Bidak

26 1 0
                                    


Aku menyukai permainan ini sejak ayahku memperkenalkannya kepadaku. Catur, permainan sederhana yang mengasah otak. Bagaikan kerajaan melawan kerajaan lainnya, dan kamu harus menyusun strategi agar kerajaanmu menang dalam perang ini. Cara memenangkannya mudah, hanya perlu memojokkan rajanya alias "Skakmat".

Kakek dari ayah adalah seseorang yang menyukai catur sama sepertiku. Dulu ketika aku SD dan bermain di rumah beliau, aku selalu mengambil papan catur. Ayah sudah mengajariku hal dasar dalam catur sehingga aku anggap aku sudah bisa bermain dengan kakek.

Setiap kami bermain, aku selalu kalah. Tentu ini membuatku kesal karena selalu kalah. Aku ingin sekali memenangkan permainan ini. Kakekku hanya tersenyum dan tertawa sesekali dengan tingkahku yang jengkel setiap salah satu pionku berhasil dia "Makan" hingga terjadi Skakmat. Tidak bosan-bosannya aku mencoba memenangkan permainan ini melawan beliau.

Suatu malam, aku sedang bermain berhadapn dengan beliau. Aku menatapi papan catur ini dan memikirkan cara untuk maju. Karena terlalu lama, aku mengambil langkah yang ngasal dengan memajukan kuda. Tiba-tiba, kudaku berhasil dia "Makan". Aku tidak menatapnya, melainkan kepada pion-pionku yang tersisa dengan rasa kecewa. Seakan, aku gagal menjadi raja yang baik karena sebentar lagi akan kalah. Aku menghela nafasku keras, lalu memajukan bidakku. Seperti biasa, bidakku berhasil dibunuh.

"Kamu maju itu ada tujuannya..." ucapnya tiba-tiba dengan suara jawanya yang khas.

"Pikirkan dengan baik, kamu majuin ini untuk apa... lalu buat apa..." lanjutnya lagi dengan memajukan benteng ke kanan. "Sekarang gantian."

Aku menatap papan catur tersebut lalu menggerakkan kudaku satu lagi untuk mencoba memakan benteng miliknya tersebut. Kakek tersenyum.

"Nah, kakek mundur," katanya sambil memundurkan benteng miliknya hingga garis paling belakang.

Aku pun menatap pion-pionku yang tersisa, lalu memajukan bidakku. Ia mulai menggerakkan menterinya, tentu sebuah ancaman bagiku karena ratu bisa membunuh dengan leluasa. Aku menggerakkan benteng milikku dan menjaga gajah. Ia terdiam sejenak, lalu menggerakkan bidaknya. Tentu, kudaku langsung membunuh bidak miliknya. Sayang, kudaku terpancing sehingga dimakan oleh menteri milik kakek. Dan hingga akhirnya aku kalah dengan skakmat yang dibuat olehnya.

"Semua langkah itu ada tujuannya.... dan pastinya ada resiko dibalik langkah yang kamu pilih. Kamu makan ini ya mati... dan berujung kalah. Bentengmu maju juga mau kemakan... dan lainnya," ujarnya.

"Aku gak tau harus gimana, kek," ucapku sambil menatap ke arahnya.

"Kamu kalau main catur tujuannya apa?"

"Cuma... main?"

"Kamu makan bidaknya karena apa?"

"Karena aku pengen."

"Nah, kakek mancing kamu dan akhirnya dapat kan kudamu? Begitu caranya...

Kamu maju itu ada tujuannya... kudamu maju buat apa? Bidakmu maju buat apa? Raja mundur buat apa? Dan lain sebagainya...

Sama seperti menempuh hidup non, kamu langkah begini begitu berdasarkan tujuankan?

Kamu sekolah tujuannya apa? Belajar... biar apa? Biar jadi orang berguna bagi bangsa dan negara....

Tapi, semua ada resikonya... kalau kamu salah langkah juga seperti kudamu yang terpancing akan membuat kamu merasa kalah...

Jadi kalau maju jangan asal-asalan... seperti hidup yang hanya sekali seumur hidup ini... tidak bisa diulang seperti catur kan?

Itu mengapa, setiap perbuatan harus dipikir dulu.... gak boleh gegabah..."

Ia tiba-tiba mengembalikkan semuanya seperti semula, menyusunnya dengan rapi.

"Nah, ayo main lagi... kali ini majunya jangan asal-asalan."

====================

Bidak

By : Kiddo (Nabila Ramadhani)

Thanks for reading!

====================

Around usTahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon