Belajar

5 0 0
                                    

Sejak SMP aku senang sekali tidur, padahal saat SD aku tidak menjadikan tidur di kelas sebagai hobi. Mungkin ini efek aku sering bergadang demi memperbagus skill bermain game-ku. Tapi ya, jadinya aku senang tidur di kelas. Tenang saja, aku tetap mengikut pelajaran walaupun akhir-akhirnya aku terlelap. Akademisku bisa dibilang baik-baik saja walaupun aku tidur. 

Saat kelas 9, aku memiliki teman sebangku. Aslinya, aku tidak punya satupun teman karena semuanya sangat asing. Teman-teman dekatku di kelas yang berbeda, ada yang sama denganku namun konyol aku duduk dengan laki-laki. Bagaimana bisa aku dapat teman sebangku yang bernama Fani ini? Karena ada sebuah masalah yang membuatnya pindah tempat duduk. Ya masalah dengan teman sebangkunya seperti teman sebangkunya ini melukai hatinya jadi dia terpaksa pindah ke tempatku. 

Aku memperhatikan dia setiap hari, setiap kami belajar sampai pulang dan begitu terus. Dia anak yang rajin, sangat rajin. Aku mengajaknya mengobrol kadang-kadang untuk menggali bagaimana dia, dari tempat tinggal, asal sekolah dan lainnya. Setiap harinya dia mencoba untuk memahami semua pelajaran yang diajarkan di sekolah. Aku tidak pernah serajin dia. Aku jarang mengerjakan PR karena terlalu malas, dan memang suka pasrah bahkan lupa kalau ada PR. Dan dia? Selalu menawarkan untuk mencontek ke PR-nya jika aku belum mengerjakan. Entah kenapa dia senang saja memberikan contekkan kepadaku. 

Dia anaknya terlalu polos. Rajin, polos, dan seperti anak kecil dihadapanku. Umur dia memang lebih muda dibanding aku, beda 2 tahun. Dia selalu memanggilku dengan sebutan "Kakak" atau "Mba" karena kami sama-sama orang Jawa. Dia orang Jawa, dan pandai bahasa Jawa. Aku suka bagaimana dia benar-benar sopan dan lainnya, sayangnya dia penakut sekali. 

Bagaimana masalah belajar? Sudah aku katakan dia rajin, tapi ada yang aneh di sini. Aku tidak bermaksud sombong namun aku selalu bertanya-tanya, kenapa nilai dia selalu lebih rendah dariku padahal dia rajin belajar? Dia selalu mendapatkan nilai rendah setiap ulangan, padahal aku baru datang ke kelas dan melihat dia membedah buku paket mata pelajaran yang hari ini akan diulangkan untuk dipahami. 

Aku bertanya kepadanya, "Kenapa lu rajin banget belajar?"

Jawabannya simpel, "Aku mau kayak Nabila, sama mau bisa di atas Nabila."

Itu sebuah motivasi yang sangat menyentuh hati. Biasanya aku tidur dan masa bodo dengannya yang sedang fokus belajar, kini akhirnya aku ikut belajar. Tidak, aku tidak belajar untuk diriku sendiri namun agar bisa mengajarinya. Kenapa? Agar dia bisa mengalahiku suatu saat. 

Dia selalu cerita denganku bahwa orang tuanya selalu keras kepadanya. Mereka ingin Fani mendapatkan nilai bagus dan sebagainya. Fani bingung dan selalu bertanya kepadaku apakah dia harus memilih SMA atau SMK. Kedua orang tuanya ingin sekali Fani langsung kerja tapi kantoran. Kenapa? Uang. Dia berada di keluarga yang sebenarnya pas-pas saja. Fani juga pintar mengaji bahkan hal agama. 

Aku senantiasa menemaninya belajar hingga beberapa bulan menjelang UN. Aku senang dia semangat, namun aku sedih melihat hasilnya ternyata malah tidak ada perubahan. Aku tetap bisa mengalahkannya.

"Setidaknya, aku berusaha kan?" tanya dia sambil memegang kertas NEM-nya. 

Aku tersenyum. "Tentu saja, kenapa harus menyerah?" 

Você leu todos os capítulos publicados.

⏰ Última atualização: Jun 07, 2020 ⏰

Adicione esta história à sua Biblioteca e seja notificado quando novos capítulos chegarem!

Around usOnde histórias criam vida. Descubra agora