17. The One That Screwed Up My Heart

28.2K 2.6K 57
                                    

Naura tiba di Betelgeuse Café pada pukul lima sore. Dia berencana menunggu jemputan Naufal disana dan langsung pulang ke rumah setelah acara misteriusnya Ditya selesai. Ketika sampai dia melihat Lesty, Della dan Gilang di salah satu meja paling ujung. Justru Ditya yang tidak terlihat dimana pun.

"Apa-apaan tampang kecewa itu?" tegur Della begitu Naura mendekat dan mengambil tempat di salah satu kursi disana.

"Sayang ya, Ra. Bukan acara berdua." Gilang ikut-ikutan.

"Atau kami pergi saja?" Lesty sudah memasang ekspresi terluka yang dibuat-buat.

"Nggak. Nggak kecewa kok." Tiga pasang mata itu memandanginya sangsi. Naura menghela napas berat. "Oke. Sedikit. Cuma sedikit." Dan hal itu berhasil memancing tawa heboh.

Tapi Naura tetap bersyukur tiga sahabatnya ada disana. Dia masih tidak tahu harus bersikap bagaimana kalau cuma berdua dengan Ditya. Sebenarnya Naura belum memberitahu seorang pun tentang patah hatinya tempo hari. Seandainya Lesty, Della dan Gilang tahu, mereka tidak akan tega menggoda Naura seperti barusan.

"Lalu, bagaimana liburannya?" Della tersenyum penuh arti. "Ada kemajuan?"

Mendengar itu, Naura memutar bola mata malas. "Kemajuan apa?"

"Maaf ya. Aku Tim NauraDitya," imbuh Lesty tidak nyambung sama sekali.

"Tim NauRafisqi dong," tambah Della tidak mau kalah.

"Tim Asal-Naura-Bahagia saja." Gilang ikut-ikutan.

"Gilang nggak asik," cibir Lesty.

Sementara itu Naura sudah sweatdrop duluan mendengar perdebatan tidak penting teman-temannya.

"Memangnya Rafisqi itu seperti apa?" tanya Gilang, satu-satunya sahabat dekat Naura yang tidak datang ke acara pertunangan.

"Dia-"

"Tidak penting!" potong Naura sambil membekap mulut Della, sebelum gadis itu sempat berkata macam-macam dan mulai melebih-lebihkan segala hal tentang Rafisqi. "Dia biasa saja. Oh, menyebalkan pastinya!"

Untungnya telepon masuk dari Naufal berhasil menghindarkan Naura dari amukan protes Della.

"Ra, maaf ya. Uda jadinya nggak bisa jemput. Ada perlu mendadak."

"Tidak masalah. Aku bisa-"

"Jangan naik taksi!" potong Naufal sebelum Naura sempat menyelesaikan kalimatnya. "Uda suruh orang untuk jemput."

"Oke." Naura tidak membantah. Sejak dulu Naufal memang tidak mengizinkannya pulang malam-malam dengan taksi. Kalau bukan dia sendiri yang menjemput, Naufal akan mengutus orang untuk menjemput Naura. Biasanya sih Naufal minta tolong orang kepercayaannya. Tapi sejak mulai bekerja, Naura lebih sering minta diantar Gilang tiap kali dia pulang malam. Berhubung mereka juga bekerja di rumah sakit yang sama, jadi sekalian saja.

"Sampai jumpa di rumah, Sweetheart."

"Ya, Uda."

Naura mematikan ponsel dan sedetik kemudian dia mendengar pekikan heboh dari Della yang duduk di sebelahnya. Naura terlambat menghindar waktu Della merebut ponselnya. Dia mulai heran sendiri. Kenapa orang lain bisa sangat mudah merampas ponsel dari tangannya?

"Lihat!" Della mulai tersenyum mencurigakan. "Kapalku berlayar, Saudara-saudara!"

Naura melotot shock saat sadar apa yang terjadi. Di sebelahnya, dengan antusias Della menunjukkan layar ponsel Naura pada Lesty dan Gilang yang sudah mencondongkan tubuh dari seberang meja. Lesty memasang ekspresi tidak percaya, Gilang membulatkan mulutnya mengucapkan 'ooh!' tanpa suara dan Della kembali bersorak heboh.

[End] Impossible PossibilityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang