19 (Revisi)

13.8K 1.4K 40
                                    

Lana mengerjap-ngerjap melihat sekelilingnya yang serba putih. Bau antiseptik yang menyeruak membuatnya yakin kini dia sedang berada si bangsal rumah sakit. Lana mencoba berpikir, apa yang telah terjadi? Ingatannya terakhir dia merasa perutnya sangat amat sakit waktu dia lagi push up. Setelah itu kayaknya dia nggak inget lagi.

"Anak mantu." Lana tertegun mendengar suara itu. Seorang ibu-ibu dengan kerudung besar muncul di depannya. Dokter Afifah adalah mantan calon mertua yang paling oke. Karena mereka punya hobi yang sama yaitu kulineran, ibu-ibu negara itu sering banget ngajakin Lana nongkrong di kafe-kafe kekinian. Anehnya badan ibu mertuanya itu tetap langsing. Sementara Lana minum air putih doang kayaknya dia tetap gembrot

"Mama," panggil Lana meskipun sebenarnya dia sudah tidak punya hak untuk menyebutnya demikian. Sudah terbiasa dia memanggil begitu, sejak masih SMA. Rasanya aneh jika tiba-tiba harus menganti cara panggilnya. Tapi barusan dokter anak itu memanggilnya dengan panggilan apa? Anak mantu? Apa dia belum tahu kalau Lana dan Arlan sudah putus?

"Kamu kenapa kok bisa kena maag kronis, Sayang? Kamu diet sampai nggak makan?" tanya wanita berusia setengah abad lebih yang kulitnya masih mulus dan bebas kerutan itu.

"Makan kok, Ma," dusta Lana.

"Bohong, kata ibumu kamu nggak keluar kamar dua hari," gerutu Mama Arlan itu.

"Marahin dia, Besan." Tiba-tiba terdengar suara dari ibunya yang muncul dari balik kelambu.

"Masak penyuluh kesehatan tapi nggak bisa jaga kesehatan. Diet sampai pingsan begitu."

Lana diam saja mendengar omelan Mamanya. Memang dia yang salah, karena nggak makan demi kurus.

"Kenapa kamu pengen kurus, Nduk, kan enak begini seger dilihatnya," kata manta calon mamernya sembari mencubit pipi Lana.

Lana tak mampu berkata-kata. Dia ingin kurus karena Arlan meninggalkannya yang tak lagi menarik dan memilih Siwi yang lebih seksi. Tentu saja Lana tak bisa mengatakan hal itu. Maka Lana menutup mata saja.

"Kepala Lana pusing, Ma," rengeknya.

"Ya udah, kamu istirahat dulu aja. Ayo Besan, kita keluar sebentar." Syukurlah Ibunda Arlan yang peka mengajak ibunya ikut serta juga. Lana menarik selimut dan mencoba tidur tapi dia nggak mengantuk. Ponselnya yang ada di atas meja bergetar. Lana melirik nama yang tertera di layar. Ternyata Joan, bestie-nya yang menelepon.

"Iya, halo," jawab Lana setelah mengangkat panggilan itu.

"Lanaaaaa! Jangan matiiii!" teriak Joan lebay.

"Hush! Aku sehat kok!" ketus Lana.

"Kata Tante kamu sekarat?"

"Nggaklah aku cuma pingsan aja. Ibuku telepon kamu?"

"Iya, dia panik gitu. Terus aku saranin aja telepon ke mantan calon mertuamu."

Lana menghela napas. Jadi Joanlah penyebab kenapa dia bisa di bawa ke RS milik keluarga Prawirohardjo ini.

"Katanya kamu kena maag kronis. Kamu nggak makan gara-gara diet? Jangan diet yang aneh-aneh deh!"

Lana meringis aja mendengar omelan Joan yang panjang kali lebar. Padahal ibunya sendiri aja nggak marahin dia sampai segitunya. Mungkin ibunya tadi terlalu syok dan lega sampai karena Lana baik-baik saja. Namun di sisi lain Lana juga merasa terharu karena Joan ternyata begitu memedulikannya. Setelah lulus, Lana memang tak terlalu berhubungan lagi dengan teman-temannya yang banyak merantau ke luar kota. Hanya Joan saja yang masih sering menghubunginya karena cowok itu sudah berteman dengannya sejak SD.

"Awas ya kalau kamu nggak mau makan, kamu nggak aku anggap anak lagi!" semprot Joan.

Mendengar Lana yang cekikikan jelas Joan tambah jengkel.

"Mana jawabannya! Kok ketawa-ketiwi aja!"

"Iya, Bu," jawab Lana akhirnya. Lana mengingat zaman SD dulu Joan memang sangat cocok memerankan tokoh ibu tiri Cinderella dalam pentas drama. Maka sejak itu, Lana selalu memanggilnya ibu.

"Ya, udah. Awas ya, kalau kamu kenapa-napa lagi. Aku tutup dulu teleponnya. Aku udah dipanggil abangku. Kafeku udah mulai rame."

"Wah, alhamdulillah. Jangan lupa traktir aku klo udah sukses ya Jo."

"Gampanglah. Gitu aja ya, Bestie, bye."

"Bye, Jo."

Setelah panggilan di akhiri Lana memandangi langit-langit kamar. Entah kenapa rasanya sunyi sekali. Lana menutup mata meski tidak mengantuk. Pikirannya berkecamuk. Dietnya gagal dan dia malah masuk rumah sakit. Keluar dari sini ibunya pasti melarang untuk diet lagi. Bagaimana berat badannya bisa kurus.

"Lan." Sebuah suara mengangetkan Lana dia membuka mata dengan segera. Namun sosok yang ada di hadapan tidak sesuai dengan harapan. Arkan dan Arlan memang kembar identik. Bukan hanya wajah mereka saja yang sama. Bahkan suaranya pun sama.

Lana menghela napas kecewa. Memang tidak mungkin Arkan ada di sini. Pria itu sedang sibuk menjadi tim akreditasi Rumah Sakit tempatnya bekerja dengan Siwi di Surabaya.

"Hai," sapa Lana lemas.

"Katanya kamu diet sampai pingsan ya. Kamu nggak makan sama sekali?" tanya Arkan.

"Aku makan kok." Lana nggak berbohong. Dia memang memakan sedikit sereal sebagai meal replacement.

"Lan, kalau kamu mau diet harusnya kamu konsultasi sama aku dong. Nanti aku kasih gratis," ucap kakak kembar mantan pacarnya itu.

"Beneran gratis?" tanya Lana. Yah, siapa sih yang nggak mau barang gratisan.

Arkan terkekeh. "Tapi nanti kamu jadi endors klinikku ya kalau sudah kurus," ucap dokter itu tak mau rugi.

***

Up gaes. Kalau kalian mau baca lebih cepat langsung ke karyakarsa aja ya. 2000 aja loh perchapter. Udh di upload sampai bab 31 di sana. Tapi klo maunya baca gratis di sini aja yang sabar ya nunggu update nya

Prajabatan Cinta [Ongoing]Hikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin