Little

18 2 1
                                    

"5 tahun lagi sebelum ini terjadi, namun lebih baik jika sudah membaik saat umur 15 tahun."

Kalimat dari seseorang yang mempunyai  panggilan "Dokter" tersebut melekat di kepalaku hingga detik ini. 2 tahun terus melekat dan kini umurku 14 tahun. Aku menghela nafasku keras dan menatap seorang anak kecil yang baru saja bertambah satu usianya. Dia adikku, umurnya 11 tahun kini. Kami berbeda 4 tahun.

"Ayo mbak! Berenang lagi!" Panggilnya sambil tersenyum ceria dan kembali menyelam  ke kolam air yang hanya se-tinggi pinggangku.

Aku yang sedang istirahat dengan duduk di pinggir kolam ini tersenyum, lalu turun ke kolam lagi. Ia menghampiriku. Mungkin, panggilan "Mbak" terkesan seperti tua, padahal tidak. Aku menerima saja, karena jika "Kakak" rasanya aneh di telingaku.

Entah rasanya lama sekali tidak se-akrab ini. Aku tidak pernah menyukai adikku yang ini karena sifatnya. Selalu saja aku sibukkan diriku dan menolak ajakkannya. Kini, aku bisa rasakan rasa itu. Berpikir, mengapa aku seperti itu? Aku terlihat membencinya, tetapi dia tidak pernah menjauh. Ia masih di sampingku hingga detik ini.

Kini, pikiranku berkata bahwa aku seharusnya pulang dan melanjutkan gambaranku atau tidur. Ide bagus dan menarik, sayangnya aku harus rela menunda hal tersebut hingga ia puas berenang. Orang tuaku juga menyuruhku untuk menemaninya sekaligus terapi. Sekali lagi, aku menghela nafasku keras. Aku pemalas, bahkan sebenarnya aku ini pasrah dengan hidupku. Jika kemungkinan saat 17 nanti itu beneran terjadi, aku akan menyerahkan diriku kepada Tuhan yang maha kuasa. Tapi, Tuhan tidak menyukai manusia yang putus asa dan enggan berusaha.

Aku mulai mendorong diriku dengan salah satu kaki yang menempel ke dinding kolam ini, lalu menggerakkan kedua kakiku sekuat tenaga agar sampai di tepi kolam sambil berpegangan dengan sebuah papan berwarna merah muda ini. Aku yakin pasti adikku yang memilih, atau mungkin orang tuaku?

Setelah beberapa menit lamanya melakukan bermacam-macam gaya renang, aku bersandar di tepi kolam ini. Nafasku terengah-engah karena kelalahan pasti. Aku mencoba mengaturnya, hingga anak kecil yang berjenis kelamin perempuan ini muncul di depanku dari dalam air. Aku bukanlah orang yang mudah terkejut, jadi hanya menatapnya yang membenarkan kacamata renangnya dengan datar.

"Kok berhenti? Ayo lagi!" Ucapnya.

"Entar dulu, mbak capek," Jawabku. "Lagian pulang yuk, nanti ibu cariin."

Dia pun mengerutkan keningnya. "Baru jam 5, ayo lagi! Biar mbak sembuh!"

Aku terdiam. Rasanya, bumi seperti berhenti berputar setelah ia mengucapkan kalimat itu.

Ia menginginkan diriku sehat, sementara aku berpikir bahwa ini takdir. Aku tidak pernah bermain dengannya, bahkan dekat. Tapi, dia menyayangiku walaupun aku tidak suka dirinya. Berpikir dunia ini gelap namun ia sebenarnya masih mencoba mempertahankan sebuah lilin yang menyala hanya untukku. Untuk hubungan kita yang sedarah.

Aku tersenyum dan terkekeh. "Iya iya... Siapa sampai tepi kolam dia menang!" Ucapku langsung meluncur dengan papan renang ini.

"Ih curang duluan!"

====================

Little

By : Kiddo (Nabila Ramadhani)

Thanks for reading!

====================

Around usDonde viven las historias. Descúbrelo ahora