BAB III (Part 3)

730 115 10
                                    

Hari yang cerah. Sangat cerah bahkan, karena mentari rasanya sedang bertugas dengan semangat. Panas terik begini, dagangan milik Mang Untung diserbu oleh murid-murid pada jam istirahat kedua. Aku pun rela mengantri dan berdesak-desakan untuk membeli es jeruk. Demi mendinginkan kepala sehabis ulangan harian yang menguras energi hari ini.

"Ri, kamu pacaran sama Dirga?"

Luna tiba-tiba menepuk bahuku. Tanpa wajah penuh dosa padahal baru saja dia hampir membuatku mati tersedak jus jeruk yang sedang mengalir lembut di kerongkonganku. Aku menarik napas panjang lalu memelototinya.

"Kamu itu nggak bisa nggak ngagetin ya kalau dateng, hampir mati aku barusan," ujarku sebal.

"Jawab dulu pertanyaanku, baru boleh ngomel." Luna memamerkan barisan giginya yang sudah rapi tetapi masih dipasangi kawat.

"Jawab apa? Lagian kamu dapat info dari mana kalau aku pacaran sama Dirga?"

"Kak Nara." Seolah membaca raut kebingungan di wajahku, Luna melanjutkan kata-katanya. "Itu loh, pacarnya Kak Ardan yang ketua OSIS itu loh, teman dekatnya Kak Gema juga."

Pasti Gema yang sudah menyebarkan gosip ini. Lagian siapa juga yang pacaran dengan Dirga, meski dalam hatiku ingin itu jadi kenyataan. Kalau pun aku memang pacaran dengan Dirga, 'kan tidak ada urusannya dengan Gema dan kawan-kawannya itu. Dasar! sudah kanebo kering, ember pula.

"Seriusan kamu nggak pacaran sama Dirga?" Luna menatapku dengan penuh rasa curiga.

Aku tertawa lepas. "Luna sayang, aku itu nggak pacaran sama Dirga atau siapa pun. Aku itu jomlo sejati, sama kayak kamu. Lagian percaya aja sama omongan orang. Tenang, aku akan menemani kesendirianmu menanti pangeran tampan berkuda putih," ujarku sambil mengedipkan sebelah mata.

Luna melotot sambil mengacungkan kepalan tangan di depan mukaku. Tentu saja aku tidak takut, malah justru tawaku semakin terbahak-bahak. Aku merangkul bahu Luna dan mengajaknya kembali ke kelas. Di dalam hati aku masih mengutuk Gema berulang kali. Awas saja manusia itu!

"Kak Gema, tunggu!" Aku berlari menghampiri Gema yang sedang berjalan menuju perpustakaan.

Gema menoleh ke arahku dengan tatapan heran. Dahinya mengerut dan sebelah alisnya terangkat. Matanya menatapku dengan tatapan yang tidak kusukai. Tanganku mengepal, menahan emosi yang sejak tadi sudah ingin tumpah ruah.

"Kak Gema gosipin apa tentang aku dan Dirga?"

"Gosip? Gosip apa? Kamu kira saya ibu-ibu komplek yang hobi gosip. Lagian memang kamu orang terkenal, sampai harus saya gosipin?" ujar Gema seraya berjalan meninggalkanku.

Aku menarik lengan Gema. "Kak Nara bilang sama Luna kalau aku dan Dirga pacaran, pasti tahu dari kakak, 'kan?" desakku.

"Rinai Barsha Saabira, harusnya kamu tanya ke Nara, bukan ke saya."

"Ya tapi Kak Nara itu teman dekatnya Kak Gema, pasti awal mulanya dari Kak Gema. Apalagi kemarin Kak Gema juga mengira kalau Dirga itu pacarku, jadi siapa lagi yang nyebar gosip kacangan itu kalau bukan Kak Gema?" ucapku setengah marah.

"Dengar ya baik-baik, saudari Rinai Barsha Saabira yang terhormat. Pertama, saya tidak hobi gosip, apalagi gosip kacangan seperti kamu bilang tadi. Kedua, saya sama Nara memang teman dekat, tapi isi obrolan kami bukan tentang gosip. Ketiga, sebelum kamu menuduh orang lain coba kamu introspeksi diri sendiri dulu. Masalah kamu itu dengan Nara, kenapa tidak tanya dulu ke Nara, jangan ikuti prasangka burukmu itu ke orang lain. Lagian kamu siapa berani marah-marah ke saya? Mau kamu pacaran sama siapa pun saya tidak peduli. Ah, satu lagi, saya dan teman-teman dekat saya tidak pernah tertarik membicarakan orang lain, aplagi orang yang tidak penting kayak kamu dan teman-teman kamu. Paham?" Nada bicara Gema mulai meninggi bahkan terkesan membentak dan penuh dengan penekanan

Aku tercengang. Mataku terasa panas menahan air mata. Sebisa mungkin kutahan agar aku tidak menangis di hadapannya. Aku tidak bisa dibentak, apalagi di hadapan wajahku seperti ini. Dadaku mulai terasa sesak dan mataku pun sudah mulai buram tertutup genangan yang siap menetes. Perlahan tetapi pasti, air mata mulai mengalir di sudut mataku. Cepat-cepat aku berlari meninggalkan Gema. Samar-samar suara Gema terdengar memanggilku, tetapi aku sudah tidak menggubrisnya. Aku terus berlari tanpa memedulikan sekitarku.

BRAAAAAKKK!!!!

"Rinai!"

Anugerah Patah Hati [COMPLETE] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang