Story of Sanny (part 2)

1.1K 105 12
                                    

"Jangan biarkan seseorang mencintaimu diam-diam, karena cinta bukan untuk disembunyikan."

- Ariasanny -

🍀

"Sanny

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Sanny... a-aku suka kamu..."

Ada hening sejenak sejak kalimat itu tumpah dari mulutnya. Sanny mengerutkan dahi, menggigit bibir bawahnya, mendadak lidahnya kelu. Dan laki-laki di hadapannya itu sempurna canggung bukan main.

"Euh, apa aku salah bicara?" tanya laki-laki itu memecah keheningan.

Sanny menggeleng, ia memanggil kembali kesadarannya yang sempat hilang.

"Kamu gila ya, saling kenal aja engga, dan kamu tiba-tiba bilang kalo kamu suka aku? its bullshit."

"Aku mengenalmu. Udah lama aku memperhatikanmu. Ariasanny, gadis Aussie dengan rambut kuning keemasan dan pipi merona."

Tatapannya tajam tapi lembut. Kalau saja Sanny tidak ingat pernah menyukai laki-laki lain, mungkin ia akan terpikat oleh bola mata yang menatapnya kini.

"Mungkin kamu ga sadar, tapi kita pernah bertemu di perpustakaan. Waktu itu kita duduk di meja yang sama. Aku tanya namamu, dan kamu bilang... Sanny!"

Sanny mencoba mengingat, nihil, tak ada adegan seperti itu di kepalanya. Satu yang ia anggap sepele, tapi besar di kepala laki-laki bermata amber ini.

"Entahlah, aku ga ingat." Sanny lebih memilih menyerah. Ia mengendikkan bahu, penolakan yang tegas.

Laki-laki itu seolah menahan napasnya, dalam beberapa detik ia buang bersama frustasi yang tergambar di sorot matanya.

"Oke, sori... Mungkin caraku salah. Sebaiknya aku mengenalkan diri dulu, ya kan?" ucap laki-laki itu.

Sanny berdehem sembari kedua tangan melipat di depan dada.

"Namaku Rean. Rean Kainand. Aku kelas 2-3. Apa segitu cukup?"

Anehnya Sanny menggarisbawahi bagian kelas 2-3. Eza juga duduk di kelas yang sama. Ia hanya perlu sedikit memelintir pertanyaan agar rasa penasarannya bisa terpuaskan.

"Ya, cukup," lagi-lagi Sanny gengsi untuk memulai. Ia menimang-nimang sebentar dan menatap mata amber milik Rean. "Apa hubungannya pertemuan ini sama Eza, kenapa dia yang menyampaikan pesan padaku, bukan kamu sendiri."

Laki-laki itu membuang napasnya lagi. Terlihat gugup dan tidak berpengalaman menghadapi hal semacam ini.

"Sori, aku yang salah," Rean menunduk. "Seharusnya aku ga minta tolong Eza."

"Apa kamu memperalat Eza?"

"Engga, tentu aja engga. Kami berteman, dan teman ga pernah memperalat satu sama lain."

F. E. A. R  [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang