Halaman 4

28 3 0
                                    

Halaman 4
Semua yang ayah katakan padaku mungkin tidaklah benar, melainkan dia hanya mengada-ada agar aku merasa takut dan tidak bermain keluar rumah malam hari. Aku rasa begitu, sekarang dia memarahiku karena pulang malam. Segera aku melepaskan sepatu dan jaket lalu meraih ponselku untuk mengirim pesan kepada Lily, sahabatku. Tubuh lelah ini kurebahkan diatas kasur, sambil mengetik pesan singkat.
Lisa  : "Hey, besok aku akan menceritakan sesuatu yang mengakjubkan."
Lily    : "Belum tidur kau rupanya, jika kau telat aku akan mengusirmu dari bangku."

Aku tidak membalas pesan Lily, teganya dia akan mengusirku. Walaupun dia tidur larut malam, bisa-bisanya dia selalu datang pagi ke sekolah. Aku segera memejamkan mata dan berbalik kearah kiri sambil memeluk bantal guling.

Langit sudah terang kebiru-biruan, alarm pada ponsel berdering keras. Tak kusangka akan secepat ini, rasanya sebentar saja waktu tidurku dimalam ini. Seragam sekolah dan sepatu berwarna putih sudah aku kenakan, tinggal sarapan dan berjalan menuju sekolah. Hanya ada roti tawar dan selai kacang di dapur, aku mengolesi roti dengan selai lalu akan aku lahap saat diperjalanan nanti. Kak Will belum bangun, ayah belum bangun dan juga ibu, kepada siapa aku berpamitan sekarang. Seandainya aku sekolah siang seperti Kak Will, pasti akan sangat menyenangkan bangun siang, masih bermimpi indah diatas kasur. Baiklah kaki, kau harus melangkah sekarang juga menuju sekolah sebelum terlambat. Arah menuju sekolah lebih dekat dibandingkan rumah Bibi Dave, hanya membutuhkan waktu 10 menit sampai disana kearah timur laut.

Lily menyambutku dengan gembira, sepertinya dia penasaran dengan ceritaku. Dia adalah teman sebangku dari kelas 1, kami berdua bisa dibilang kurang pergaulan karena berbicara dan bermain dengan teman yang itu-itu saja. Menurutku itu tidak apa-apa, aku nyaman dengan temanku yang dibilang sedikit jumlahnya. Lily mengikat rambut panjangnya dengan karet berwarna pink, dan aku menyisir rambut pendek sebahuku. Saat di rumah aku kehilangan sisir, jadi aku meminjam sisir Lily, karena aku tahu dia pasti membawa sisir setiap hari ditasnya. Kami berdua berkacamata, bukan berarti orang berkacamata tergolong orang pintar. Aku murid yang tergolong biasa-biasa saja, jauh berbeda dengan Lily, dia adalah perebut ranking satu dikelas. Hari ini adalah pelajaran fisika yang membosankan, sedikitpun aku tak mengerti tentang pelajaran itu. Mr. Jack sudah menapakkan kakinya didepan kelas, barulah bel sekolah berbunyi.

Lisa & LilyWhere stories live. Discover now