3. Aura yang Menarik

1.7K 294 12
                                    


"Enggak!"

Sentakan keras layaknya lengkingan para penyanyi dengan suara delapan oktaf itu berhasil menyita perhatian seisi kantin. Mulai dari siswa-siswi yang tengah bergerumbul atau mengantre makanan, sampai bapak-ibu penjual jajanan.

Sementara pelaku teriakan itu sendiri tidak merasa dijadikan bahan perhatian, sebab fokusnya jatuh pada gadis berkulit putih dengan bibir sedikit tebal dan hidung mancung yang asyik mengunyah donat di hadapannya.

"Gue nggak mau!" tolak Sharga sekali lagi. Menentang keras keinginan Ola yang berkata mau menjadikannya kandidat partner untuk mengikuti lomba nanti.

Ola tidak terlihat kaget meski Sharga menyentaknya di hadapan umum. Sudah biasa. Cowok itu kan memang hobi memarahinya di mana saja. Jadi alih-alih mendengarkan penolakan Sharga, Ola justru sibuk menelan donat kejunya yang dimasukkan utuh ke dalam mulut sembari menatap Sharga yang tetap berdiri dengan deru napas tak teratur. Sharga emosi sendiri melihatnya.

"Gue bilang, gue nggak mau!" ulang Sharga, sekali lagi. Jengkel karena Ola mengabaikan jawabannya yang jelas-jelas sudah dikatakan sampai tiga kali.

Ola menepuk-nepuk tangan menghilangkan sisa keju yang menempel usai menelan donat tadi bulat-bulat. Gadis itu berdeham sejenak, lantas menarik Sharga duduk.

"Dengerin gue." kata Ola sebelum memulai. "Kalau kita lolos nih, Ga. Kita bisa pergi ke Korea, bisa belajar di sana sekalian jalan-jalan. Tante Sera sama Om Guntur juga pasti bangga. Nggak sia-sia pokoknya selama ini lo belajar dan ngerjain tugas semalaman. Gimana, yakin lo nggak mau ikut lombanya?"

Sharga yakin sebenarnya satu-satunya bakat yang dimiliki manusia menyebalkan itu ada di bagian mulut. Yang namanya Ola selalu memiliki seribu satu rayuan manis yang ujung-ujungnya selalu berakhir menipu.

Kalau Ola daftar menjadi SPG, Sharga berani taruhan produk yang dipromosikan Ola pasti laku keras. Lihat saja sekarang, sudah tahu Sharga sama sekali tidak tertarik, tetapi Ola tetap mengiming-imingi seakan lupa kalau yang sedang dia rayu adalah Sharga. Sahabatnya yang tahu persis bagaimana dirinya luar-dalam.

"Nggak, gue tetap nggak mau. Gue nggak tertarik ikut lomba itu, jadi jangan ngajak gue!" ketus Sharga, merogoh saku celana untuk mengambil ponsel. Berniat menghabiskan sisa jam istirahat ini dengan bermain game daripada meladeni permintaan Ola.

Ola memberengut melihat Sharga telah disibukkan oleh game perang-perangan yang tidak ada habisnya tersebut. Dagunya yang memiliki dua lapisan akibat sering makan mie goreng malam-malam itu semakin terlihat. Kesal sekali. Padahal dia sudah menaruh harapan pada Sharga mengingat hanya Sharga satu-satunya teman yang dia miliki. Kalau begini caranya, lalu dia akan ikut lomba dengan siapa?

"Sumpah ya, Ga. Gue nggak mau ikut lomba sendiri, gue nggak pede!"

"Alah, joget sambil nyanyi di jalan cuma gara-gara nggak sengaja denger lagu K-pop keputer di toko aja lo pede abis, tuh."

Ola memukul pelan lengan Sharga. Melampiaskan rasa geram. Berani-beraninya Sharga menyinggung kebiasaan refleksnya. "Itu kan beda kasus, Ga. Gue joget depan toko nggak ada yang nilai. Nah, lomba ini kan ada jurinya, gue harus tampilin yang terbaik. Masalahnya kalau gue tampil sendirian, gue nggak seyakin itu bisa narik perhatian mereka." jelas Ola, mengakui dengan bibir maju beberapa centi.

"La, Ola, nggak heran gue." ujar Sharga, pandangannya masih tertuju pada layar ponsel. Menembaki musuh-musuh yang ramai berdatangan. "Lo selalu ngandelin orang lain dan nggak pernah mau coba ngetes kemampuan lo sendiri."

Ola kira di sepanjang waktu istirahat ini dia akan ditemani oleh ceramahan panjang lebar tak ada habisnya seperti yang sudah-sudah. Namun, perkiraan itu salah ketika Sharga mematikan ponsel dan mengubah posisi duduk agar mereka kembali berhadapan. Sharga menghela napas. Sedangkan Ola mengerutkan dahi menunggu Sharga yang tidak kunjung berbicara sampai bermenit-menit lamanya.

Fangirl Effect [telah terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang