Twenty One: Coffee Shop

585 129 98
                                    

*Please play song on the media first to make your feel up while reading this part. I hope you enjoy and feel the story :")





Rupi Kaur said, "Don't mistake salt for sugar. If he wants to be with you, he will. It's that simple." –Raina

.

.

.

.

.

.

Raina



Belakangan ini, gue lagi suka sama bukunya Rupi Kaur yang judulnya Milk and Honey. Entah kenapa, banyak dari isi puisinya yang relate to me so well. Salah satunya yang gue bilang di atas. Benar dia bilang if he wants to be with you, ya he will. Gue nggak perlu berjuang keras untuk membuat dia menginginkan gue karena tanpa gue perlu berjuang mati-matian pun, Iyon akan berjuang dengan dirinya sendiri. Gue jadi kembali berpikir, apa gue terlalu memaksakannya ya? Apa gue terlalu berjuang terlalu keras untuk membuatnya mencintai gue? Padahal gue tau rasa cinta sama seseorang itu nggak bisa dipaksakan. Semua yang namanya perasaan memang nggak bisa dipaksa. Mau itu perasaan suka, benci, sayang, cinta, nggak ada yang bisa maksa.

Tapi, sekali lagi, setiap kali gue berniat untuk berhenti, perasaan takut itu langsung menjalar cepat, seperti api yang membara pada sehelai tisu. Gerakannya cepat tak terkendali. Gue takut kalau gue lepas sama dia, gue jadi apa? Gue nggak bisa membayangkan hari-hari gue tanpa dia ke depan. Apalagi sekarang Iyon udah nggak sedingin dulu meski dasarnya gue masih belum tau perasaan dia ke gue kayak gimana.



"Aw." Gue meringis saat sadar seseorang menjitak ubun-ubun kepala gue tanpa perasaan. Gak perlu noleh pun, gue tau siapa dia. Orang yang udah janji untuk mentraktir gue selama seminggu di waktu libur sekolah. "Sakit ih!" lanjut gue sebal.

"Habis ngelamun terus. Seneng banget." ujarnya santai sambil duduk di depan meja gue.

Kita berdua memilih meja kayu tinggi yang bersebelahan dengan jendela besar. Di balik jendela itu ada Jalan Braga yang nggak kenal hari akan selalu ramai setiap malam. Ya, kali ini Vio niat bawa gue buat ngopi-ngopi cantik ke salah satu coffee shop yang ada di Jalan Braga.

"Lo pesenin gue apa?" tanya gue mengalihkan pembicaraan.

"Cokelat lah, apa lagi. Gue nggak mau ya pulang dari sini bawa lo yang tepar gara-gara gak kuat minum kopi."

"Tau banget sih lo..."

"Eh by the way gimana hubungan lo sama Rion? Membaik?"

Gue menghela napas panjang, membuang pandangan dulu sebentar ke sebelah kiri untuk melihat orang-orang berlalu-lalang di trotoar. "Baik, sih. Tapi gitu. Masih nggak ketebak."

Vio menyungging senyum lebar yang menenangkan. "Dia nggak pernah berubah dari dulu, Ra. Masih kayak gitu dan akan selalu kayak gitu. Nggak ketebak."

"Lo sedeket apa sih sama dia?"

"Deket banget. Lo kan tau kalo gue main ke rumah dia, gue sering tiduran di kasurnya, makan kacang goreng, ngebiarin Rion tiduran di sofa karena gue kalo tiduran suka topless. Rion takut disangka gay katanya." Vio mengakhiri kalimatnya dengan tawa yang diikuti gue.

Remorseful [SKY]Where stories live. Discover now