17. Rindu

11 5 1
                                    

Long distance relationship, itulah yang sedang dijalani oleh Cinta dan Tresno. Jarak yang memisahkan keduanya tak membuat hubungan mereka merenggang. Meskipun mereka tidak bisa saling sapa lewat handphone, tapi mereka masih bisa berkomunikasi lewat surat.

Cinta bingung akan menulis apa di surat pertamanya dulu. Dia tidak pernah sekalipun menulis surat cinta kepada seseorang. Demi membahagiakan hati kekasihnya itu, Cinta berusaha dengan keras untuk menuliskan sebuah surat kepada Tresno. Inilah surat pertama Cinta kepada Tresno:

Untuk Kekasihku di tempat nun jauh disana,

Salam hangatku padamu kutitipkan lewat catatanku ini. Semoga saja kamu disana baik-baik saja.

Tresno sayangku,

Tolong jangan tertawakan tulisanku ini. Aku tahu, tulisanku ini tidak bisa disebut sebagai surat cinta. Aku tidak tahu caranya menulis surat cinta. Untuk merangkai kata-kata indah, aku sama sekali buta. Maklum, bukan jurusan sastra.

Sebulan tidak bertemu denganmu membuat rasa rindu di hatiku jadi tak keruan. Apalagi membaca suratmu tempo dulu. Aduh, andai saja jarak antara Jakarta-Sumber Anyar itu dekat, pasti aku langsung mendatangimu. Tapi, apalah daya...

Kamu pernah menulis di suratmu seperti ini:

"Jangan kecewakan cintaku. Gadis cantik sepertimu pastilah banyak pemuda yang suka. Aku takut kau akan berpaling dariku. Aku sangat mencintaimu. Aku tidak rela jika harus kehilanganmu."

Maka jawabanku atas tulisan di suratmu itu:

"Seharusnya aku yang takut dikecewakan olehmu. Pemuda baik dan tampan sepertimu sangat mudah mencari pacar."

Sudah ya, aku tidak tahu lagi mau menulis apa. Yang pasti, aku sangat merindukanmu. Biarlah tulisan ini terbang dari Jakarta jauh ke tempat yang indah di kampungmu. Walaupun sedikit dan tidak seperti surat cinta, tapi ini jujur. Tidak ada yang dibuat-buat.

Salam sayang dan rindu,

Cinta.

Setelah surat itu, mereka berdua sering berkirim surat. Kadang sebelun sekali. Atau sebulan dua kali. Bahkan sebulan sampai tiga kali. Mengasikkan juga pacaran via surat. Lebih terasa rindunya. Begitu pikir Tresno.

Dan hari pun berubah menjadi minggu. Minggu lari menuju bulan. Tak terasa sembilan bulan sudah mereka tidak bertemu. Rasa rindu sudah tak kuat lagi dibendung. Apalagi Tresno sudah lebih dari satu bulan tidak berkirim surat. Dua surat dari Cinta tidak dibalasnya. Kemana Tresno? Mungkinkah dia sudah melupakan Cinta? Hampir saja Cinta mau menemui Tresno di kampungnya. Namun tidak jadi, mengingat Ujian Akhir Semesternya sebentar lagi. Dia hanya berharap, semoga Tresno baik-baik saja.

***

Sementara Cinta sibuk dengan kisah cintanya, kelima sahabatnya sedang menghadapi masalah. Entah apa yang sedang menimpa Bunga hingga dia berubah. Bunga yang lucu dan cerewet sudah hilang, berubah menjadi Bunga yang super pendiam. Dia selalu murung. Ketika ditanya oleh sahabat-sahabatnya, dia hanya menjawab tidak ada apa-apa. Hal ini membuat Ratu, Clara, Sabrina dan Arin khawatir.

Pernah suatu ketika, mereka berempat mendatangi rumah Bunga tanpa memberitahu Bunga terlebih dahulu. Kalau-kalau saja ada yang tidak beres dengan keluarga Bunga. Sesampainya disana, tidak ada hal yang mencurigakan. Kedua orangtuanya aku-akur saja. Lalu apa permasalahan Bunga sebenarnya?

"Aku nggak apa-apa. Beneran." Kata Bunga untuk kesekian kalinya.

"Kita sahabatan udah lama. Masa loe nggak mau cerita masalah loe ke kita-kita? Loe masih kurang percaya sama kita?" ujar Arin sudah mulai tak sabar.

Bunga masih bungkam. Tidak ada satu kata pun yang keluar dari mulutnya yang imut. Dia lalu menatap wajah sahabatnya itu satu persatu. Ratu, Cinta, Arin, Sabrina dan Clara.

"Aku malu mau mengungkapkannya. Kalian pasti akan menertawakanku." Ujar Bunga lirih.

"Kita nggak sejahat itu, Bunga..." ujar Sabrina menimpali dengan suara yang hampir mengiba.

Ratu menggenggam tangan Bunga erat. "Apa kita sahabat seperti itu? Yang akan menertawakan sahabatnya saat sahabatnya itu mempunyai masalah? Begitukah, Bunga, pandangan kamu ke kita?" matanya menatap tajam mata Bunga.

Bunga menggeleng cepat.

"Lalu kenapa kamu masih ragu?" tanya Ratu lagi.

Bunga menghela napas dalam-dalam. Sahabat-sahabatnya itu menunggu kata-kata Bunga penasaran.

Mobil Xenia merah masuk ke halaman rumah besar itu. Keenam bersahabat itu menoleh hampir heran. Mereka hapal mobil siapa itu. Mobil Papa Cinta! Tidak biasanya Papa Cinta pulang. Siang-siang lagi.

Bunga pun mengurungkan ceritanya.

***

You vs MeOnde as histórias ganham vida. Descobre agora