[TW : SELF HARM]
Hal pertama yang Avril sadari adalah betapa sunyinya rumahnya ketika ia memasuki bangunan tersebut. Tentunya, ini bukanlah hal baru, adik Avril lebih sering bermain di rumah temannya, kakaknya sudah jelas masih sibuk dengan profesinya, dan kedua orang tuanya masih bekerja mungkin baru akan kembali setelah maghrib.
Avril segera menuju ke kamarnya, meletakkan semua barang-barangnya ke dalam sana dan kemudian pergi ke kamar mandi. Ia memutuskan bahwa mandi lebih awal mungkin membantu stress yang tengah ia rasakan saat ini.
Setelah melepas seragam serta pakaian dalamnya, Avril menyalakan shower dan berdiri di bawahnya. Ia terdiam, entah kenapa kembali memikirkan komentar Mara hari ini, ia juga teringat dengan komentar-komentar orang lain tentangnya yang tidak sengaja ia dengar.
Ia tak dapat menahan dirinya untuk tak bertanya-tanya apakah mereka semua memang benar?
Apakah yang terjadi padanya saat ini adalah salahnya sendiri?
Apakah semuanya karena ia memakai baju terbuka?
Apakah karena kelakuannya sendiri?
Apakah benar dia memang berperilaku seperti ...
Avril menarik rambutnya dan menangis, ia mulai tersadar bahwa semua ini memang salahnya, Gavin tidak bersalah, itulah mengapa tak ada orang yang menghukumnya.
Seandainya dia tidak berpakaian terbuka.
Seandainya dia bisa menjaga sikap.
Seandainya dia tak pernah bersama Gavin sejak awal....
Banyak sekali kata seandainya yang kini menari-nari di dalam otaknya. Avril menangis lebih keras, menyesali semua perbuatan yang ia lakukan.
Mata Avril tak sengaja bertemu sesuatu ... sesuatu yang tak pernah menarik perhatian Avril sebelumnya.
Sebuah silet.
Avril tak pernah peduli pada benda itu kecuali ketika ia membutuhkannya. Dan sekarang adalah salah satu waktu tersebut.
Ia mengusap air matanya kemudian mengambil silet dengan tangan bergetar. Pada detik itu, air matanya telah berhenti. Avril seolah tak lagi ingin menangis, bagaimanapun juga, ia berpikir bahwa semua ini salahnya dan ia tak berhak menangis akibat kesalahan yang ia buat sendiri, yang harus ia lakukan adalah menghukum dirinya.
Ia mempertemukan silet pada kulitnya, tepatnya di pergelangan tangan, tak jauh dari nadinya berada.
Ia menggerakkan benda tersebut dengan pelan, rasa nyeri menyerang tiap organ tubuhnya, tetapi Avril tidak menangis.
Ia menyaksikan bagaimana darah berlarian keluar. Ia tak pernah suka darah, tapi tepat di detik itu. Ia tak peduli.
[-][-][-]
KAMU SEDANG MEMBACA
Burning ✔
Short Story[Prequel Drowning | dapat dibaca tanpa membaca Drowning] [Completed] Avril Anderson hanyalah murid SMA biasa yang berharap agar kehidupan SMA-nya begitu fantatis. Namun suatu hari dia terbangun dan menemukan bahwa segala hal yang terjadi dalam hidup...