BAGIAN DUA BELAS

19 1 0
                                    

Situasi kali ini adalah situasi yang benar-benar aneh bagi Felisia. Bagaimana tidak? Setelah hari di mana Azam membaca chat antara dirinya dengan Azka, Azam jadi seolah menjauh. Felisia meyakini satu hal bahwa ada penyebab lain menjauhnya Azam darinya. Sangat kekanakan, apabila Azam menjauhinya hanya karena chat tersebut. Oh ayolah, mereka sudah bersama lebih dari setahun. Masa masalah begitu saja bisa menjadi penyebab kandasnya kebersamaan yang mereka pertahankan selama ini?

Bukan hanya menghilang dengan cara tidak bertemu dengan Felisia. Namun, Azam juga menghilang dari kebiasaannya yang selalu mengirimkan pesan pada Felisia. Walaupun hanya sekadar memberi ucapan selamat pagi atau selamat makan, kali ini tidak ada lagi pesan ucapan tersebut.

Jujur, Felisia merasa kehilangan. Azam menghilang begitu saja tanpa kabar. Entah sejak kapan juga, dirinya enggan mengirirm pesan pada lelaki itu. Bukan karena apa-apa, hanya saja ia jadi merasa canggung pada Azam.

Sekali waktu, Mamanya Azam pernah menelepon Felisia. Beliau menanyakan, apakah Azam sedang bersama Felisia? Sontak saja hal tersebut mengagetkan Felisia. Bagaimana bisa Azam bersamanya saat sudah lebih dari dua minggu ia sama sekali tidak bertemu atau sekadar berbalas pesan dengan lelaki itu.

Muncul satu pertanyaan, Azam kemana?

Yang lebih mengagetkan felisia adalah ketika Mamanya Azam berpesan "Fel, kalo ada Azam kesana, tolong suruh Azam pulang ya."

Setelah itu, tidak ada lagi telepon dari Mamanya Azam atau sekadar basa-basi konfirmasi mengenai ada atau tidaknya Azam.

Muncul satu spekulasi di benak Felisia, apakah Mamanya Azam meminta Azam untuk menjauhi dirinya? Sebab, Felisia masih ingat betul bagaimana cara Mamanya Azam mengatakan kalimat yang menjadi alasan munculnya spekulasi ini—Terdengar seperti kata-kata peringatan untuk menjauh.

Saat ini Felisia sangat bingung. Memikirkan tugas sekolah yang menumpuk saja membuatnya pusing, ditambah lagi dengan masalah yang ini. Masalah yang secara tidak langsung mengganggu mentalnya.

Namun untungnya, Felisia memiliki seorang ibu yang selalu siap sedia 24 jam mendengarkan segala keluh kesahnya, termasuk masalah Azam ini. Felisia ini sangat terbuka pada ibunya—dari awal dia berkenalan dengan Azam sampai akhirnya mereka berkomitmen untuk menjalin hubungan lebih dari teman—semuanya selalu ia laporkan pada sang ibu.

"Mah, sebenarnya Azam itu kenapa ya?" tanya Felisia sambil berbaring di paha sang ibu.

Ibunya Felisia tersenyum kemudian mengelus kepala Felisia lembut. "Mungkin, saat ini Azam ingin menjauh dulu sebentar," ujarnya kalem.

"Tapi, untuk apa ya?" tanya Felisia lagi.

Kali ini Felisia bangkit. Mengubah posisi semula menjadi posisi duduk kemudian menatap ibunya menunggu jawaban.

"Azam butuh waktu sendiri juga, Fel. Kamu tahu, bahwa kamu bukan satu-satunya urusan Azam dalam hidupnya. Azam juga punya urusan lain. Kamu juga gitu, Azam bukan satu-satunya hal yang akan kamu urusin dalam hidup kamu, kan?" Felisia mengangguk, membenarkan ucapan ibunya. "Kamu pasti punya banyak mimpi yang harus kamu urus juga, kan? Begitu juga dengan Azam. Kalo kamu terus-terusan stuck mikirin Azam, kamu nggak akan maju, Fel. Coba kamu pikir, kemarin-kemarin itu, pas kamu nangis-nangis karena Azam nggak chat kamu, berapa waktu yang terbuang sia-sia?"

Felisia terdiam mendengarkan ibunya bertutur. Benar juga kata ibunya. Kemarin-kemarin ia sudah membuang banyak waktu untuk sesuatu hal yang... tabu.

"Gini Fel, kalaupun Azam nggak balik lagi sama kamu, ya udah. Mungkin, memang jalannya begitu."

"Terus sekarang aku harus ngapain?"

Ibunya Felisia menghela napas sejenak seblum menjawab. "Gini aja, Fel, sementara waktu ini kamu nikati aja dulu hari-hari tanpa Azam. Coba kamu gali potensi diri yang ada, terus kembangkan. Sibukkan diri kamu dengan hal-hal yang baik, mungkin itu bisa mengalihkan fokus kamu terhadap Azam," tuturnya bijak.

"Iya juga ya." Felisia mengangguk setuju.

TING!

Suara notifikasi pesan masuk menginteruspsi pembicaraan antara ibu dan anak tersebut. Felisia segera membuka pesan tersebut.

Azam : Hai, Fel. Maaf baru bales pesan-pesan kamu ya. Setelah dipikir-pikir, sebaiknya kita break dulu aja. Makasih untuk semuanya.

Setelah membaca pesan tersebut, sontak membuat Felisia meletakkan ponselnya begitu saja tanpa berniat mengirim pesan balasan. Kali ini tatapannya kosong, dunia seolah berhenti berputar, begitupun waktu, seolah waktu berhenti.

"Kenapa, Fel?" tanya ibunya.

Cukup lama Felisia terdiam sampai akhirnya ia menjawab, "Azam maunya break dulu."

Ibunya tersenyum. "Nggak pa-pa, Fel. Ini kesempatan kamu untuk membenahi diri kamu."

"Tapi kenapa?"

"Untuk saat ini, jangan pikirkan dulu penyebabnya. Mendingan sekarang kamu fokus aja dulu sama diri sendiri. percaya sama Mama, kamu akan tetap baik-baik aja tanpa Azam."

Felisia terdiam, berusaha mencerna pesan ibunya baik-baik. Sebagian dari dirinya merasa heran, namun ada sebagian dari dirinya yang mengataan bahwa ia akan baik-baik saja tanpa cowok itu.

-BERSAMBUNG-

13 Agustus 2018

Spesifik (Lengkap)Dove le storie prendono vita. Scoprilo ora