30

5.8K 574 31
                                    

Double up!!! Sesuai janji kan aku double up ahahahaha

Enjoy Hiraeth🌻

Meskipun sulit, coba bacanya yang tenang ya:")

******

Ando

Gue gak pernah melihat Tisha selemah ini. Dia habis muntah karena morning sick-nya. Dan udah gak kehitung tadi adalah muntahannya yang keberapa karena gue berhenti menghitung di angka tiga.

Tisha merebahkan tubuhnya sambil mengusap-usap pelan tubuhnya.

Gue baru menyadari bahwa bukannya menggemuk karena hamil, Tisha justru terlihat semakin kurus. Padahal jarak antara terbongkarnya kehamilannya dengan pesta pertunangannya hanya sekitar seminggu.

"Jangan ngeliatin aku kayak gitu, I'm okay, setiap pagi emang kayak gini," ucapnya sembari menatap gue.

Gue berjalan mendekatinya dan kembali duduk di pinggir tempat tidurnya. Tangannya meraih gue dan gue membiarkan satu tangan gue digenggam olehnya.

"Seneng, ada yang nemenin," lanjutnya sambil tersenyum.

Gue membalas senyumnya, "Akan lebih seneng kalo Tara yang nemenin, iya kan?" tanya gue dan Tisha menunduk terlebih dahulu sebelum akhirnya mengangguk pelan.

"Awalnya aku gak mau dia tahu, Do," ucap Tisha pelan.

"Kenapa?"

"Karena bayi ini hanya akan menghambat karir yang sudah dia bangun dengan susah payah, tapi... aku gak punya pilihan lain, Do," jawab Tisha, mulai terisak pelan.

"Aku gak mau bayi ini lahir tanpa ayahnya," lanjutnya.

"Dan sekarang aku gak berani bayangin gimana reaksi Janu ketika tahu kalau aku hamil."

"Kamu mau bilang ke Tara sekarang kalau kamu hamil?" tanya gue dan Tisha mengangguk.

"Aku gak mau dia tahu dari orang lain, Do, jadi lebih baik aku yang bilang sendiri ke dia," jawab Tisha sambil mengusap air matanya.

Tisha menatap gue dan gue dapat melihat ketakutan terpancar begitu jelas dari sorot matanya.

Meski gue gak begitu paham dengan apa yang sekarang Tisha rasakan, tapi gue gak suka melihat dia yang ketakutan dengan sesuatu yang belum tentu terjadi.

"Do, menurut kamu, Janu akan nerima bayi ini?"

Gue diam. Memandang perut Tisha yang sedang ia usap perlahan.

"Janu... dia gak akan ninggalin aku kan, Do?"

Gue kembali menatap Tisha. Ketakutan itu kian terpancar di matanya.

Gue menggeleng lalu tersenyum, "Enggak, Tara gak akan kemana-mana, dia akan di sini, nemenin kamu dan bayi kalian," jawab gue dan membiarkan Tisha memeluk gue.

"Makasih, Do, makasih udah nemenin aku."

Gue mengeratkan pelukan gue sambil terus mengusap-usap punggungnya perlahan. Berusaha memberikan ketenangan pada Tisha.

"Don't worry, Sha, aku di sini."

Gue menguraikan pelukan gue ketika mendengar suara ketukan di pintu kamar Tisha.

Tisha menatap gue, ketakutan itu masih di sana tapi tidak separah sebelumnya.

Gue tersenyum dan mengangguk pelan, "aku cek dulu," kata gue lalu bangkit dan menuju pintu.

Dan benar saja.

Yang sedang dinanti oleh Tisha, yang namanya selalu disebut oleh Tisha ketika dia mengigau sepanjang malam, tengah berdiri di depan pintu kamarnya.

Hiraeth.Where stories live. Discover now