Penguasa Hati

3.9K 166 1
                                    

"Apakah kamu baik-baik saja?"
"Kamu tadi lama sekali di dalam mobil dan membuka pagar?"
"Diqie pun hanya diam saja saat ditanya apa yang terjadi."
"Ekspresi Diqie juga sepertinya terlihat tidak baik"
"Apa kalian semalam bertengkar?"

Pesan dari Arqie baru saya baca keesokan harinya. Semalam mereka memang baru pergi setelah saya membuka gerbang dan memasukkan mobil ke dalam rumah. Mereka pasti menunggu lama sekali. Saya menunggu selesai menangis di dalam mobil baru kemudian turun membuka gerbang. Sampai rumah pun saya langsung masuk ke kamar dan merebahkan diri di atas kasur. Saya lelah dengan semua kejadian hari ini hingga saya tertidur dan baru bangun sebelum subuh. Untung masih sempat sholat isya.

Saya segera membalas pesan tersebut
"Maaf baru di balas bang."
"Saya ketiduran di mobil semalam, hahhaa.."
"Kebangun, terus masuk rumah dan langsung tidur lagi di kasur."
"Ga sempat cek hp."
"I'm fine."
"We're fine."
"Tengkyu ya.."

Saya berbohong. Saya tidak ingin orang lain mengetahui bahwa saya menangis.

Tidak lama kemudian saya mendengar notifikasi pesan masuk di ponsel saya
"Syukurlah jika demikian."
"Wajah Diqie semalam tampak murung sekali."
"Saya pikir kalian masih bertengkar karena Nata."
"Oh iya. Kamu ada kegiatan apa pagi ini?"

Segera saja saya membalas pesan tersebut mumpung sedang Istirahat.

"Saya sedang latihan nari di sanggar bang."
"Minggu depan ada festival yang dihadiri presiden."
"Mungkin satu jam lagi selesai."
"Tinggal Gladi Bersih H-1 nanti."

Tidak perlu menunggu waktu yang lama untuk mendapat balasan dari seberang sana.

"Saya jemput ya."
"Temani saya sarapan."
"Saya butuh rekomendasi tempat sarapan yang enak di kota ini."

Tidak heran jika dia tidak tau tempat makan yang enak disini. Hidupnya selalu di desa dan jarang-jarang kembali ke Kota.

"Satu jam lagi jemput saya di Dinas Kesenian dan Pariwisata Provinsi ya bang" balas saya singkat.

Latihan akan segera dimulai.

Tak lama setelah saya mengirim pesan, terdengar kembali balasan di ponsel saya,

"Siapp, 86!"

Saya tersenyum membaca pesannya. Walaupun mama, papa dan adik saya polisi, mereka tidak pernah mengajarkan saya sandi-sandi bahasa kepolisian. Baru sejak mengenal Nata, saya diajari beberapa kamus-kamus bahasa khas 'mereka'.

Saya kembali fokus berlatih menari, hingga pelatih saya berseru,

"Bagus! Cukup buat hari ini! Nanti kita latihan intens lagi mulai h-3. Dan saya ingatkan lagi, H-1 jangan sampe telat ya! Banyak pejabat yang ikut Gladi bersih karena kita akan menyambut Presiden. Telat dikit bisa di blacklist. Terutama Shana. Kamu yang bawa 'kotak persembahan' nya. Kamu adalah maskotnya, jadi saya benar-benar minta tolong jangan sampai terlambat!"

Saya mengangguk mendengar instruksi dari pelatih saya. Ini adalah tahun ke 8 saya di sanggar ini. Sangat senior. Saya sudah berkelana keliling dunia bersama tim ini untuk memperkenalkan tari khas daerah saya di tingkat internasional.

Saya menuju ruang ganti baju dan membilas badan saya yang penuh keringat. Saya lalu mengganti baju dan menyemprotkan wewangian di tubuh saya. Saya berdandan mengingat akan pergi sarapan di tempat yang cukup nge-hits di kota ini. Pasti akan sangat ramai disana.

Saya keluar dari ruang ganti baju wanita menuju lantai 1. Saya melihat ada ribut-ribut di bawah. Teman-teman menari saya berkumpul membisik-bisikkan sesuatu di depan tangga.

ShanarqieWhere stories live. Discover now