Chapter 2

116 8 10
                                    


Jakarta dengan semua kemacetannya sudah menjadi tradisi setiap hari yang harus dilewati oleh Kei dan seluruh masyarakatnya. Jalur apapun yang ditempuh mulai dari berkendaraan umum sampai pribadi tetap padat peminatnya. Tempat dimana semua beradu nasib untuk bertahan hidup mencukupi kebutuhan sehari-hari. Saat matahari belum terbit sampai matahari sudah terbenam jalanan Jakarta disudut manapun tak pernah sepi. Ibu kota Negara itu terlalu sibuk dan hampir tak pernah tidur.

Kei bekerja disalah satu kantor di kawasan Mega Kuningan, pemiliknya seorang berkebangsaan Jerman.
Sejak menyelesaikan pendidikan ekonominya Kei direkrut diperusahaan itu dan sudah berjalan 2 tahun lamanya menjadi karyawan ditempat itu. Kei ditempatkan dibagian Marketing dengan jumlah personil divisinya 12 orang, masing-masing memiliki daya tarik tersendiri. Salah satu personil di timnya yang akrab dengan Kei adalah Grethania sering dipanggil Thania, mereka kenal sejak awal masuk dikantor itu.
Kei tak banyak akrab dan membuka diri untuk orang-orang yang baru dikenalnya, Thania dipilihnya untuk menjadi sahabat sekaligus rekan kerjanya karena Kei merasa cukup nyaman untuk berada disekitar Thania begitu juga dengan Thania. Hari itu Kei tak tahu bahwa manager marketingnya sudah dimutasikan dan diganti dengan manager yang baru, dikarenakan dihari sebelumnya Kei izin untuk mengunjungi panti asuhan. Kei tak sempat memberi salam perpisahan kepada manager lamanya itu. Kabar kepergian managernya itu didapatinya dari pesan singkat Thania.

Seperti biasa Kei menumpangi angkutan bus umum untuk sampai kekantornya. Sesampainya di lobby Kei berjalan kearah lift, dengan sedikit berlari tangannya menggapai tombol naik. Dari arah berlawanan seseorang juga ikut menekan tombol itu dan tak sengaja menimpahi tangan mungil Kei. Kei tekejut dan dengan cepat menarik tangannya yang terjebak dari tangan yang hampir dua kali lipat lebih besar dari tangannya. Kei menatap kearah pemilik tangan itu, matanya terpana melihat seseorang dengan penampilan yang fashionable lengkap dengan setelan jas berwarna abu gelap dan kemeja dalam berwarna putih ditambah dengan dasi hitam, sepatunya mengkilap seperti baru disemir, aroma wangi parfumnya semerbak terbawa angin. Rambutnya tertata rapi dengan gel, wajahnya fresh sekali. Dia melemparkan senyum kearah Kei, dan Kei masih tak berkedip menatapnya. Tiba-tiba Kei dikejutkan dengan alarm pintu lift yang sudah terbuka, dengan tergesa Kei masuk kedalam lift. Lelaki itu mengikutinya dari belakang. Kei menekan angka nomor 5 ditombol lift menandakan dia akan turun dilantai 5 gedung itu. Tetapi lelaki yang sedang bersamanya didalam lift itu tak menekan tombol apapun, seolah tak tahu tujuannya ke lantai berapa.

"Maaf pak, mau ke lantai berapa ya?" Kei membuka percakapan.
"Sama saya juga ke lantai 5" Jawab lelaki fashionable itu santai.

Kei mengangguk dan dibiarkannya pintu lift tertutup. Didalam lift hanya ada mereka berdua dan keadaan sangat kaku sekali. Kei mulai berfikir siapa orang ini, dan wajah baru yang sama sekali belum pernah terlihat olehnya. Tujuannya sama dengannya ke lantai 5, dan Kei ingat betul tak ada kantor lain dilantai itu selain kantor Kei bekerja.

"Mungkin klien baru" batin Kei.

Pintu lift terbuka, menandakan mereka sudah tiba di lantai 5. Kei melangkahkan kakinya dengan cepat dan lelaki itu ditinggalkan beberapa langkah darinya. Lalu ia memasuki ruangan divisinya dan mengarah ke meja kerjanya.
Kei menghempaskan pantatnya kekursi dan belum juga dia duduk tenang seseorang memukul pundaknya dari belakang.

"Kei!" Sapa wanita berambut pirang itu suaranya mengejutkan Keinara.
"Astaga, Thania. Apaan si lu, iseng banget deh" Jawab Kei ketus.
"Dih. Galak amat sih mba, masih pagi tau" Thania mencoba menggodanya.
"Iya nih, jalanan macet banget. Kei mulai menggerutu
"Ah ela, lu kayak anak baru Jakarta deh. Kapan sih disini ga macet?" jawab Thania sambil merapikan rambutnya.
"Eh iya Kei gimana hasilnya kemarin? Lu dapet info apa tentang Gerry?" tanya Thania lagi penasaran
"Sampai hari ini gue masih belum dapetin info apapun tentang Gerry" balas Kei sambil mengernyitkan dahinya.
"Sabar Kei. Penantian dan doa elu pasti dijawab Tuhan kok" jawab Thania lagi kali ini Thania mengelus rambut Kei lalu memeluknya.

Tak lama salah satu rekan kerja mereka datang dan memberi arahan supaya seluruh anggota divisi marketing menyambut manager baru yang hari itu sudah mulai aktif bekerja dikantor mereka. Semua mengambil sikap berdiri didepan pintu ruangan. Dua orang dengan postur bertubuh gagah datang dari arah jarum jam 12 menuju pintu ruangan itu. Salah satu diantaranya sudah tak asing bagi mereka, dia adalah pak Ronald direktur dikantor Kei. Tapi siapa lelaki yang sedang bersama pak Ronald itu? Apakah manager baru yang hari ini sudah mulai bekerja dengan mereka? Semakin mendekat, semakin jelas terlihat sosok lelaki dengan gaya fashionablenya menebar senyum kekanan dan kekiri pada siapa saja yang sedang memperhatikan dirinya. Sementara Kei, matanya terbelalak hampir tak berkedip menyaksikan pemandangan itu. Kei mulai ingat siapa lelaki itu.

"Hallo. Selamat pagi semua" Sapa pak Ronald dengan senyum khas nya.
"Selamat pagi pak." Jawab semua anggota tim serempak
"Perkenalkan ini manager baru divisi marketing" pak Ronald mulai mengarahkan lelaki yang sedari tadi tersenyum lebar kearah anggota tim untuk memperkenalkan diri.
"Hallo. Selamat pagi, perkenalkan nama saya Devanesence. Kalian boleh panggil saya Dev saja, semoga kita semua dapat menjadi partner bukan hanya dalam urusan pekerjaan saja tapi dalam pertemanan dan kekeluargaan juga. Saya harap kerjasamanya, dan mohon bantuannya." Lelaki itu mengakhiri pidato singkatnya.
"Hallo pak Dev" beberapa wanita anggota tim itu melambaikan tangan kearahnya.
"Baiklah pak Dev, selamat datang dikantor kita dan semoga kita semua dapat menjalin kerjasama yang baik antar anggota tim juga divisi lainnya". Jawab pak Ronald sambil menjabat tangan lelaki dengan stelan jas abu-abu itu.
"Baik pak. Terimakasih untuk sambutannya." Balasnya lagi dengan suara tegas.
"Selamat bekerja semuanya. Semangat!" Pak Ronald menyemangati seluruh anggota tim dan berlalu dari ruangan itu.

*****

Semusim BerlaluDonde viven las historias. Descúbrelo ahora