4. Target Pertama

1.3K 245 16
                                    

          

Ola mulai berhenti memperhatikan orang lain terhitung sejak satu setengah tahun yang lalu, ketika jiwa Kpopersnya semakin bertambah meledak-ledak dari hari ke hari. Ketika menyaksikan video idol sudah berubah menjadi kewajiban dan bukan hanya untuk mengisi waktu senggang lagi. Ketika uang tabungannya lebih banyak dikeluarkan untuk membeli kuota serta merchandise idol Korea. Ketika yang dimengertinya hanya bagaimana cara menghabiskan waktu dengan cepat, alih-alih menikmati waktu tersebut.

Ola berhenti memperhatikan orang lain sebab seluruh fokusnya hanya tertuju pada para Idol Korea yang saban hari memenuhi layar sosial medianya. Seakan tersedot, Ola jadi tidak bisa melihat ke mana-mana lagi. Ola tidak tahu gosip terbaru apa yang terjadi di sekolah. Kalaupun tahu, itu semua berkat mulut Sharga yang dianggap seluruh siswa sebagai cowok ganteng nan rajin bin pendiam, namun nyatanya tidak lebih dari sekadar cowok tukang kentut sembarangan yang hobi mendengar berita-berita semacam itu dari segerumbulan cewek tukang gosip.

Ola tidak tahu, pun kalau tahu, Ola tetap tidak peduli. Baginya, berita-berita yang terjadi di sekolah masih kalah penting dari berita apa saja yang dilakukan oppa-oppanya hari ini atau apa jadwal yang para oppa itu miliki selama seminggu ke depan.

Sampai akhirnya selama lima hari berturut-turut ini, kegiatan yang dia lakukan tak jauh dari mengamati satu per satu siswa-siswi di Pelita. Benar-benar semuanya, tanpa terkecuali. Mencari mana saja yang paling menarik lalu mulai menganalisis segalanya mulai dari kelebihan, kekurangan, dan informasi-informasi lainnya yang berhasil dia dapat dari sosial media. Semua demi lomba. Demi memenangkan kesempatan untuk pergi ke Korea. Agar Sharga dan yang lain tahu, keinginannya selama ini bukanlah khayalan babu yang sulit terwujud seperti kata mereka.

"Selesai," desis Ola, menatap nanar kertas lusuh berisi ratusan nama yang dipenuhi dengan coretan hitam. Menyisakan beberapa nama yang tetap utuh. "Akhirnya selesai," ulang gadis itu kembali. Tidak percaya menghabiskan waktu berhari-hari untuk hal tidak berguna semacam mengamati orang.

Sharga yang tengah mengunyah bakso sembari bermain game melirik kebingungan menyaksikan Ola tumbang menjatuhkan kepala di atas lengan dengan mata super merah. Akibat dari memelototi ponsel sepanjang malam. Kata Ola, untuk stalking. Sharga juga tidak tahu stalking apa. Paling stalking akun-akun Korea.

Tetapi, melihat Ola menggenggam secarik kertas menyebabkan Sharga tanpa pikir panjang mengambil barang tersebut. "Apaan, nih? Resep racikan bom?" celetuknya, membolak-balik kertas itu. "Ah, bukan. Catatan utang ini mah, banyak bener coretannya."

"Shut up, Sharga. Itu hasil kerja keras gue."

Sharga memutar mata, meledek percaya tak percaya. Namun, tetap meninjau maksud dari kertas yang katanya hasil kerja keras Ola itu. Kerutan bertumpuk berlapis-lapis di dahi Sharga membaca nama-nama yang ada di situ.

"Atas dasar apa lo nulis nama Jenisya di antara sekian banyak nama-nama yang lo coret?" tanya Sharga, tidak bisa menahan diri begitu tersadar nama gadis cantik itu diikutsertakan. Apa sih ini? Ola nggak lagi buat daftar manusia-manusia yang bikin dia dendam, 'kan? Kali aja gitu Ola iri dan nggak suka sama pesonanya Jeni. Soalnya sebagai cowok normal pada umumnya, Sharga adalah satu dari sekian banyak siswa yang diam-diam mengagumi gadis itu. Abis cantik banget.

"Lo tau dia, 'kan?" Ola mengangkat kepala, kembali duduk tegak. Tiba-tiba semangat empat puluh lima untuk mulai menjelaskan semuanya.

"Taulah!"

"Exactly, siapa coba yang nggak kenal dewi kecantikan dari jurusan IPA. Semua warga sekolah pasti kenal. Iya, 'kan?" Ola terdengar ingin memastikan, yang dengan polosnya Sharga jawab menggunakan anggukan. "Nah, itu alasannya gue tulis nama dia. Karena dia terkenal. Everybody knows her, Brother!" tandas Ola, sok berbahasa asing dengan pelafalan tersendat-sendat tetapi berbangga hati.

Fangirl Effect [telah terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang