orang tua angkat Arya, Arya dari kecil tinggal di panti asuhan. Namun semenjak SMP, keluarga Dion Pamungkas mengadopsi Arya sebagai anaknya. Sejak saat itu semua keperluan Arya selalu terpenuhi kecuali rasa sayang. AArya terkadang merasa sedih karena walaupun ia sudah memiliki keluarga rasanya seperti ia tidak memiliki keluarga. Padahal Arya adalah tipe orang yang tidak menyukai kesendirian.


"Aku sudah terbiasa hidup sendiri, namun tetap saja aku tidak suka jika selalu sendiri seperti ini" batin Arya sambil memejamkan matanya.

*****

"Kartu KMT ku mana? Ah tidak mungkin ketinggalan kan?"

"Perasaan tadi sudah aku masukkan ke dalam tas"

"Ayo Alana ingat-ingat lagi. Setengah jam lagi kamu masuk kerja"


Alana terus mencari keberadaan kartu KMT nya dengan panik. Memang begitu sifat Alana, selalu panik jika terjadi sesuatu sehingga melupakan lingkungan sekitar. Saat ini dia pun tidak sadar telah menabrak seorang ibu-ibu.

"Aduh.... Mbak, kalau jalan lihat-lihat dong" tegur ibu-ibu yang baru saja tertabrak oleh Alana.

"Oh iya, maaf bu" ucap Alana sambil menundukkan kepala.


Lalu ibu tadi pun pergi meninggalkan Alana dengan mulut yang masih mengoceh.

"Astaga, kartu kuuu.. Kau dimana? Aku bisa telat ini"


Dia pun akhirnya mulai mengecek bagian kantong di celana nya dan ternyata kartu itu ada di dalam kantong tersebut.

"Betapa bodohnya diriku........." gerutu Alana dalam hati.


Dengan cepat ia berlari keluar Stasiun Manggarai dan langsung pergi menuju Rul's Coffee Galllery. Ya, Rul's Coffee Gallery adalah tempat kerja Alana semenjak Alana masuk kuliah. Hidup sebatang kara mengharuskan Alana untuk bekerja sendirian demi memenuhi kebutuhan hidupnya. Sudah dari SMA Alana bekerja seperti ini dan sudah banyak pula pekerjaan yang ia tekuni. Mulai dari menjaga toko baju, mengantar paket barang, dan masih banyak lainnya.


"Fiuhhhh, akhirnya sampai juga" ucap Alana sambil menyeka keringat yang bercucuran di wajahnya.


Alana pun memasuki Kafe tersebut dengan tergesa-gesa.

"HEI ALANA, SEKARANG SUDAH PUKUL 13.01 DAN KAMU BARU DATANG"

Alana diam saja, karna dia tahu akan kena semprotan seperti ini.

"HALAH BICARA DENGANMU SAMA SAJA DENGAN BICARA DENGAN TEMBOK. SUDAH SANA GANTI PAKAIAN DAN BEKERJA"


Alana segera pergi ke tempat karyawan sambil mengerucutkan bibirnya.

"Lihat itu Alana, sudah beberapa kali ia telat datang bekerja"

"Ish, kenapa bos masih baik saja padanya?"

"Nah.. Padahal dia juga tidak memiliki keahlian apa-apa"

"Mungkin dia memakai susuk wajah agar bos terlena olehnya"

"Yak, jika itu memang terjadi. Menjijikkan"


Begitulah omong kosong dari beberapa rekan kerjanya, Alana sudah biasa mendengar hal-hal seperti itu. Ia tidak bisa melawan. Bukan, bukan tidak bisa. Hanya saja ia tak ingin melawan. Baginya suatu hubungan adalah ketika ia tidak mengganggu orang lain dan tidak diganggu orang lain. Maka dari itu Alana tidak pernah memiliki teman, Alana sangat menyukai kesendirian tanpa orang lain harus ikut campur kehidupannya.


"Aku tidak peduli dengan apa yang kalian bicarakan. Aku senang seperti ini. Hidup sendiri" batin Alana.

To Be Continued

SAMEWhere stories live. Discover now