PART - EMPAT PULUH TIGA

5.3K 345 15
                                    

Bima duduk di balkon kamar hotel yang langsung menghadap ke arah pantai. Sangat indah. Namun, semua keindahan itu menjadi semu, ketika ia tahu, ia sendiri di tempat seindah ini. Ia menyandarkan kepalanya pada kursi dan menatap ke langit luas yang berwarna biru terang.  Di pangkuannya ada sebuah buku catatan bersampul biru. Entah sudah berapa kali ia membaca catatan itu, namun ia sama sekali tidak bosan untuk mengulanginya lagi.

Ia memejamkan matanya dan mencoba untuk mengulang kembali setiap peristiwa yang tercatat di dalam buku yang baru saja ia baca. Bibirnya tersenyum tipis saat membayangkannya, namun dari sudut matanya mengalir cairan bening. Ia menangis karena hatinya teriris ketika membayangkan wanita di dalam ingatannya itu tidak lagi bisa berada di sampingnya saat ini.

Hingga langit menjadi gelap dan birunya langit berubah menjadi gelap, Bima masih duduk bersandar di kursinya. Ia merapatkan jaket yang dipakainya karena dingin mulai menerpa dadanya. Ia enggan untuk beranjak dari tempat dimana dulu sebuah memori pernah tercipta di sini.

Bunyi deringan ponsel yang tidak juga berhenti, akhirnya memaksa Bima beranjak dari duduknya dan berjalan masuk. Pada layar ponselnya, ia melihat foto gadis cantik yang entah kenapa wajahnya selalu membuatnya rindu pada belahan jiwanya.

“Hai, Papa.” Sapa suara ceria dari seberang telepon.

“Hai Nez. Ada apa?” balas Bima dengan suara tenang. Ia duduk di tempat tidur.

“Papa tidak lupa kan lusa acara wisudanya Nez?”

“Tentu saja Papa tidak lupa Nez. Papa akan pulang besok.”

“Okay, Pa. Take care. Love you.”

“Love you too, nak.” Bima meletakkan kembali ponselnya di nakas, lalu ia mulai berbaring di tempat tidur. Badannya terasa lelah karena hanya duduk diam di balkon sejak siang tadi. Usia telah membuat badannya tidak sekuat dulu. Ya, waktu telah merubah segalanya.

-00-

Bandara tidak terlalu ramai siang ini karena memang ini bukanlah hari libur. Bima yang sejak beberapa tahun yang lalu menjadi jobless, tentu saja bisa bepergian kemanapun tanpa harus bergantung pada hari libur. Buktinya, ia bisa pergi ke Lombok dan tinggal di sana selama seminggu lebih. Sebelumnya, ia juga menghabiskan waktunya di Surabaya, Manado, Palembang dan bahkan ke Eropa. Ia hanya tidak bisa terlalu lama berada di rumah.

Ia berjalan perlahan menuju pintu keluar bandara sembari menyeret kopernya. Nez, sudah mengirim driver rumah untuk menjemputnya dan sekarang ia sudah menunggu di depan pintu keluar kedatangan dalam negeri. Driver rumah bernama Pak Budi itu langsung bergegas membantu Bima membawa koper dan memasukkannya ke dalam bagasi mobil, sementara Bima langsung duduk di kursi penumpang. Ia membenarkan sweater warna coklat yang dipakainya.

“Ke tempat ibu dulu ya Pak Budi.” Ucap Bima saat Pak Budi sudah duduk di kursi kemudi. Pak Budi mengangguk dan menjalankan mobilnya menuju tempat yang diminta oleh Bima. Selama di perjalanan, Bima lebih memilih untuk memejamkan mata dan tidur. Sejak semalam, ia tidak bisa tidur karena ada sesuatu yang membebani hatinya.

Mobil berhenti dan Bima langsung turun dari dalam mobil. Ia berjalan perlahan melewati jalan setapak kecil yang ditumbuhi rumput yang sudah tertata rapi. Meski ia sudah lama sekali tidak datang ke tempat ini, namun tentu saja ia ingat betul tempatnya. Ia akhirnya berhenti di sebuah gundukan kecil dengan nisan dari keramik warna hitam. Di atas keramik itu tertulis nama KIM GAURI. Bima berjongkok di samping gundukan itu dan sebelah tangannya meletakkan sebuket mawar putih. Ia lalu meletakkan tangannya di atas keramik dan mengelusnya. Di dalam gundukan tanah ini, Kim Gauri, istri yang sangat ia cintai sudah beristirahat dengan tenang.

“Maafkan aku, Kim yang baru mengunjungimu. Ternyata, aku membutuhkan waktu yang sangat lama untuk bisa datang kesini.” Ada sesak yang mencekat di tenggorokannya hingga ia harus menghentikan ucapannya. Ia merasakan sakit yang amat sangat saat berada di tempat ini. Itulah kenapa setelah bertahun – tahun, ia baru datang kesini.

“Aku sangat merindukanmu, Kim. Itulah kenapa aku mendatangi setiap tempat yang menyimpan kenangan kita. Aku ingin mengulanginya lagi bersamamu.” Bima berhenti lagi. Ada yang sedang memberontak di dalam hatinya.

“Untung saja kamu membuat catatan di setiap kenangan kita, sehingga aku bisa merasakan kembali kenangan itu meski kamu tidak lagi di sampingku. Tapi Kim, aku yakin kamu tahu bahwa tidak ada orang yang bisa menggantikan posisimu di hatiku. Lalu kenapa kamu meninggalkanku sendirian di sini?” Bima akhirnya tidak bisa membendung airmatanya yang merangsek keluar. Ia terisak di samping makam istrinya. Sudah 10 tahun ini, istri yang sangat ia cintai itu dipanggil Tuhan dan terbebas dari sakit yang dideritanya.

-00-

SAUDADE [Complete] [SEGERA TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang