STB-I

243 30 43
                                    

Sebuah Dongeng tentang 

"Botanikus 
dan 
Kebun  Semangka"

###

Spesial untuk Zaochii

Pada suatu hari, seorang pria yang penampilannya seperti profesor datang dari kota ke desa. Dia memesan sebuah rumah yang memiliki kebun luas di sampingnya. Ternyata profesor itu adalah seorang botanikus.

Dia mencabuti rumput, meratakan tanah, membuat gundukan-gundukan, dan menyebar pupuk. Botanikus itu menyimpan sekantung biji semangka yang bagus. Ditaburlah biji-biji itu di dalam lubang-lubang yang dia buat pada gundukan, lalu ditutup dengan tanah. Setelah itu, dia menyirami kebunnya dengan bahagia.

"Aku bahagia!" Dia berseru untuk menunjukkan perasaannya saat itu.

Beberapa hari kemudian, tumbuhlah tunas-tunas berwarna hijau pucat. Sang botanikus amat senang melihatnya. Maka dia pun memutuskan untuk lebih rajin lagi dalam merawat tanaman-tanaman.

Saat itu ada dua orang warga yang lewat. Sang botanikus berkata kepada mereka, "Hei, lihatlah! Kebunku telah menumbuhkan tunas-tunas semangka! Bukankah itu bagus!"

Mendengar berita yang amat menggembirakan itu, dua orang warga tadi pun membalas, "Wah, selamat ya! Semoga tanaman-tanaman Anda bisa tumbuh subur dan menghasilkan buah-buah semangka yang besar!"

Botanikus berterima kasih atas doa itu, dan dia lanjut merawat kebunnya dengan sepenuh hati.

Hari demi hari pun berlalu hingga telah muncul batang yang merambat dan daun-daun yang lebar pada tanaman semangkanya. Sang botanikus seperti biasa menyirami kebun di pagi hari dengan senyum lebar menghiasi wajahnya. Membuat para warga yang lalu-lalang turut tersenyum dibuatnya.

Suatu pagi, botanikus sangat terkejut saat melihat beberapa bakal bunga tumbuh pada tanaman semangkanya. Dia pun melakukan tarian gembira dan memberi tahu setiap warga yang dia temui bahwa sebentar lagi kebun semangkanya akan penuh dengan semangka-semangka yang besar lagi lezat. Dengan hanya memikirkannya saja membuat sang botanikus amat bahagia.

Berminggu-minggu pun berlalu sejak pertama kali menanam, dan kini kebunnya telah dipenuhi oleh buah semangka besar yang ranum berwarna hijau segar. Sang botanikus sungguh senang melihatnya. Bisa dibilang, hal ini adalah momen terbaik dalam hidupnya.

"Besok, aku akan memanen semua semangka-semangka ini!" pikir botanikus.

Saat itu adalah malam sebelum panen. Sang botanikus telah mencabuti seluruh buah semangka yang besar-besar, membuat berantakan kebun indahnya. Banyak dari semangka itu hancur dan daging buahnya berceceran, ternodai oleh tanah berpupuk yang jorok. Tampak seperti cangkang yang retak, meninggalkan pola spikes pada tepi kulit buah yang pecah.

Gumpalan-gumpalan berwarna merah muda berserakan ke segala arah, mengotori daun lebar dan tanah cokelat. Terlihat empuk dan lembut, bertekstur mulus dan sedikit licin—berlendir.

Botanikus berdiri membelakangi, menggenggam sebuah benda tumpul di tangan kanannya, bersimbah cairan merah muda. Punggung yang dibalut jas lab putih memantulkan nyala jingga yang berasal dari rumah. Rumah tersebut telah dilalap sang jago api.

Kemudian, api pun merambat sampai ke kebun, membakar kayu penyangga dan daun-daun kuning kering. Lalu merembet lagi hingga memanggang daun hijau lebar dan semangka-semangka yang hancur tak keruan. Tak lama kemudian, jago api telah melahap seluruh tempat di sana.

Bandeng Duri Lunak dan Semangka tanpa Biji (pindah ke Cabaca)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang