11. As much as i can

4.6K 411 14
                                    

Nyalakan mulmed diatas untuk pengalaman membaca yang lebih baik.





Baekhyun POV

"Masih belum bisa?"

Suara itu mencuri pandanganku dengan segera. Setelah menbalik tubuhku, yeoja itu melangkah mendekat sambil tersenyum. Diraihnya dasi yang mebggantung dileherku dan dengan cekatan memperbaikinya.

"Kau melupakan langkah akhirnya, kau harus menariknya keatas dengan perlahan. Seperti ini..."

Aku tersenyum membalas senyumnya, kemudian tertawa kecil kala perasaan aneh mulai menggerogotiku.

"Wae?" Tanyanya dengan wajah konyol dimana tawanya masih menghias wajah herannya.

"Aniya... kau sudah sarapan?"

"Belum. Ayo sarapan!" Ucapnya semangat mendahuluiku menuju meja makan.

Dimeja makan, kami membicarakan banyak hal yang berhasil mengundang tawa. Kecuali Bora yang sama sekali merasa bodo amat dengan segala kisah yang kami utarakan.

Suara deruan mobil terdengar mendekat. So Eun segera bangkit dari duduknya kala telinganya mengenali suara kendaraan yang ia dengar. Seiring dengan berlari kecil, Sehun menunggu kedatangan So Eun didepan pintu. Dari jendela diruang makan, aku dapat melihat jelas bagimana Sehun mencium So Eun dengan intens. Wajah bahagia So Eun terasa seakan mengubah suasana hatiku.

"Kau menyukainya..." Kuakui ucapan yang keluar dari mulut Bora berhasil membuat jantungku terdiam sejenak.

"Omong kosong apa yang coba kau ciptakan, huh?" Ucapku membalas ucapannya sembari kembali menyantap sarapanku.

"Kau bicara seakan aku adalah orang asing, tuan Baek. Aku mengenalmu lebih dalam dari pada Sehun. Tatapan itu... tatapanmu saat melihat So Eun adalah tatapan yang sama saat kau melihatku lima tahun yang lalu."

Aku berhenti mengunyah sejenak, kemudian kembali melanjutkannya setelah menerawang masa lalu dalam eaktu singkat.

"Lima tahun lalu, aku hanya tikus percobaan. Yakan? Tapi kali ini, sepertinya kau salah menebak. Aku tak mungkin menyukai tunangan sepupuku."

"Tidak tuan Baek. Kau akan termakan ucapanmu. Aku yakin itu... karena tidak akan ada kata tidak mungkin ketika hatimu mengucapkan sebaliknya."

Aku meninggalkan meja makan segera, merasa terusik dengan Bora yang mencoba menelanjangiku perlahan dengan ucapan-ucapan yang mungkin benar adanya...

Ku kemasi barang-barangku kedalam koper persegi yang kini kutenteng. Ku gantungkan jas putih kebesaranku dilengan kiri, kemudian sebelum melangkah kulihat sebercak bayang-bayang dari celah pertengahan tirai yang terbuka. Kala ku buka demakin lebar celah tirai itu, aku tau bahwa aku akan goyah seperti apa yang dikatakan Bora.

Kulihat Sehun berjalan beriringan melintasi taman dengan santainya. Berulang kali aku berpikir keras tentang apa yang sebenarbya terjadi dan apa yang kurasakan kini?

.
.
.

Ucapan Bora terus saja teringan dikepala Baekhyun. Berulang kali ia teguk habis minuman keras didepannya namun tetap saja tak membiarkan ucapan wanita sialan itu membuyar dari kepalanya.

"Sajjangnim... kita harus pulang sekarang."

"Keurre... kita harus pulang. Tapi kemana? A-aku tak mau pulang kerumah Sehun! Tidak akan!" Baekhyun dipapah sang sekertaris, sementara ia tak henti mengoceh tidak jelas.

Malam itu, dari kaca mobil Baekhyun melihat langit tak menampakkan sedikitpun cahaya. Baik dari bintang maupun bulan. Langit terlihat amat gelap, meski amat mabuk, Baekhyun cukup dewasa untuk tau bahwa hujan akan segera tiba. Dan seperti apa yang sering ia lakukan dengan Sehun kala mereka masih kecil, ia menghitung. Seakan bisa meramal turunnya hujan.

Perfect Lies ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang